Senin, 22 September 2014

Memahami unsur-unsur undang-undang tindak pidana korupsi



Lemahnya pengetahuan hukum tentang korupsi dapat berakibat pada penanggulangan korupsi menjadi stagna atau banyak kasus korupsi yang tidak tuntas. Substansi perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dapat diuraikan sebagai berikut :
1)   Perbuatan melawan hukum dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu koorporasi atau kelompok yang dapat merugikan keungan Negara. Ancaman  hukuman seumur hiduo atau paling lama 20 (duapuluh) tahun atau paling singkat 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyart rupiah), Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 . dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam  ayat 1 dilakukan  dalam keadaan tertentu  pidana mati dapat dijatuhkan.
Unsur-unsur sebagai berikut :
a)    Setiap orang
b)   Secara melawan hukum
c)    Melakukan perbuatan : - memperkaya diri sendiri, - orang lain atau –memperkaya suatu koporasi,
d)   Yang dapat merugikan keuangan Negara atau prekonomian Negara

Penjelasan unsur-unsur :
a)   Setiap orang.
Kata “setiap orang” menunjukan kepada siapa orannya harus bertanggung jawab atas perbuatan/kejadian yang didakwakan atau siapa orang yang harus dijadikan terdakwa. Kata setiaporang identic dengan terminology kata “barang siapa” atau hij dengan pengertian sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dadar  atau setiap orang sebagai subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban)  yang dapat diminta pertanggung jawaban dalam segala tindakannya sehingga  secara historis kronologis manusia sebagai subjek hukum telah dengan sendirinya ada kemampuan bertanggung jawab kecuali secara tegas undang-undang menentukan lain. Oleh karena itu kemampuan bertanggung jawab (toeerekeningsvaaanbaarheid) tidak perlu dibuktikan lagi karena setiap subjek hukum melekat erat dengan kemampuan bertanggung jawab sebagaimana ditegaskan dalam Memorie van Toelichting (MvT) Buku Pedomn Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Buku II, Edisi Revisi tahun 2005, hal 209 dan Putusan MA No. 1398 K/pid/1994 tanggal 30 Juni 1995.
Yang dimaksud dengan “setiap orang” dalam pasal 1 butir 3 UU No. 31 /1999 adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Dalam hal ini adalah subjek atau pelaku tindak pidana yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya yang terdiri dari perseorangan atau korporasi. Korporasi  adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang teroganissi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 ditegaskan  bahwa “dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.”  Kemudian dalam penjelasan Pasal 20 ayat 1 dijelaskan bahwa dimaksud dengan “pengurus”  adalah organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggran dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataanya memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasi sebagi tindak pidana korupsi.
Sedangkan pegawai negeri menurut Pasal 1 UU No. 31 tahun 1999 meliputi :
-      Pegawai negeri sebagai mana dimaksud dalam undang-undang tentang kepegawaianà UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian sebagaimana  dirubah dengan UU No. 43 Tahun 1999.
-      Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah;
-      Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah;  atau
-      Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
Sesuai dengan perluasan pengertian pegawai negeri dalam ketentuan tersebut diatas,maka dapat dirinci lebih luas lagi tentang subjek yang termasuk dalam kategori pegawai negeri yaitu :
-      Pegawai Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi
-      Pegawai pada kementerian/Departemen  dan Lembaga Pemerintahan Non Departemen.
-      Pegawai pada Kejaksaan Agung RI
-      Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD Propinsi/daerah Tingkat II;
-      Pegawai pada Perguruan Tinggi Negeri;
-      Pegawai pada Komisi dan Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keputusan Presiden, Sekretaris cabinet (sekab) dan Sekertris Militer (sekmil);
-      Pegawai pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
-      Pegawai pada badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata usaha Negara);
-      Anggota TNI dan POLRI serta PNS di Lingkungan TNI dan POLRI;
-      Pimpinan dan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah;.

b)   Secara melawan hukum.  Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dijelaskan dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UU No. 31/1999 yaitu mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formal amaupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggab tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.  Kemudian dalam penjelasan pasal 1 ayat 1 sub a UU No. 3/1971 bahwa perbuatan “melawan hukum  tidak dijadikan sebagai perbuatan yang dapat dihukum, melainkan melawan hukum ini adalah sarana untuk melakukan perbuatan yang dapat dihukum yaitu “memeperkaya diri sendiri” atau “orang lain” atau “suatu badan”.
Dalam unsur ini, pembentuk undang-undang mempertegas elemen secara melawan hukum yang mencakup perbuatan melawan secara formil dan materiil, yakni meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi apabila perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat, perbuatan tersebut dapat dipidana.
Kemudian dalam penjelasan Pasal 1 ayat 1 sub a UU No. 3/1971 bahwa “perbuatan melawan hukum” tidak dijadikan sebagai perbuatan yang dapat dihukum, melainkan melawan hukum ini sarana untuk melakkan perbuatan yang dapatdihukum yaitu “memperkaya diri sendiri” atau “orang lain” atau “suatu badan”.
Dalam unsur ini, pembentuk undang-undangmempertegas elemensecara “melawan hukum”  yang mencakup perbuatan melawan hukum secara formil dan materiil, yakni meskipun perbuatan ini tidak diatur  dalam peraturan perundang-undangan , akan tetapi apabila diangap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat, perbuatan tersebut dapat dipidana.
Pada dasarnya perbuatan melawan hukum formal (formale wederrechtelijk) dan perbuatan hukum materiil (materiede wederrechtelijk) telah lama dianut dalam sistem peradilan peradilan.
Kemudian dalam praktik peradilan tindak pidana korupsi khususnya terhadap perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk)  melalui yurisprudensi.
Putusan MA No. 42.K/Kr/1966 tanggal 8 Januari 1966 yang menerapkan sifat melawan hukum materiil dengan fungsi yang bertujuan menghilangkan alas an penghapus pidana (tidak tertulis). Mahkamah Agung berpendapat bahwa adannya tiga factor yang menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan.  Pertimbangan didasararkan asas-asas keadilan dan asas-asas hukum yang tidak tertulis. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, normative, teoritis, Praktik dan masalahnya, alumni Bandung, hal 83.


c)    Melakukan perbuatan : - memperkaya diri sendiri, - orang lain atau –memperkaya suatu koporasi. Memperkaya diri sendiri atau suaty memperkaya korporasi perkataan “memperkaya diri sendiri”  atau “orang lain”  atau “suatu badan” yang jika dihubungkan dengan pasal 18 ayat 2 UU No. 3/1971, maka merupakan upaya untuk mengumpulkan kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau penambahan kekayan dari sumber-sumber yang tidak sah, yang memberi kewajiban kepada terdakwa untuk memberikan keterangan sumber kekayaanya sedemikian rupa. Terminology “memeperkaya” dalam konteks tindak pidana korupsi ini telah dikenal mellaui ketentuan pasal 12 ayat 2 Peraturan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Prt/peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958 jo Peraturan Pengusaha Perang kepala Staf Angkatan Laut No. Prt/Z.I/1/7 tanggal 17 April 1958, Pasal 1 huruf b UU No. 24 Prp Thaun 1960, pasal 1 ayat 1 huruf a UU no. 3/1971 dan Pasal 2 ayat 1 UU no. 3/1971. Pada dasarnya, maksud “memeperkaya diri sendiri” dapat ditafsirkan bahwa pelaku bertambah kekayaanya atau menjadi lebih kaya karena perbuatan korupsi yag dilakukan tersebut.
Modus operanndi perbuatan memperkaya diri sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan membeli, menjual, memindah bukukan rekening, menandatangani kontrak serta perbuatan lainny sehingga pelakujadi bertambah kekayaanya.
Memperkya  “orang lain” menurut Darwin Prinst adalah bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku , ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaannya atau bertambahnya harta bendannya. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT Citra Aditya Bakti, bandung hal.31.

d)   Yang dapat merugikan keuangan Negara atau prekonomian Negara.
Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apa pun, yang dipisahkan  atau yang tidak dipisahkan,  termasuk didalamnya  segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
-      Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat  maupun ditingkat daerah;
-      Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan  pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan Hukum, dan Perusahaan yang menyertakan  modal Negara atau perusahaan yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan  perjanjian  dengan Negara.
Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian  yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan  pada kebijakan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun didaerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan  yang berlaku yang bertujuan  memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan  kepada kehidupan rakyat. Referensi praktik peradilan Mahkamah Agung  RI dalam Putusan  No. 1164 K/Pid/1985 tanggal 31 Oktober 1986 dalam perkara Tony Gozaly als Go Tiong Kien memberikan konklusi tentang perbuatan terdakwa yang merugikan perekonomian  Negara yaitu perbuatan terdakwa yang membangun tanpa izin diwilayah perairan milik Negara  sehinnga Negara tidak bisa mempergunakan untuk kepentingan umum, sehingga perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan yang merugikan keuangan Negara. Adapun pertimbangan  MAhkamah Agung RI  dalam putusan tersebut adalah  bahwa “perbutan terdakwa tersebut adalah melawan hukum, karena ia membangun diatasnnya tanpa hak/tanpa izin yang berwajib dan sebagai akibat dari perbuatannya tersebut sebagian  dari wilayah perairan  pelabuhan ujung pandang tidak dapat digunakan  lagi untuk kepentingan umum. Bahwa wilayah perairan tersebut  adalah milik Negara, sehingga penggunaan dari padannya oleh terdakwa jelas merugikan perekonomian Negara”.
Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 20 tahun 2001 ada unsur “dilakukan dalam keadaan tertentu”  didalam penjelasan dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan social yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter dan penanggulangan tindak pidanakorupsi.



2)   Menyalah-gunakan  kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padannya karena jabatan atau kedudukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau ornag lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara. Ancaman hukuman penjara seumur hidup atau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 1 (satu) tahun  dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,. (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Pasal 3 UU No. 31/1999).
Perbuatan “menyalahgunakan kewenangan” merupakan perbuatan korupsi yang pada hakikatnya diterapkan kepada pejabat/pegawai negeri  yang dapat menyalahgunakan jabatan, kedudukan  dan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padannya, jika melihat perluasan pengertian pegawai negeri  sebagai mana bunyi pasal 1 ayat  2 UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001.  Akan tetapi jika melihat pengertian menurut SK Pengangkatan Pegawai Negeri, maka tentunya kategori orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi atau dari keunangan Negara atau modal negara. Tidak memiliki sk pengangkatan sebagai pegawai negeri, juga termasuk dalam subjek ketentuan pasal ini.
Terminology “menyalahgunakan”  adalah sangat luas cakupan pengertiannya dan tidak terbatas secara limitative pada pasal 53 KUHP, kongkretnya “penyalahgunaan” dapat diartikan dalam konteks adaanya hak atau kekuasaan yang dilakukukan tidak sebagai mana mestinya seperti melakukan proses pelaksanaan yang tidak sesuai dengan program atau penggunaanya yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“menyalahgunakan kesempatan” dapat diartikan menyalahgunakan waktu dan kesempatan yang ada pada diri pelaku karena eksistensi kedudukan dan atau jabatannya , sedangkan  “menyalahgunakan  sarana” berarti  menggunakan fasilitas dinas yang ada karena kedudukan dan atau jabatannya bukan untuk kepentingan dinas akan tetapi untuk kepentingan pribadi atau  orang lain diluar dinas dengan maksud untuk mengambil keuntungan pribadi dari sarana tersebut.
“kedudukan” menurut Sudarto dalam buku Kapita selekti Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981 hal 141, adalah perkataann “jabatan”  adalah meragukan terutama jika kedudukan ini diartikan fungsi pada umumnya, karena seorang direktur bank swasta misalnya juga mempunyai kedudukan.

3)   Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b UU No. 20/2001. Pegawai negeri atau penyelenggara negra yang menerima pemberian tersebut  (Pasal 5 ayat 2 UU No. 20 /2001) ancaman penjara 5 tahun  dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Unsur “memberi hadiah atau janji” .  Hadiah  atau yang dalam penjelasan Pasal 12 B ayat 1 UU No. 20/2001, disebut “gratifikasi” adalah pemberian ung, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tampa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalamnegeri maupun diluar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan  sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Sedangkan janji adalah pemberian harapan untuk memberikan gratifikasi pada waktu tertentu dan dengan syarat tertentu.
Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, maksud dari unsur ini adalah bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karenakekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatanatau kedudukan orang yang diberi hadiah atau janji. Pengertian lain kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan itu tidak ada, maka tidak aka nada  hadiah atau janji itu.
Oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukantersebut, dengan pengertian bahwa orang yang memberikan hadiah atau janji itu mendasarkan pemberiannya pada kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan orang yang diberi hadiah atau janji. Hadiah atau janji ditujukan agar orang yang diberi hadiah atau janji  melakukan  atau tidak melakukan  suatu perbuatan yang berhubungan dengan kekuasaan  atau wewenang  yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.

4)   Memberikan sesuatu kepada hakim atau advokat untuk mempengaruhi putusan atau pendapatnya (pasal 6 ayat 1 huruf a dan b UU No. 20/2001). Hakim atau adokad yang menerima pemberian tersebut (pasal 6 ayat 2 UU No. 20/2001). Ancaman pidana penjara 15 (lima belas) tahun, dan denda Rp. 150.000.000, (sertus lima puluh jut rupiah) hungga Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Unsur kepada hakim, hakim adalah  pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili, sedangkan mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus prkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Hakim yang dimaksud dalah hakim yang mengadili perkara tertentu yang terkait dengankepentingan orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu.
Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Artinnya bahwa maksud orang itu memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu semata-mata untuk mempengaruhi putusan hakim itu terhadap perkara yang ditangani, agar menguntungkan  bagi si pemberi atau yang menjanjikan.

5)   Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit  Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) terhadap :
a.     Pemborong atau ahli bangunan.  Bagunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan / atau atau di dalam tanah dan/ atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiantannya khusus sebagaimana dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan.
b.     Pemborong adalah orang yang melaksanakan tender pembangunan dan atau ahli bangunan  adalah orang yang merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu bangunan. Pada waktu membuat bangunan , perbuatan melanggar hukum atau pembangunan yang tidak sesuai dengan kriteria standar tyang  merupakan persyaratan  bangunan sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang dilakukan saat  sedang mengerjakan pekerjaan membangun (membuat bangunan).
c.      Penjual bahan bangunan, yakni orang yang mempunyai pencaharian atau pekerjaan  sebagai penjual  bahan-bahan bangunan. Pada waktu peyerahan bahan bangunan  yaitu melakukan  perbuatan yang sedemikian rupa pada saat menyerahkan  bahan bangunan, artinya bahaya  terhadap keselematan dan keamanan  orang atau barang akibat dari bangunan itu disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dari penjual bahan bangunan yang melakukan tipu muslihat sehingga pembangunan suatu bangunan tidak memenuhi  syarat sesuai dengan undang-undang.
d.     Melakukan perbuatan curang yaitu  diartikan melakukan perbauatn hukum seperti penipuan, atau perbuatan  melawan hukum, seperti penipuan atau perbuatan yang bermaksud  menguntungkan diri sendiri  atau golongan  atau korporasi  yang bertentangan  dengan tujuan pekerjaanya. Menurut pasal 387 KUHP bahwa perbuatan  curang pemborong  atau ahli bangunan adalah perbuatan penipuan yang berakibat pada kerusakan  bangunan seperti  robohnya gedung, bendungan air jebol, jembatan yang roboh dan sebagainnya.  Jadi perbuatan itu dilakukan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan  bangunan yang dibangunnya menjadi tidak laik sesuai dengan persyaratan atau tidak sesuai dengan perencanaannya.
e.     Yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan Negara, maksudnya  bahwa kerusakan  bangunan tersebut dapat mengancam keselamatan dan keamanan atu mengancam jiwa orang atau barang yang menggunakan atau ada diatas dan disekitar bangunan itu. 
f.      Dalam keadaan perang, menurut pasal 96 ayat 3 KUHP yaitu dalam waktu terancam  bahaya perang. Waktu perang dipandang telah ada juga apabila sudah diperintahkan  mobiliasasi  (persiapan akan bergerak) dan selama bala tentara itu masih dalam persiapan untukbergerak (mobilisasi). Menurut pasal 128UUDS Indonesia 1950, bahwa “perang”  adalah suatu keadaan yang dinyatakan  oleh Presiden denganizin terlebih dahulu dari DPR, sedangkan menurut  pasal 129 bahwa Presiden dapat menyatakan  Daerah Republik Indonesia atau bagian-bagiannya dalam keadan bahaya sebagaimana penjelasan  R Soesilo tentang  Pasal 96 KUHP  halaman  103.
g.     Yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan. Yang dimaksud  dalam unsur ini adalah orang yang mempunyai tanggung jawab  sebagai pengawas  pembnagunan  suatu bangunan  atau pengawas  dalamhal jual beli (termasuk penyerahan dari penjual) bahan bangunan.
h.     Membiarkan perbuatan curang artinya bahwa pengawas pembangunan  atau penyerahan  bahan bangunan itu sebenarnya  mengetahui bahwa telah terjadi perbuatan curang  atau perbuatan melawan hukum, tetapi tidak mempunyaiupaya untuk menghalangi, menggagalkan  atau melaporkan  perbuatan tersebut.
i.       Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau  Kepolisian RI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara  dalam keadaan perang.  Yang dimaksud dalam unsur iniadalah  menyerahkan  keperluan  atau perlengkapan TNI/Polri, yang dapat membahayakan  keselamatan Negara dalam keadaan perang. Mengancam keselamatan Negara  dalam  keadaan perang  artinnya  akibat perbuatan  itu Negara dapat  mengalami kehancuran atau kekalahan dari musuh.
j.       Pegawai negeri dalam tugas dan jabatannya mengelapkan uang atau surat berharga atau membiarkan  diambil atau digelapkan  orang lain sebagaimana dalam Pasal 8 UU No. 20/2001. Pegawai negeri atau bukan pegawai negeri yang diserahi tugas  untuk menjalankan jabatan umum yakni jabatan sebagai pegawai negeri, atau pekerjaan yang menyangkut kepentingan Negara.
1.    secara terus menerus atau sementara waktu maksudnya  adalah baik yang diangkat sebagai pegawai negeri secara terus menerus maupun waktu tertentu.
2.    Mengelapkan uang atau surat berharga, Penggelapan menurut pasal 372 KUHP adalah dengan sengaja memiliki hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian dari barang itu termasuk kepunyaan orang lain atau sebagai dari barang itu termasuk kepunyaan orang lain, namun barang itu berada ditangannya bukan karena kejahatan. Dengan demikian penggelapan yang dilakukan  oelh para pelaku yang bukan pegawai negeri tetapi diserahi tugas sebagai pegawai negeri, diterapkan pasal 372 KUHP, sedangkan bagi Pegawai Negeri atau orang bukan pegawai negeri tetapi diserahi tugas  sebagai pegawai negeri dikenakan pasal ini juga.  Kemudaian agar unsur ini terpenuhi, maka objek yang digelapkan  harus berupa uang atau surat berharga.
3.    Disimpan karena jabatannya,  dalam unsur ini  adalah bahwa uang atau surat berharga itu harus disimpan oleh pelaku karena sesuai dengan jabatannya. Membiarkan uang atau surat berharga tersbeut  diambil atu digelapkan  orang lain, maksudnya bahwa meskipun bukan pegawai negeri itu yang menggelapkan, akan tetapi mengetahui bahwa ada orang lain  yang mengelapkan uang atau surat berharga disimpan karena jabatannya, dan dibiarkan  itu terjadi, maka unsur itu terpenuhi.
4.    Membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.  Unsur ini dapat diartikan  bahwa yang melakukanpenggelapan adalah orang lain selain pegawai negeri yang karena jabatannya menyimpan surat atau surat berharga itu, akan tetapi perbuatan pengelapan itu terjadi karena bantuan atau kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemegang  atau penyimpan uang atau surat berharga, maka  unsur ini dapat terpenuhi.
5.    Pegawai negeri atau orang yang diberi tugas menjalankan jabatan, memalsu buku-daftar yang khusus pemeriksaan administrasi (pasal 9 UU No.20/2001). Memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi,  maksud unsur ini adalah membuat rekayasa sedemikian rupa terhadap buku atau daftar-daftar yang khusus sehingga tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sehingga mengaburkan fakta pemeriksaan  administrasi oleh pihak  yang berwenang. Membuat buku atau daftar tersebut seolah-olah asli, padahal bukan asli.

