Penelitian Perkara dan Pemeriksaan Tambahan
|
||
Menurut
Remmelink hukum pidana bukan tujuan pada diri sendiri tetapi ditujukan untuk
menegakan tertib hukum, melindungi masyarakat hukum. Menurut
C. Beccaria, tujuan hukum pidana tiada lain agar penjahat tidak lagi
melakukan kejahatan dan orang lain ngeri melakukan hal yang sama. Dari kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk
melindungi masyarakat dan menciptakan ketertiban.
|
||
Dalam
hal terjadi pelanggaran terhadap hukum pidana maka hukum akan bertindak
melalui instrumennya yaitu para penegak hukum. Para penegak hukum akan
memproses suatu perkara mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan,
penuntutan sampai dengan pada proses pemeriksaan di pengadilan. Hal ini
dimaksudkan untuk mencari kebenaran materiil yang merupakan tujuan dari hukum
acara pidana.
|
||
Hubungan
antara penyidik dengan jaksa penuntut umum dalam proses pidana sangat erat.
Mulai dari proses penangkapan, penahanan sampai dengan proses penyerahan
tersangka dan barang bukti, semuanya atas koordinasi antara penyidik dengan
jaksa sebagai penuntut umum.
|
||
Dalam
pelaksanaan tugasnya menangani perkara pidana, antara penyidik dan penuntut
umum terjalin hubungan yang bersifat fungsional dan instansional.
|
||
Yang
dimaksud dengan koordinasi fungsional adalah hubungan kerja sama antara
penyidik dan penuntut umum menurut fungsi dan wewenangnya masing-masing dalam
penanganan perkara pidana. Hubungan tersebut adalah hubungan kerja sama yang
bersifat saling mengawasi antara penyidik dengan penuntut umum dalam proses
penanganan perkara pidana. Hubungan ini diatur di dalam KUHAP. Sedangkan
hubungan yang bersifat instansional adalah hubungan yang bersifat instansi
antara kepolisian dengan kejaksaan yaitu diatur dengan petunjuk teknis atau
petunjuk palaksanaan yang dikeluarkan oleh masing-masing pimpinan instansi
maupun yang dikeluarkan dalam bentuk produk bersama. Hubungan antara penyidik
dengan jaksa pada perkara pidana,dimulai sejak penyidik mengirimkan surat
pemberithuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada jaksa. Hal ini sebagai bentuk koordinasi penyidik
kepada jaksa bahwa penyidik telah mulai melakukan tindakan penyidikan setelah
melalui proses penyelidikan.
|
||
SPDP
bertujuan untuk mempersiapkan penuntutan, agar jaksa penuntut umum mengikuti
perkembangan pernyidikan suatu perkara yang akan dijadikan dasar penuntutan.
Selain dari pemberitahuan dimulainya penyidikan, penyidik juga berkoordinasi dalam hal penangkapan, penahanan, perpanjangan penahanan, penyitaan, penyerahan berkas perkara, sampai dengan penghentian penyidikan harus memberitahukan kapada jaksa. |
||
Penyerahan
berkas perkara dari penyidik kepada jaksa penuntut umum dalam prakteknya
disebut sebagai penyerahan tahap I. Penyerahan tahap I dilakukan setelah
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dinyatakan cukup dan dapat diajukan
kepada jaksa/penuntut umum kemudian dituangkan dalam bentuk berkas perkara
dan diserahkan kepada jaksa penuntut umum untuk diperiksa dan sebagai dasar
penuntutan perkara pidana.
|
||
Apabila
jaksa penuntut umum berpendapat masih terdapat kekurangan baik secara formil
maupun materiil dari berkas perkara tersebut maka jaksa penuntut umum
memberitahukan hal itu kepada penyidik dengan menggunakan surat model P-18
perihal pemberitahuan bahwa berkas perkara hasil penyidikan belum lengkap dan
segera dilakukan penyidikan tambahan, dan surat model P-19 yang berisi
petunjuk yang harus dilengkapi. Dan
dalam waktu 14 hari penyidik wajib menyampaikan kembali berkas perkara yang
sudah dilengkapi kepada jaksa penuntut umum.
|
||
Apabila
dalam jangka waktu yang ditentukan tersebut penyidik tidak menyerahkan
kembali berkas perkara maka jaksa penuntut umum harus mengirimkan surat
susulan kepada penyidik dengan menggunakan formulir model P-20 yang isinya
mengingatkan/meminta perhatian agar penyidik secepatnya menyelesaikan
penyidikan tambahan dan segera menyerahkan kembali berkas perkara kepada
jaksa penuntut umum.
