Rabu, 01 April 2015

Hambatan menerapkan pasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.


Hambatan dalam megungkap kasus tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia sebagaimana pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia antara lain sebagai berikut:
1.     Tersangka melarikan diri, identitasnya tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaannya dan tidak dapat dilakukan penahanan pada tersangka. Pada kasus pengalihan jaminan fidusia modus pelaku  yaitu mengalihkan benda bergerak objek jaminan fidusia, tanpa itikad tidak baik tanpa sepengetahuan kreditur. Biasannya pelaku disini telah memenuhi unsur dari pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu: “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu  dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)”.
Unsur-unsur dalam pasal dibagi dua :
a.      Unsur obyektif:
-       Mengalihkan
-       Menggadaikan
-       Menyewakan
-       Benda obyek jaminan fidusia
-       Pemberi fidusia
-       Tanpa persetujuan tertulis
b.     Unsur subyektif:
-       Melawan hukum
-       Dengan sengaja.
Berdasarkan ketentuan pidana pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia meskipun telah memenuhi unsur-unsur pasal diatas pelaku tidak dapat dilakukan penahanan dengan alasan karena pada pasal tersebut ketentuan pidana penjara paling lama 2 tahun, sedangkan dalam KUHAP pasal 21 ayat 4, yaitu:
-      tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
-      tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang TindakPidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt.Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086). Ketentuan pasal tersebut menjelaskan bahwa alasan dapat dilaksanakan penahanan apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Sedangkan pada pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, dikenakan pidana penjara hanya 2 tahun. Dengan demikian, pelaku pengalihan objek jaminan fidusia tidak dapat dilakukan penahanan karena pidana penjaranya tidak memenuhi ketentuan pasal 21 KUHAP.
Pada proses penyidikan dan pada proses persidangan pelaku biasanya kabur atau melarikan diri, dan tidak memenuhi panggilan dari penyidik. Dalam kenyataanya dilapangan penyidik dalam melakukan pemanggilan kepada si tersangka, si pelaku tersebut tidak memenuhi pemanggilan dari penyidik seperti si tersangka itu kabur/melarikan diri. Selain itu dalam pemalsuan identitas penyidik kesulitan dalam mencari keberadaan dari si tersangka, karena alamat yang ada di dalam identitasnya tersebut bukan merupakan identitas asli dari si tersangka sehingga hal tersebutlah yang membuat kesulitan penyidik dalam mencari keberadaan dari si tersangka.

2.     Objeknya sulit ditemukan.
Berdasarkan kasus pengalihan objek jaminan fidusia salah satunya: dengan ilustrasi; “tersangka telah mengalihkan kendaraan objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga berupa sepeda motor, dalam perjalanan waktu pihak ketiga telah mengalihkan lagi objek jaminan fidusia kepada pihak lain, dan pihak lain tersebut ternyata juga sudah mengalihkan objek jaminan fidusia.”
berdasarkan kasus yang sudah diuraikan diatas objek jaminan fidusia sulit ditemukan karena keberadaan objek yang sulit ditemukan keberadaanya.
Hal ini sering ditemui oleh penyidik dikarenakan modus dari pelaku mengalihkan objek jaminan fidusia kebeberapa pihak.
Dalam hal ini jaksa biasanya memberikan P19 kepada penyidik untuk menggunakan pasal 372 KUHP agar dapat dilakukan penahanan, dan pada tahap persidangan si tersangka agar mudahdihadapkan dipersidangan dan agar tidak kabur dan melarikan diri lagi dalam pemeriksaan di persidangan.

Permasalahan seperti  diatas perlu mendapat solusi supaya efektif dalam melaksanakan penegakan huku :
a)     Implementasi pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dalam kasus pengalihan objek jaminan fidusia dalam mengungkap suatu tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia harus sesuai dengan pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, karena pasal tersebutlah yang mengatur tentang ketentuan pidana dalam kasus pengalihan objek jaminan fidusia. selain itu penyidik dalam menangani kasus pengalihan objek jaminan fidusia selalu menerapkan pasal 36 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, karena unsur-unsur yang dilakukan oleh si pelaku telah memenuhi unsur dari pasal 36 tersebut, maka penyidik menerapkan pasal tersebut kepada pelaku pengalihan objek jaminan fidusia.
b)    Kendala dan upaya penyidik dalam mengungkap tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia pada tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia bermacam-macam, tetapi yang sering dihadapi penyidik pada kasus pengalihan objek jaminan fidusia yaitu tersangka melarikan diri, identitas tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaaannya, dan tidak dapat dilakukan penahanan.
Hambatan tersebut yang dihadapi penyidik pada kasus pengalihan objek jaminan fidusia, karena pada kasus tersebut tersangka sering kabur dan tidak datang apabila dipanggil oleh penyidik maupun di muka persidangan. Selain itu ada hambatan lain yang dihadapi oleh penyidik yaitu objeknya sulit ditemukan, karena keberadaan dari objek benda jaminan fidusia tersebut keberadaannya sulit ditemukan, di karenakan benda objek jaminan fidusia tersebut sudah beralih kepada pihak lain dan tidak lagi berada di pihak kreditur, sehingga benda objek jaminan fidusia tersebut sulit ditemukan dan diketahui keberadaannya.
Dalam setiap kendala yang dihadapi penyidik ada upayanya, yaitu upaya yang dilakukan penyidik dalam menanggulangi hambataan tersebut yaitu seperti tersangka melarikan diri, identitasnya tidak jelas, pelaku tidak diketahui keberadaannya, dan tersangka tidak dapat dilakukan penahanan.
c)     Sebaiknya dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia jangan mengatur tentang kepentingan debitur saja tapi juga mengatur tentang kepentingan kreditur juga.
d)    Pemerintah lebih banyak membuka cabang kantor pendaftaran jaminan fidusia di daerah-daerah, dan tidak hanya berada pada per provinsi saja, agar dalam pendaftaran tidak ada kendala kesulitan.
e)     Lembaga pembiayaan dalam memberikan uang muka atau DP lebih memperhatikan lagi dan mempertimbangkan, jangan memberikan uang muka atau DP dengan nilai yang minim.
f)      Bagi masyarakat lebih menaati hukum dan lebih sadar akan efek yang ditimbulkan apabila melakukan atau melanggar hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar