Minggu, 26 Juni 2016

Eksepsi

Eksepsi

Eksepsi secara umum berarti pengecualian, akan tetapi dalam konteks hukum acara, bermakna tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal- hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara (M.Yahya Harahap, 2002:418).

Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP pengajuan keberatan adalah hak dari terdakwa dengan memperhatikan bahwa eksepsi harus diajukan pada siding pertama yaitu setelah Penuntut Umum membacakan surat dakwaan. Eksepsi yang dapat diajukan di luar tenggang waktu tersebut adalah eksepsi mengenai kewenangan mengadili sebagaimana disebut dalam Pasal 156 ayat (7) KUHAP.

Eksepsi di bagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1)  Eksepsi Kewenangan Mengadili (exception of incompetency) pengadilan yang dilimpahi perkara tidak berwenang mengadili. Kewenangan mengadili sendiri terdapat dua jenis yaitu tidak berwenang secara absolutyang didasarkan pada faktor perbedaan lingkungan peradilan berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman dan jugatidak berwenang secara relatifyang didasarkan pada faktor daerah atau wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama.

2)  Eksepsi Kewenangan Menuntut Gugur dalam ini terjadi karena tindak pidana yang didakwakan telah pernah diputus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau dalam bahasa latinnya ne bis in idem atau terjadi karena penuntutan yang diajukan telah melampau tenggang waktu atau daluarsa (soal daluarsa dalam KUHP diatur dalam Pasal 78 – 82) atau terjadi karena terdakwa telah meninggal dunia.

3)  Eksepsi Dakwaan Tidak Dapat Diterima, hal ini diajukan bila tata cara pemeriksaan yang dilakukan tidak memenuhi syarat formil. Apabila tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa sedang dalam pemeriksaan di pengadilan negeri lain. Apabila orang yang diajukan sebagai terdakwa keliru (salah orang) dalam artian yang seharusnya diajukan adalah orang lain (dalam hal ini pelaku tindak pidana yang sebenarnya), Apabila bentuk dakwaan yang diajukan tidak tepat dalam hal ini berarti Penuntut Umum keliru dalam merumuskan tindak pidana .

4)  Eksepsi Dakwaan Batal Demi Hukum, dalam hal ini dakwaan tidak memunhi syarat yang diminta dalam Pasal 142 ayat (2) KUHAP sehingga dianggap kabur, membingungkan, sekaligus menyesatkan yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri. Ada beberapa sebab yang menyebabkan dakwaan batal demi hukum diantaranya adalah Dakwaan tidak memuat tanggal dan tanda tangan dimana berdasarkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP meminta Jaksa Penuntut Umum untuk membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan tanda tangan, Dakwaan tidak memuat secara lengkap identitas terdakwa yang terdiri dari nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan (Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Dakwaan tidak menyebut tempat dan waktu kejadian dimana tindak pidana tersebut terjadi (Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP). Dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai uraian tindak pidana yang didakwakan dalam artian semua unsur delik dirumuskan dalam pasal pidana yang didakwakan harus cermat disebut satu persatu serta menyebut dengan cermat, lengkap, dan jelas mengenai cara tindak pidana dilakukan secara utuh. 

Tanjungpinang, Paris Manalu, SH MH.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar