Rabu, 15 April 2015

Actus Reus (Kejahatan yang dilakukan) end Mens Rea (sikap bathin pelaku saat melakukan)


         Bahwa suatu perbuatan dianggap telah melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana, harus dipenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur actus reus (physical element) dan unsur mens rea (mental element). Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan (Zainal Abidin Farid, 1995:35).
Dalam ilmu hukum pidana, perbuatan lahiriah itu dikenal sebagai actus reus, sedangkan kondisi jiwa atau sikap kalbu dari pelaku perbuatan itu disebut mens rea. Jadi actus reus adalah merupakan elemen luar (external element), sedangkan mens rea adalah unsur kesalahan (fault element) atau unsur mental (mental element).
Seseorang dapat dipidana tidak cukup hanya karena orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Sehingga, meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam peraturan perundang-undangan dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision) namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana (Prof. Sudarto,S.H.). Hal ini karena harus dilihat sikap batin (niat atau maksud tujuan) pelaku perbuatan pada saat melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum tersebut.
Di beberapa negara, perbuatan dan sikap batin seseorang dipersatukan dan menjadi syarat adanya suatu perbuatan pidana. Zainal Abidin Farid berpendapat bahwa unsur actus reus yaitu perbuatan harus didahulukan. Setelah diketahui adanya perbuatan pidana sesuai rumusan undang-undang selanjutnya barulah diselidiki tentang sikap batin pelaku atau unsur mens rea. Dengan demikian maka unsur perbuatan pidana harus didahulukan, selanjutnya apabila terbukti barulah mempertimbangkan tentang kesalahan terdakwa yang merupakan unsur pertanggungjawaban pidana.
Mens Rea adalah sikap batin pelaku perbuatan pidana. Berbeda dengan actus reus yang menyangkut perbuatan yang melawan hukum (unlawful act), mens rea mencakup unsur-unsur pembuat tindak pidana yaitu sikap batin yang disebut unsur subyektif suatu tindak pidana atau keadaan psikis pembuat (Utrecht, 1960: 257 ).
Delik disebut sebagai unsur subyektif apabila unsur-unsurnya terbukti maka berarti terbuktinya pertanggung-jawaban pembuat delik. Unsur-unsurnya adalah kemampuan bertanggungjawab, kesalahan dalam arti luas (dolus dan culpa lata), tidak adanya alasan pemaaf (veronstschuldingsgrond) yang semuanya melahirkan schuld-haftigkeit uber den tater yaitu hal dapat dipidananya pembuat delik.
Perbedaan antara unsur-unsur perbuatan melawan hukum atau perbuatan kriminal dan pertanggungjawaban pembuat delik tidak berarti bahwa keduanya tidak saling berhubungan. Hal ini harus diingat bahwa onrechtmatigheid atau hal melanggar hukum itu sebagai ketentuan timbul dari norma yang atas pelanggarannya dinyatakan sebagai dapat dihukum. Di dalam rumusan dari sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka unsur kesengajaan dapat dianggap sebagai termasuk di dalamnya karena menurut ketentuan hal tersebut memang disyaratkan.
Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai unsur dari setiap tindak pidana, hal ini berdasarkan pendapat doktrin Satochid Kartanegara (415) yang membedakan dalam dua bentuk yaitu:
1.     Wederrechtelijk formil yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
2.     Wederrechtelijk materiil yaitu sesuatu perbuatan mungkin wederrechtelijk walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Dengan demikian wederrechtelijk formil bersandar pada undang-undang, sedangkan wederrechtelijk materiil tidak bersandarkan pada undang-undang, melainkan pada asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum, atau apa yang dinamakan algemene beginselen.
Kesalahan dalam bahasa Belanda disebut “Schuld” yang dalam pengertian hukum pidana berbentuk kesengajaan (dolus) (opzet) dan kealpaan (culpa). Sedangkan beberapa ahli hukum memberikan arti sebagai berikut ; Simons menyatakan bahwa sebagai dasar pertanggung jawaban pidana adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang dapat dipidana dan berdasarkan kejiwaannya karena kelakuannya.
Dengan demikian untuk adanya kesalahan pada pelaku harus dicapai dan ditentukan terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut pelaku, yaitu;
a.      Kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid)
b.     Hubungan kejiwaan (psychologische betrekking) antara pelaku dan akibat yang ditimbulkan
c.      Dolus atau Culpa
Sedangkan Utrecht menyatakan bahwa pertanggung jawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana (schuld in ruimte zin) terdiri atas tiga anasir yaitu:
a.      Kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid) dari pembuat
b.     Suatu sikap psikhis pembuat berhubung dengan kelakuannya, yaitu Kelakuan disengaja (anasir sengaja), dan Kelakuan kurang berhati-hati atau lalai (anasir kealpaan) atau culpa (schuld in enge zin).
c.      Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana pembuat (anasir toerekeningsvatbaarheid).

Senin, 13 April 2015

Bagaimana Formulasi Putusan Majelis Hakim dalam Perkara Perdata? Jelaskan!.



Bagaimana Formulasi Putusan Majelis Hakim dalam  Perkara Perdata? Jelaskan!.
Jawab :
Formulasi putusan adalah susunan atau sitematika yang harus di rumuskan dlam putusan agar memenuhi  syarat perundang –undangan .secara  garis besar  formulasi putusan di atur dalam Pasal 184 ayat (1) HIR atau Pasal 195 RGB. Apabila putusan yang dijatuhkan  tidak mengikuti susunan  perumusan yang di gariskan di pasal di atas ,putusan tidak sah dna harus dibatalkan. Lihat putusan MA No 312 K/Ship /1974. Kasusnya, Putusan PN  tidak mencantumkan  rumusan   posita gugat, padahal atau duduknya perkara, dan juga tidak mencantumkan dalam putusan jawaban tergugat  padahal jawaban dibarengi dengan  gugat rekonvensi.
a.      Mencantumkan Jawaban Tergugat
Keharusan mencantumkan jawaban tergugat  menurut Pasal 184 ayat (1) HIR, cukup  dengan ringkas  tidak mesti keseluruhan cukup diambil yang pokok dan relevan dengan syarat, tidak boleh menghilangkan  makna hakiki  jawaban tersebut hakim dapat menanyakan tergugat  tentang hal-hal yang kurang  jelas dalam meragukan dalam jawaban
Pengertian jawaban dalam arti luas, meliputi replik dan duplik serta konlklusi  oleh karena itu ,sesuai dengan tata tertib beracara, yang harus dirumuskan dalam putusaN meliputi replik dan duplik maupun konklusi.
b.     Uraian Singkat Ringkasn  dan Lingkungan  Pembuktian
Uraian  selannjutnya ,deskripsi fakta dan alat bukti atau  pembuktian  yang ringkas dan lengkap .dimulai dengan alat bukti atau  pembuktian yang ringkas dan lengkap yang di ajukan penggugat dan dilanjutkan dengan pembuktian  tergugat :
-        Alat bukti  apa saja yang diajukan masing –masing pihak ,
-        Terpenuhi atau tidak  syarat formil  dan  matriil masing- masing bukti yang diajukan.
c.      Pertimbangan Hukum
Dapat dikatakan pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari putusan, pertimbangan   berisi analisis, argumentasi, pendapat dan kesimpulan hukum dari   hakim yang memeriksa  perkara .Dalam pertimbangan dikemukakan analisis yang jelas berdasarkan  undang-undang pembuktian :
-      Apakah alat bukti yang di ajukan penggugat  dan tergugat  memenuhi kebutuhan formil dan materiil.
-      Alat bukti pihak mana yang mencapai  batas minimal pembuktian
-      Dalil gugatan  apa saja dan dalil bantahan apa saja yang terbukti ,
-      Sejauh mana nilai kekuatan pembuktian yang dimiliki  para pihak .                                                                                                        
d.     Ketentuan perudang –undang
Biasanya sudah baku menempatkan pokok masalah ini dalam putusan pada bagian memerintahkan .Dengan demikian penempatan dalam putusan setelah uraian  pertimbangan .
Putusan mencantumkannya, di anggap bukan merupakan dalam pencatatan serius oleh karena itu selalu di tolelir kalau cacat demikian berakibat membtalkan putusan pihak yang berperkara dan mengingkari asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. cara ini tidak efektif dan efisien kerna akan memperlambatproa ini tidak efektif dan efisien kerna akan memperlambat  proses  penyelesaian .

Bersambung .......
Untuk mengusir rasa kejenuhan sebagai Kasi Datun di Kejari Pematang Siantar
Aku mulai membaca buku-buku Hukum Acara Pidana, sulit sekali untuk mengingatnya, terpaksa point-point penting saya ketik sebagai cara untuk mengingatnya.....


Jelaskan jenis putusan pengadilan yang dapat dijatuhkan hakim dalam acara hukum perdata. !


Jelaskan jenis putusan pengadilan yang dapat dijatuhkan hakim dalam acara hukum perdata. !
Jawab :
Secara umum putusan pengadilan diatur dalam Pasal 185 HIR Pasal 196 RBG dan Pasal 46-68 Rv  Tampa mengurangi ketentuan lain seperti Pasal 180 Pasal 191 RBG yang mengatur putusan provinsi maka berdasarkan pasal–pasal yang disebut di atas, dapat dikemukakan berbagai segi putusan pengadilan yang dapat dijatuhkan hakim.
1.   Dari Aspek Kehadiran Para pihak
Dalam gugatan yang berbentuk contentiosa terlibat dua pihak  yang bersengketa yang terdiri dari pengugat dan tergugat. Gugatan contentiosa disebut juga advesary proceeding atau advensary system   yakni proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pertentangan  antara dua partai pada prinsipnya, setiap penyelesaian  perkara antara partai-partai  yang bersengketa. Berarti pada prinsipnya setiap penyelesaian sengketa yang bersifat  partai  di sidang  pengadilan, harus  dihadiri  para pihak, dan untuk itu para pihak  harus dipanggil secara  patut  oleh juru sita  sesuai  dengan tata cara  yang di gariskan  Pasal 390 ayat (1) HIR, Pasal 1-14 Rv, akan tetapi terkadang meskipun  para pihak dipanggil tampa pengingkaran  menghadiri  pemeriksaan persidangan.
a.      Putusan Gugatan Gugur
Bentuk putusan ini di atur  dalam Pasal 124 HIR ,Pasal 177 Rv, jika  penggugat tidak datang pada hari sidang yang di tetentukan, atau tidak menyuruh wakilnya untuk menghadiri padahal telah dipanggil  dengan patut, dalam kasus yang seperti itu:
·       Hakim dapat  berwenang  menjatuhkan putusan mengugurkan gugatan penggugat.
·       Berbarengan dengan itu  penggugat di hukum membayar  biaya perkara.
Akibat  hukum  yang timbul dari putusan tersebut, dijelaskan dalam Pasal 77 Rv.
b.      Putusan Verstek
Mengenai  bentuk putusan ini di atur  dalam  Pasal 125 ayat (1) HIR Pasal 78 Rv, pasal ini memberi wewenang kepada  hakim menjatuhkan putusan verstek: Tidak datang menghadiri
·       Apabila pada sidang pertama  pihak tergugat  tidak datang menghadiri  persidangan tampa alasan sah,
·       Padahal sudah di panggil oleh juru sita secara patut, kepadanya dapat dijatuhkan  putusan verstek. Putusan verstek merupakan kebalikan penguguran gugatan yakni sebagai hukuman yang diberikan undang-undang kepada tergugat atas kelingkarannya menghadiri persidangan yang ditentukan.
2.     Putusan Ditinjau dari Sifatnya
Ditinjau dari segi sifatnya, terdapat beberapa jenis putusan yang dapat dijatuhkan hakim. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut :
a.      Putusan Deskalator
Putusan Deskalator, selanjutnya di tulis  deklarator adalah yang berisi pernyataan atau  penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata–mata, misalnya putusan yang menyatakan ikatan perkawinan sah, perjanjian jual beli sah, hak pemilikan hak sah, yang disengketakan  sah atau tidak  sah sebagai  milik penggugat :penggugat tidak sah menjadi ahli waris atau harta terperkara adalah harta warisan penggugat yang  berasasl dari harta peninggalan  orang tuanya. Deklaratif (declatoir vonnis) adalah pernyataan hakim yang  tertuang  dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan ini merupakan  penjelasan atau penetapan  tentang suatu  hak atau titel maupun status.
b.     Putusan constitutief
Putusan  constitutief  atau konstitutif (constitutief vonnis) adalah putusan yang  memastikan suatu keadaan  hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum  baru. Misalnya  putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan keadaan hukum yakni tidak ada lagi ikatan hukum antara suami dan istri sehinggga putusan itu meniadakan hubungan perkawinan yang ada, yang berbarengan dengan itu timbul keadaan hukum baru kepada suami istri sebagai  janda dan duda.
c.      Putusan condemnatoir
Condemnatoir  atau komdenatoir adalah putusan yang memuat  amar menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan  yang bersifat komdenmator merupakan bagian yang tidak  terpisah dari amar deklaratif  atau konstutitutif. Dapat dikatakan amar kondemnator  adalah asesor  dengan  amar deklarator atau konstutif  karena amar  tersebut  tidak dapat berdiri sendiri  tampa didahului  amar deklaratif yang menyatakan bagaimana  hubungan hukum antara diantara para pihak. Contoh sengketa  mengenai  wanprestasi. Amar putusan deklaratif dalam kasus ini dapat berdiri sendiri tampa amar kondemnator.  Hakim dapat menjatuhl contoh sengketa  mengenai  wanprestasi. Amar putusan deklaratif dalam kasus ini dapat berdiri sendiri tampa amar kondemnator.  hakim dapat menjatuhkan  putusan menyatakan tergugat  wanprestasi. Sebaliknya amar putusan  kondemnator bukan  putusan menyatakan tergugat  wanprestasi .Sebaliknya amar putusan  kondemnator berupa penjatuhan hukuman kepada  tergugat untuk membayar ganti rugi kepada tergugat, terupa penjatuhan hukuman kepada  tergugat untuk membayar ganti rugi kepada tergugat, tidak dapat berdiri sendiri ,karena tidak dapat menghukumtergugat membidak dapat berdiri sendiri ,karena tidak dapat menghukumtergugat membayar ganti rugi  tampa lebih dahulu  ada amar  deklaratif  yang menyatakan terguagat melakukan wanprestasi  yang  menimbulkan kerugian kepada pengugat, oleh karena itu, amar putusan kondemnator :
·       Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan amar deklaratif, sehingga  amar deklarator  merupKn conditio sine qua non, atau merupakan syarat mutlak untuk menjatuhkan putusan deklarator .
·       Dan penempatan amar deklarator  dalam putusan yanag bersangkutan, mesti ditempatkan mendahului amar kondemnator.                                                                                                                                                                                                                                                      
Mengenai ciri putusan  kondemnator, di dalamnya tercantum amar atau diktum yang berisi kalimat :
·       Menghukum untuk membayar, menyerahkan, membongngkar, membagi dan sebagainya, atau
·       Memerintahkan untuk membayar, menyerahkan membongkar membagi dan sebagainya. Contoh putusan MA No 2869 K/Ship /1982. Amar putusan kondemnatornya berbunyi: Menghukum penggugat dan tergugat untuk mengadakan pemisahan dan pembaggian  harta peninggalan tersebut, dengan kertentuan kalau dalam tempo satu bulan  setelah putusan  mempunyai kekuatan hukum tetap, salah seorang dari penggugat /tergugat atau lebih enggan melaksanakan pembagian, pengadilan mengangkat seorang ketiga  yang memihak (notaris setempat) untuk mewakili pegugat  dan tergugat mengadakan pembagian dan pemisahan harta peninggalan tersebut.
Yang di inginkan hukum adalah kondemnator yang tegas  dan langsung  memberi wewenang  kepada pengadilan melaksanakan eksekusi, sekiranya hakim menemukan petitum gugat yang berisi rumusan kondemnator yang tidak jelas, fungsi hakim untuk merumuskan petitum itu menjadi jelas dan tegas .
3.     Putusan Ditinaju pada Saat Penjatuhanya
Ditinjau dari segi saat putusan dijatuhkan, dikenal beberapa jenis putusan yang dapat dideklasifikasi sebagai berikut :
a.      Putusan Sela
Disebut juga putusan sementara (temporary award, interim award). Putusan sela  berisi perintah  yang harus dilakukan para pihak yang berperkara untuk memudahkan hakim menyelasikan pemeriksaan perkara, sebelum dia menjatuhkan putusan akhir .sehubungan dengan itu, dalam teori dan praktik dikenal beberapa jenis putusan yang muncul dari putusan sela antara lain sebagai berikut :
1)     Putusan Preparator
Salah satu bentuk spesifikasi yang terkandung dalam putusan sela ialah putusan   preparatoir atau prepator (preparatoir vonnis) Tujuan putusan ini merupakan  persiapan jalannya pemeriksaan. Misalnya sebelum hakim memulai pemeriksaan ,lebih dahulu menerbitkan putusan putusan preparatoir  tentang thap-tahap proses atau  jadwal persidangan.
2)    Putusan Interlocutoir
Menurut Soepomo ,sering kali PN menjatuhkan putusan interlocutoir saat proses pemeriksaan tengah berlangsung .Putusan ini merupakan  bentuk khusus putusan sela (een interlocutoir vonnis een special sort tussen vonnis)  yang dapat berisi bermacam-macam  perintah sesuai dengan tinjauan yang hendak dicapai hakim
3)    Putusan insidentil
Dulu disebut  incidenteel vonnis atau putusan dalam insidentil, yakni putusan sela yang berlangsung dengan gugatan atau yang berkaitan langsung dengan gugatan insidentil atau yang berkaitan dengan penyitaan yang membebankan  pemberian uang jaminan dari pemohon sita, agar sita dilaksanakan ,yang disebut  cautio judicatum solvi.
b.     Putusan Akhir
Jenis putusan lain ditinjau dari segi bentuknya atau pada saat menjatuhkannya adalah putusan akhir (eind vonnis) atau dalam common law, sama dengan final judgement, kalau putusan sela diambil dan dijatuhkan hakim pada saat proses pemeriksaan  perkara pokok sedang berlangsung  maka putusan akhir diambil dan dijatuhkan pada akhir atau sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok.Banyak juga yang menyebutnya putusan penghabisan  sebagai alih bahasa dari eind vonnis.
Ada beberapa permasalahan yang perlu diketahui  mengenai putusan akhir, seperti yang di uraikan berikut ini.
1)    Secara Formil  Menampung  semua Fakta yang Ditemukan dan Putusan  sela yang Diambil.
Tindakan apa saja yang dilakukan hakim seperti penyitaaan, pemeriksaan setempat  atau segala  fakta  yang ditemukan  dan yang disampaikan   para pihak.
Putusan sela yang diambil maupun segala fakta :
·       Harus ditampung  dan dimasukan dalam putusan akhir
·       Dengan demikian segala tindakan dan putusan sela yang di ambil, harus tercantum  atau direkam  sebagai  satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan  putusan materi poko perkara dalam putusan akhir.
2)    Menetapkan secara Pasti  Hubungan Hukum antara para Pihak. Hal yang kedua, putusan akhir berisi  pernyataan dan penegasan  tentang  kepastian hubungan  hukum antara  para pihak  dengan permasalahan ataau objek  yang di sengketakan. Dalam putusan akhir ini lah  ditentukan   sah atau  tidak  hubungan  hukum  yang terjadi  antara pihak  yang berhak  atau objek bersengketa.
(1)  Pengabulan  gugatan dapat sekaligus  bersifat  deklaratif, konstitutif dan kondemnator.
Putusan akhir  yang berbentuk  pengabulan gugatan, bolehPutusan akhir  yang berbentuk  pengabulan gugatan, boleh saja  hanya bersifat  deklarator  atau kontitutif saja tanpa bersifat  kondemnator. Misalnya  hanya mengabulkan gugatan kondemnator. Misalnya  hanya mengabulkan gugatan saja dengan diktum menyatakan  penggugat  dan tergugat  adalah ahli waris  dari orang tua  mereka dan harta terperkara merupakan harta  peninggalan  orang  tugatan saja dengan diktum menyatakan  penggugat  dan tergugat  adalah ahli waris  dari orang tua  mereka dan harta terperkara merupakan harta  peninggalan  orang  tua penggugat dan tergugat .Putusan yang demikian  hanya memuat  diktum  yang bersifat  deklaratif . atau putusan yang hanya mengabulkan  pembatalan  perjanjian pekawinan dalah  diktum yang bersifat  konstitutif yang mengahiri  atau meniadakan  hubungan hukum di antaua penggugat dan tergugat .Putusan yang demikian  hanya memuat  diktum  yang bersifat  deklaratif . atau putusan yang hanya mengabulkan  pembatalan  perjanjian pekawinan dalah  diktum yang bersifat  konstitutif yang mengahiri  atau meniadakan  hubungan hukum di antara para pihak.

(2)    Pengabulan  gugatan dapat  seluruh  atau sebagian.
Sejauh  mana  pengabulan  gugatan  yang  dapat  diwujudkan dalam putusan  akhir, tergantung  pada beberapa  faktor, seperti  yang di uraikan  di bawah ini :
(a)     Kabulkan Seluruh gugatan,
Hakim  berwenang  mengabulkan seluruh gugatan  penggugat, akan tetapi agar kewenagan itu tidak melampaui  batas atau supaya kewenangan itu tidak  bercorak  penyalagunaan  kekuasaan .
(b)    Mengabulkan sebagian dan menolak selebihnya,
Sebagai kebalikan dari pengabulan seluruh  gugatan adalah pengabulan sebagian saja. Meskipun terpenuhi  krieteria gugatan mempunyai dasar hukum yang jelas, antara  posita dan petitum sejalan  dan saling mendukung akan tetapi :
·     Dalil gugatan yang terbukti  hanya sebagian  saja atau
·     Sedang yang  sebagian lagi tidak terbukti.
Maka dalam kasus yang seperti ini, tidak ada  dasar hukum untuk mengabulkan seluruh gugatan. Yang boleh atau yang dapat dikabulkan hanya sebagian saja. Dalam kasus seperti ini ,dalam  amar  harus terdapat  penegasan :
·       Mengabulkan gugatan penggugat  sebagian sebagai diktum pertama,
·       dan penegegasan menolak gugatan selebihnya sebagai diktum pertama
(c)   Mengabulkan sebagian dan menyatakan tidak dapat  diterima sebagaian  yang lain.
Variabel putusan mengabulkan  gugatan  yang lain, berupa:
·       Mengabulkan gugatan sebagian, dan
·       Menyatakan gugatan selebihnya tidak dapat diterima.
Penerapan yang demikian apabila berhadapan dengan gugatan, dimana sebagian dalil gugatan mempunyai dasar hukum dan dasar fakta yang jelas dan benar, disamping itu terdapat lagi dalil  gugatan yang mengandung cacat formil atau tidak memenuhi syarat  formil, seperti tidak memiliki dasar hukum, prematur, atau daluwarsa dan sebagainya.
(d)  Mengabulkan sebagian dan menolak sebagian serta tidak dapat di terima sebagian .
Corak  mengabulkan yang lain, memuat  amar yang berisi  jenis penegasan :
·       mengabulkan  sebagian  gugatan Pengabulan ini  meliputi petitum yang dalil  gugatan nya berhasil  dibuktikan penggugat
·       Menolak sebagian penggugat,  amar yang berisi penegasan  menolak  sebagian gugatan, ditunjukan kepada petitum yang dalil gugatanya tidak terbukti .
·       Menyatakan bagian  yang lain atidak dapat  diterim   Selain dijumpai  dalil gugatan yang dibuktikan maupun yang tidak dapat dibuktikan, ternyata pula ditemukan sebagian dalil gugatan tidak memenuhi syarat  formil, Misalnya dalil  yang bersangkutan tidak  mempunyai dasar hukum atau dalil gugatan itu masih prematur.
·       Bersambung .......
·       Untuk mengusir rasa kejenuhan sebagai Kasi Datun di Kejari Pematang Siantar
·       Aku mulai membaca buku-buku Hukum Acara Pidana, sulit sekali untuk mengingatnya, terpaksa point-point penting saya ketik sebagai cara untuk mengingatnya.....