KARAKTERISTIK HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA
H
|
ukum Acara Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam UU TUN
memiliki karakteristik dibandingkan dengan hukum acara perdata yaitu:
1.
Asas praduga sah “rechmatig” menurut hukum
Gugatan tidak menunda pelaksanaan suatu Kep TUN.
Karena gugatan tidak menunda pelaksanaan Kep TUN, sedangkan
Kep TUN tersebut dapat menimbulkan kerugian, oleh karena itu diperlukan adanya
acara untuk mempercepat sengketa TUN. Untuk itu perlu adanya acara cepat.
Oleh karena Kep TUN adalah keputusan yang sah maka tidak
mengenal “asas batal demi hukum” melainkan dapat dibatalkan.
2.
Asas Pembuktian Bebas
a.
Hakim tidak tergantung fakta yang diajukan para pihak
b.
Hakim menentukan beban pembuktian
c.
Tidak dikehendaki adanya ketentuan yang mengikat Hakim dalam menetapkan
alat bukti mana yang dipakai
d.
Penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya oleh Hakim
3.
Asas Keaktifan Hakim
a.
Hakim berwenang mengadakan pemeriksaan persiapan yang intinya
1).
Hakim sudah diberikan wewenang untuk memberikan nasehat yang harus diikuti
oleh Penggugat.
2).
Hakim dapat meminta penjelasan terhadap para pihak dan instansi yang
diperlukan.
Asas ini adalah asas keaktifan Hakim untuk mencari kebenaran
materiil oleh karena itu mungkin suatu keputusan sifatnya ULTRA PETITA (suatu keputusan Hakim yang melebihi dari apa yang
dituntut penggugat). Dalam hukum perdata hal yang seperti ini tidak dibolehkan
(Hakim memutus melebihi apa yang digugat).
Melebihi dalam Hukum Acara TUN dapat dalam arti menguntungkan
maupun merugikan diri penggugat.
Contoh: Ultra Petita.
A pada bulan Januari 2006 menjual tanah kepada B, dengan cara
dibawah tangan. Pada bulan Maret 2006, A menjual lagi tanah yang telah dijual
kepada B, kali ini kepada C dihadapan Notaris / PPAT. Karena dijual dihadapan
PPAT maka hak milik yang semula atas nama A, oleh C diajukan untuk dibalik atas
nama dari A menjadi C dan memperoleh sertipikat.
B mengetahui bahwa tanah yang dibeli dari A, telah dijual
lagi oleh A kepada C. B mengajukan gugatan agar A menyerahkan tanah kepada B,
sampai pada tingkat kasasi. B dimenangkan dan atas putusan tersebut BPN digugat
di PTUN agar sertipikat atas nama C, dinyatakan batal, Pengadilan TUN
memutuskan selain sertipikat atas nama C tidak sah, juga akta jual beli A
dengan C juga tidak sah.
Keputusan yang merugikan diri penggugat dinamakan REFORMATIO IN PEVIS
Contoh: Reformation in Pevis.
Ny X mendirikan bangunan setelah memperoleh IMB yang sah,
bangunan itu diatas tanah orang lain yaitu Tuan Y. Antara Ny X dan Tuan Y telah
dibuat kesepakatan bahwa Ny X boleh mengusahakan tanah tersebut, akan tetapi
tidak boleh mendirikan bangunan, akibat perbuatan Ny X, Tuan Y lapor ke polisi
dan dijadikan kasus di Pengadilan, serta diputus oleh pengadilan.
Karena Ny X telah mendirikan bangunan diatas tanah orang
lain, Walikota mengeluarkan pembongkaran bangunan tersebut. Ny X lalu
mengajukan gugatan dengan perintah pembongkaran yang tidak sah dan keputusan
Pengadilan TUN, memang menyatakan bahwa surat perintah tersebut tidak sah dan
meminta agar walikota mencabut IMB dan pembongkaran tersebut harus dilakukan.
b.
Hakim tidak terikat pada alasan yang diajukan oleh penggugat untuk
menyatakan tidak sahnya Kep TUN, seperti halnya putusan kasasi, MA memutus
kasasi tidak tergantung dari alasan alasan pemohon kasasi.
4.
Asas Erga Omnes (Berlaku untuk umum)
Dalam Hukum Acara TUN putusan hakim mengenai sengketa TUN
berlaku untuk semua pihak tidak hanya khusus yang bersengketa, sedangkan dalam
hukum acara perdata hanya berlaku untuk pihak yang bersengketa saja.
Karena sengketa TUN berlaku untuk sengketa publik, maka dalam
sengketa TUN, intervensi pihak ke III, tidak perlu, karena sifat Keputusan
Pengadilan TUN tidak berlaku umum.
Daftar Pustaka
1.
Agus
M. Mazwan Sosrokusumo, S.H. Freis Ermessen, sebuah type Tindak Pidana Hukum
di Bidang Hukum Tata Pemerintahan, Seri Karangan Tersebar, Fakultas Hukum
Universitas Jember, 1983.
2.
Prof.DR.
Baharudin Lopa ,S.H. dan DR A. Hamzah, S.H. Mengenal Peradilan Tata Usaha
Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
3.
Prof
DR. Mr Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu
Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981
4.
Indroharto,
Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
5.
Ismail
Saleh, S.H. Pidato Sambutan Pemerintah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Tanggal 20
Desember 1986.
6.
Joko
Widodo, Good Governance telahaan dari Demensi Akuntabilitas Dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Penerbit, Insan Cendekia
2001.
7.
Y.W
Sunindya, S.H., Dra Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi.
Aneka Cipta, Jakarta, 1990.
8.
Martiman
Prodjohamidjojo, S.H. Hukum Acara Peradilan Tata Usah Negara, Ghalia
Indonesia 1993.
9.
Zairin
Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi , PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2007
10.
Undang-Undang
Dasar 19945
11.
Undang-Undang
Dasar 1945 peruhan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat dalam satu naskah
12.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Penjelasannya,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.
13.
UNdang-Undang
No 7 Tahun 2004 Tentang