6)   Dipidana denagn penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda  paling sedikit Rp. 100.000.000, (sertaus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,- (tiga ratus limapuh juta rupiah), pegawai  negeri atau orang lain pegawai negeri yng diberikan tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau  untuk sementara waktu, dengan senagaja :
a.     mengelapkan, menghancurkan, merusakkan , atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan  untuk menyakinkan  atau membuktikan  dimuka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
b.     membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidk dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut.
c.      Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut. (Pasal 10 UU No. 20/2001).
Pada dasarnya ketentuan sama dengan penjelasan  pasal 10 UU No. 20/2001, hanya subjek dalam ketentuan ini adalah orang lain selain pegawai negeri yang terlibat  dalam perbuatan korupsi tersebut. Barang, akta, surat atau daftar yang terkait dengan pekerjaan atau jabatannya. Barang, akta, surat atau daftar merupakan alat bukti yang dapat dijadikan sumber atau petunjuk yang mengambarkan keadaaan yang sesungguhnya tentang jalannya pelaksananan tugas dan jabatan atau kebijakan.
Yang digunakan untuk menyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang. Barang, akta, surat atau daftar merupakan alat bukti yang dapat dijadikan bukti didalam siding pengadilan.
Yang dikuasai karena jabatannya, barang, akta, surat, atau daftar berada dalam penguasaanya karena jabatannya, baik untuk membuat maupun menyimpan barang, akta, surat atau daftar tersebut.

7)   Pegawai Negeri yang menerima janji atau hadiah karena kekuasaan atau wewenang yang berhubungan dengan jabatannya. Ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun, dan denda Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) hingga Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) (Pasal 11 UU No.20/2001).

8)   Pasal 12 ayat 1 UU No. 20/2001, Pasal 15 UU No. 31/1999, Pasal 16 No. 31/1999, dapatlah dipahami bahwa membedakan korupsi dengan kejahatan lain adalah sebagai modus antara lain :

1.     Pencurian sebgaimana dimaksud dalam Pasal 363 KUHP, hukum pidana mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
-       perbuatan mengambil, yaitu mengambil untuk dikuasai.
-       Sesuatu barang, dalam hali itu barang berupa kayu yang pada waktu diambil tidak berada dalam penguasaan pelaku.
-       Sebagaian atau seluruhnya milik orang lain, dalam hal ini hutan dapat merupakan hutan adat dan hutan hak yang termasuk dalam hutan Negara yang tidak dibebani hak.
-       Dengan  sengaja atau dengan maksud ingin memiliki dengan melawan hukum. Jelas bahwa kegiatan penebangan kayu dilakukan  dengan sengaja dan tujuan dari kegiatan itu adalah untuk mengambil manfaat dari hasil hutan berupa kayu tersebut (untuk dimiliki). Akan tetapi ketentuan hukum hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban dalam pemanfaatan  hasil hutan berupa kayu, sehinggakegiatan bertentangan dengan ketentuan itu berarti kegiatan yang melawan hukum yang bukan menjadi haknya menurut hukum.
2.     Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 sampai dengan pasal 377 KUHP. Dalam penjelasan pasal 371 KUHP, pengelapan artinya mengambil suatu barang yang sebagaian atau seluruhnya adalah hak milik orang lain yang berada didalam kekuasaanya untuk dimiliki melawan hak.
3.      Selain pencurian dan pengelapan tersebut modus lain seperti monopoli, money loundering, white colar crime, money politic, fraud crime, bank crime, crime as business.

Jumat, 19 September 2014

Korupsi dalam Konsep Hukum Materiil


Korupsi dalam Konsep Hukum Materiil

Kamis, 18 September 2014

Korupsi dalam Konsep hukum formal


Korupsi dalam Konsep hukum formal