Hambatan dalam megungkap kasus tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia sebagaimana pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia antara lain sebagai berikut:
1. Tersangka melarikan diri, identitasnya tidak jelas, pelaku
tidak diketahui keberadaannya dan tidak dapat dilakukan penahanan pada
tersangka. Pada kasus pengalihan jaminan fidusia modus pelaku yaitu mengalihkan benda bergerak objek jaminan
fidusia, tanpa itikad tidak baik tanpa sepengetahuan kreditur. Biasannya pelaku
disini telah memenuhi unsur dari pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, yaitu: “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah)”.
Unsur-unsur
dalam pasal dibagi dua :
a.
Unsur obyektif:
- Mengalihkan
- Menggadaikan
- Menyewakan
- Benda obyek jaminan fidusia
- Pemberi fidusia
- Tanpa persetujuan tertulis
b.
Unsur subyektif:
- Dengan sengaja.
Berdasarkan
ketentuan pidana pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia meskipun
telah memenuhi unsur-unsur pasal diatas pelaku tidak dapat dilakukan penahanan
dengan alasan karena pada pasal tersebut ketentuan pidana penjara paling lama 2
tahun, sedangkan dalam KUHAP pasal 21 ayat 4, yaitu:
-
tindak pidana itu
diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
-
tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1),
Pasal 351ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal
453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap
Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor
471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang TindakPidana Imigrasi
(Undang-undang Nomor 8 Drt.Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8),
Pasal 36 ayat (7), Pasal 41 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086). Ketentuan pasal tersebut
menjelaskan bahwa alasan dapat dilaksanakan penahanan apabila tindak pidana
tersebut diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Sedangkan pada
pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, dikenakan pidana penjara
hanya 2 tahun. Dengan demikian, pelaku pengalihan objek jaminan fidusia tidak dapat dilakukan penahanan karena pidana penjaranya tidak memenuhi
ketentuan pasal 21 KUHAP.
Pada
proses penyidikan dan pada proses persidangan pelaku biasanya kabur atau
melarikan diri, dan tidak memenuhi panggilan dari penyidik. Dalam kenyataanya
dilapangan penyidik dalam melakukan pemanggilan kepada si tersangka, si pelaku
tersebut tidak memenuhi pemanggilan dari penyidik seperti si tersangka itu
kabur/melarikan diri. Selain itu dalam pemalsuan identitas penyidik kesulitan
dalam mencari keberadaan dari si tersangka, karena alamat yang ada di dalam
identitasnya tersebut bukan merupakan identitas asli dari si tersangka sehingga
hal tersebutlah yang membuat kesulitan penyidik dalam mencari keberadaan dari
si tersangka.
2.
Objeknya sulit
ditemukan.
Berdasarkan kasus pengalihan objek
jaminan fidusia salah satunya: dengan ilustrasi; “tersangka telah mengalihkan
kendaraan objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga berupa sepeda motor, dalam
perjalanan waktu pihak ketiga telah mengalihkan lagi objek jaminan fidusia
kepada pihak lain, dan pihak lain tersebut ternyata juga sudah mengalihkan
objek jaminan fidusia.”
berdasarkan kasus yang sudah diuraikan
diatas objek jaminan fidusia sulit ditemukan karena keberadaan objek yang sulit
ditemukan keberadaanya.
Hal ini sering ditemui oleh penyidik
dikarenakan modus dari pelaku mengalihkan objek jaminan fidusia kebeberapa
pihak.
Dalam hal ini jaksa biasanya memberikan
P19 kepada penyidik untuk menggunakan pasal 372 KUHP agar dapat dilakukan
penahanan, dan pada tahap persidangan si tersangka agar mudahdihadapkan
dipersidangan dan agar tidak kabur dan melarikan diri lagi dalam pemeriksaan di
persidangan.
Permasalahan seperti
diatas perlu mendapat solusi supaya efektif dalam melaksanakan penegakan
huku :
a) Implementasi pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia dalam kasus pengalihan objek jaminan fidusia dalam mengungkap
suatu tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia harus sesuai dengan pasal
36 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, karena pasal
tersebutlah yang mengatur tentang ketentuan pidana dalam kasus pengalihan objek
jaminan fidusia. selain itu penyidik dalam menangani kasus pengalihan objek
jaminan fidusia selalu menerapkan pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan
fidusia, karena unsur-unsur yang dilakukan oleh si pelaku telah memenuhi unsur dari
pasal 36 tersebut, maka penyidik menerapkan pasal tersebut kepada pelaku
pengalihan objek jaminan fidusia.
b) Kendala dan upaya penyidik dalam mengungkap tindak pidana
pengalihan objek jaminan fidusia pada tindak pidana pengalihan objek jaminan
fidusia bermacam-macam, tetapi yang sering dihadapi penyidik pada kasus
pengalihan objek jaminan fidusia yaitu tersangka melarikan diri, identitas
tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaaannya, dan tidak
dapat dilakukan penahanan.
Hambatan
tersebut yang dihadapi penyidik pada kasus pengalihan objek jaminan fidusia,
karena pada kasus tersebut tersangka sering kabur dan tidak datang apabila
dipanggil oleh penyidik maupun di muka persidangan. Selain itu ada hambatan
lain yang dihadapi oleh penyidik yaitu objeknya sulit ditemukan, karena
keberadaan dari objek benda jaminan fidusia tersebut keberadaannya sulit
ditemukan, di karenakan benda objek jaminan fidusia tersebut sudah beralih
kepada pihak lain dan tidak lagi berada di pihak kreditur, sehingga benda objek
jaminan fidusia tersebut sulit ditemukan dan diketahui keberadaannya.
Dalam
setiap kendala yang dihadapi penyidik ada upayanya, yaitu upaya yang dilakukan
penyidik dalam menanggulangi hambataan tersebut yaitu seperti tersangka
melarikan diri, identitasnya tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaannya,
dan tersangka tidak dapat dilakukan penahanan.
c) Sebaiknya dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan
fidusia jangan mengatur tentang kepentingan debitur saja tapi juga mengatur
tentang kepentingan kreditur juga.
d) Pemerintah lebih banyak membuka cabang kantor pendaftaran jaminan
fidusia di daerah-daerah, dan tidak hanya berada pada per provinsi saja, agar
dalam pendaftaran tidak ada kendala kesulitan.
e) Lembaga pembiayaan dalam memberikan uang muka atau DP lebih memperhatikan
lagi dan mempertimbangkan, jangan memberikan uang muka atau DP dengan nilai
yang minim.
f) Bagi masyarakat lebih menaati hukum dan lebih sadar akan
efek yang ditimbulkan apabila melakukan atau melanggar hukum.