|
||
Setelah
dilakukan penyidikan tambahan dan berkas disampaikan kembali kepada jaksa
penuntut umum, ternyata menurut penilaian jaksa masih belum lengkap maka
penyidik harus melengkapi lagi, dan begitu seterusnya hingga jaksa
berpendapat bahwa berkas telah lengkap dan dapat dilanjutkan pada Penyerahan
Tahap II.
|
||
Penyidik
dalam melakukan penyidikan tambahan, ternyata tidak mampu melengkapi petunjuk
dari jaksa penuntut umum maka dalam hal ini untuk menghindari kekecewaan dan
ketidakadilan yang dirasakan oleh korban tindak pidana, dan lepasnya seorang
tersangka/terdakwa dari tuntutan hukum, yang berakibat pada tidak tercapainya
tujuan hukum pidana. Seharusnya jaksa dapat melakukan pemeriksaan tambahan
untuk melanjutkan memeriksa perkara dan untuk menunjang pembuktian pada
proses penuntutan.
|
||
Pemeriksaan
tambahan untuk menunjang pembuktian dalam suatu perkara pidana termaktub
dalam perumusan pada Pasal 30 (1) huruf e Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
Tentang Kejaksaan RI yaitu melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu
dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Untuk mengetahui
pengertian dari pemeriksaan tambahan maka perlu diketahui mengenai
kelengkapan berkas perkara.
|
||
Berkas
perkara dapat dinyatakan lengkap apabila telah memenuhi syarat formil dan
materiil.
Syarat formil adalah kelengkapan dalam hal surat-surat atau dokumen yang harus dilengkapi misalnya, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), Surat Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan, Surat Perintah Penahanan, Laporan Polisi, Berita Acara Pemeriksaan Saksi, Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, Berita Acara Penahanan,dan lain-lain sesuai dengan yang tercantum dalam lampiran Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor B-401 /E/9/1993 tentang Pelaksanaan Tugas Prapenuntutan. Sedangkan kelengkapan materiil berkas perkara adalah hal-hal yang menyangkut isi atau fakta-fakta hukum yang terdapat dalam berkas perkara, misalnya unsur delik yang disangkakan, alat bukti, kejadian perkara. |
||
Dari
penjelasan mengenai kelengkapan berkas perkara maka dapat disimpulkan bahwa
pemeriksaan tambahan adalah semua tindakan yang ditujukan untuk melengkapi
berkas perkara, yaitu antara lain; memanggil dan memeriksa saksi, ahli,
tersangka, memeriksa surat serta menggeledah dan menyita serta semua tindakan
yang dilaksanakan untuk mencari alat bukti guna melengkapi berkas perkara.
|
||
Dalam
Pasal 203 ayat 3 huruf b KUHAP yang berbunyi, sebagai berikut :
“Dalam hal Hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lambat 14 hari dan bilamana dalam waktu tersebut Penuntut Umum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka Hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang Pengadilan dengan acara biasa”. |
||
Jadi
Perbedaan prinsipil pada kedua pemeriksaan tambahan tersebut adalah :
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan Penuntut Umum atas dasar Pasal 30 (1)
huruf e Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004; Dilakukan atas inisiatif dari
Penuntut Umum dan dilakukan sebelum perkara dilimpahkan ke Pengadilan negeri.
Sedangkan pemeriksaan tambahan yang dilakukan penuntut Umum atas dasar Pasal
203 (3) huruf b KUHAP; Dilakukan atas permintaan Hakim dan dilakukan sesudah
perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Hanya dalam acara pemeriksaan
singkat, yaitu perkara-perkara kejahatan/ pelanggaran yang tidak termasuk
ketentuan Pasal 205 KUHAP, yang menurut Penuntut Umum, pembuktian serta
penerapan hukumya mudah dan sifatnya sederhana.
Dalam kaitannya dengan
pemeriksaan tambahan dari perumusan Pasal 30 (1) huruf e Undang-undang Nomor
16 Tahun 2004 dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan tambahan hanya dapat
dilakukan terhadap :
|
||
1.
|
Perkara-perkara yang sulit
pembuktiannya ;
|
|
2.
|
Perkara-perkara yang dapat
meresahkan masyarakat;
|
|
3.
|
Perkara-perkara yang dapat
membahayakan keselamatan negara.
|
|
|
Sedangkan untuk
perkara-perkara lain yang tidak termasuk salah satu dari 3 kriteria tersebut
diatas tidak dilakukan pemeriksaan tambahan oleh Jaksa Penuntut Umum, akan
tetapi pemeriksaan tambahan yang dilakukan hanyalah oleh penyidik atas
permintaan / petunjuk Jaksa Penuntut Umum.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh penyidik atas petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum biasa dikenal dengan penyidikan tambahan. Penyidikan tambahan dilakukan dengan memperhatikan dasar hukum pada KUHAP, sebagai berikut: |
|
1.
|
“Dalam hal Penuntut Umum
berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap,
Pasal 110 ayat (2) KUHAP mengaturnya bahwa Penuntut Umum segera mengembalikan
berkas perkara itu kepada Penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.
|
|
2.
|
Dan Pasal 110 ayat (3)
KUHAP menyebutkan “Dalam hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan
untuk dilengkapi Penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai
dengan petunjuk Penuntut Umum”.
|
|
3.
|
Pasal 138 ayat (2) KUHAP
“Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap Penuntut Umum
mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik disertai petunjuk tentang hal
yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal
penerimaan berkas perkara kepada Penuntut Umum”.
|
|
Pemeriksaan
tambahan dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan salah satu asas dalam hukum
acara pidana yaitu asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hal ini
dimaksudkan demi terciptanya kepastian hukum dan menghormati hak asasi
tersangka.
|
||
Asas
peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan disebutkan dalam Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman yaitu pada pasal 4 ayat 2 yang berbunyi ; Peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan. Yang dimaksud
dengan ”sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan
dengan acara yang efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan ”biaya ringan”
adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Dan “cepat” berarti
bahwa peradilan harus dilaksanakan secara cepat yang diwujudkan melalui kata
segera dalam KUHAP, untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada
keputusan hakim yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Namun demikian,
dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian
dalam mencari kebenaran dan keadilan.
|
||
Menurut
Ramelan, bahwa pemeriksaan tambahan tidak dapat mengatasi masalah bolak balik
perkara yang menyebabkan tidak terwujudnya asas peradilan sederhana, cepat
dan biaya ringan. Hal ini karena pemeriksaan tambahan dalam pelaksanaannya
tidak di optimalkan artinya jarang dilakukan dan karena undang-undang tidak
menentukan kapan pemeriksaan tambahan dapat dilakukan, apakah setelah dua
kali, tiga kali atau berapa kali bolak balik berkas perkara.
|
||
Dalam
praktek, pemeriksaan tambahan sangat jarang dilakukan dalam menyelesaikan
perkara pidana. Dengan tidak berjalannya pemeriksaan tambahan maka akibatnya
adalah tidak terwujudnya asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Karena dapat terjadi bolak balik berkas perkara antara penyidik dengan jaksa
penuntut umum apabila pada pengembalian berkas hasil penyidikan tambahan
ternyata tidak dapat dipenuhi petunjuk jaksa penuntut umum. Hal ini sangat
merugikan para pencari keadilan karena proses menuju penuntutan dan
pemeriksaan di persidangan menjadi lebih lama.
|
||
Tidak
optimalnya pelaksanaan pemeriksaan tambahan berakibat pada dihentikannya
penyidikan oleh penyidik. Apabila penyidik menyatakan sudah tidak mampu lagi
melengkapi petunjuk dari jaksa maka penyidik menyimpulkan bahwa perkara
tersebut kurang alat bukti atau bukan merupakan perkara pidana, dan akhirnya
penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan.
|
||
Dengan
dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan ini maka korban dari
tindak pidana merasa dirugikan karena tersangka/terdakwa dibebaskan, dan
masyarakat juga dirugikan karena tindak pidana yang dilakukan oleh
tersangka/terdakwa telah meresahkan masyarakat tidak dapat ditindak lanjuti
menurut proses hukum pidana serta tujuan dari hukum pidana dan hukum acara
pidana tidak terwujud.
|
||
Oleh
karena itu, maka pemeriksaan tambahan seharusnya dapat dioptimalkan demi
tercapainya tujuan dari hukum pidana yakni menegakan tertib hukum dan
melindungi masyarakat. Serta tujuan dari hukum acara pidana juga akan
tercapai yaitu mencari kebenaran materiil, sebab dengan dilakukan pemeriksaan
tambahan diharapkan dapat menemukan fakta-fakta baru guna menunjang proses
penuntutan perkara dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar