PEMERIKSAANDI TINGKAT BANDING DAN DI TINGKAT KASASI
A.
Pemeriksaan di Tingkat Banding
1. Permintaan Pemeriksaan Tingkat Banding
Terhadap putusan pemeriksaan Peradilan Tata Usaha Negara
dapat dimintakan banding oleh penggugat atau tergugat atau pihak ketiga yang
memasuki proses sewaktu proses itu berjalan, kepada Pengadilan Tinggi Tata
usaha Negara (Pasal 122 UU PTUN)
a.
Pemeriksaan ditingkat banding ini dimaksudkan agar seluruh pemeriksaan
yang telah dilakukan oleh Hakim Pengadilan Tingkat Pertama diperiksa ulang oleh
Pengadilan Tinggi.
b.
Pada pemeriksaan ini para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan
argumen-argumennya dalam bentuk memoro banding mengenai hal-hal yang
dianggapnya perlu, yang menurut mereka telah dilupakan oleh Hakim Pengadilan
Tingkat Pertama.
c.
Disini dapat juga diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan
atau membantah, atau memperkuat pertimbangan atau putusan Hakim Pengadilan
Tingkat Pertama
d.
Pemeriksaan ini bersifat devolutif, artinya seluruh pemeriksaan perkara
dipindahkan dan diulang kembali oleh Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
2.
Pihak Ketiga (Pasal 83 UU PTUN)
a.
Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam
sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk
ke dalam sengketa Tata Usaha Negara dan bertindak sebagai:
1).
Pihak yang membela haknya, atau;
2).
Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf
a, dapat dikabulkan dalam putusan yang dicantumkan dalam Berita Acara Sidang.
b.
Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat (1) huruf b tidak dapat diajukan tersendiri akan tetapi harus
bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok
sengketa.
Yang dimaksud dengan pihak ketiga tersebut dalam contoh
sebagai berikut:
1)
Seorang B menggugat agar keputusan Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang
berisi pencabutan sertipikat tanah atas namanya dinyatakan batal, karena cara
perolehannya tidak melalui prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“X” yang mengetahui gugatan B tersebut merasa berkepentingan untuk membel
haknya karena ia merasa yang paling berhak atas tanah tersebut, sebab ia
sebagai ahli waris tunggal dari pewaris yang semula memiliki tanah tersebut.
2)
“B” menggugat agar keputusan BPN yang berisi pencabutan sertipikat atas
namanya dinyatakan batal itu, ia menyatakan membeli dari “G”, kemudian “B”
mengajukan permohonan agar “G” ditarik bergabung dengannya untuk memperkuat
posisi gugatannya.
Disini “G” berkedudukan sebagai Penggugat II intervensi.
3.
Putusan PTUN yang bukan putusan akhir hanya dapat dimohonkan pemeriksaan
banding bersama-sama dengan Putusan Akhir (Pasal 124 UU PTUN)
Putusan terhadap penundaan pelaksanaan putusan TUN yang
sedang digugat {Pasal 67 ayat (2)}, yang hanya dapat dimohonkan pemeriksaan
banding bersama-sama dengan Putusan Akhir.
4.
Beberapa Putusan yang dapat berkedudukan sebagai Putusan Akhir, tetapi
tidak dimungkinkan untuk dimintakan permohonan banding:
a.
Penetapan Ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan
berwenang memutuskan dengan penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan dapat diajukan itu dinyatakan tidak
diterima atau tidak mendasar.
b.
Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum
(Pasal 62 ayat (6) UU PTUN);
c.
Penetapan Ketua Pengadilan mengenai permohonan untuk beracara cuma-cuma
(Pasal 60 UU PTUN)
d.
Putusan perlawanan pihak ketiga terhadap pelaksanaan Putusan yang telah
berkekuatan tetap (Pasal 118)
5.
Prosedur Permohonan Pemeriksaan Banding.
a.
Diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya kepada Ketua
pengadilan TUN Tingkat Pertama yang menjatuhkan Putusan dalam tenggang waktu 14
hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepadanya secara sah {Pasal 123
ayat (1)}. Dalam praktek hal ini akan terjadi dengan mengisi formulir yang
sudah tersedia.
b.
Hanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
dapat dilaksanakan (Pasal 115), oleh karena itu permohonan banding akan
mengakibatkan ditundanya pelaksanaan Putusan yang dimohonkan banding.
c.
Setelah Permohonan Pemeriksaan Banding beserta biaya perkara dipenuhi dan
perkara itu dicatat dalam perkara banding, Panitera memberitahukan hal itu
kepada pihak Terbanding. Hal yang serupa juga harus dilakukan kalau kedua pihak
mengajukan Permohonan Permintaan Banding.
d.
Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari sesudah Permohonan Pemeriksaan
Banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa mereka
dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara dalam
tenggang waktu 30 hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut {Pasal
126 ayat (1)}
e.
Salinan Putusan, Berita Acara dan surat-surat lain yang bersangkutan
dengan perkara harus dikirimkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi TUN
selambat-lambatnya 60 hari sesudah pernyataan Permohonan Pemeriksaan Banding.
B. Pemeriksaan di Tingkat Kasasi
1.
Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan, dapat dimohonkan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung (Pasal 131 UU PTUN)
2.
Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan di
lingkungan Pengadilan TUN, dilakukan menurut ketentuan Pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.
3.
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya
telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang, (Pasal 43 UU No 5 Tahun 2004), permohonan kasasi dapat diajukan
hanya 1 (satu) kali.
4.
Permohonan Kasasi dapat diajukan kepada pihak yang berperkara atau
wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara TUN yang
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di
Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara, permohonan kasasi tersebut dapat diajukan hanya 1 (satu)
kali. (Pasal 44 UU Tentang MA)
5.
Permohonan Kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa Agung
karena jabatannya dalam perkara TUN yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding di lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama dan di lingkungan Peradilan TUN, permohonan kasasi tersebut
dapat diajukan hanya 1 (satu) kali. (Pasal 45 UU No 5 Tentang MA).
C. Pemeriksaan Peninjauan Kembali
1.
Terhadap Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
2.
Dalam peninjauan kembali perkara yang telah diputus Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara digunakan Hukum Acara Peninjauan Kembali
sebagaimana tercantum dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 75 UU Tentang MA
(Pasal 77 UU MA)
Catatan:
Pasal 67 sampai dengan Pasal 75 UU MA mengatur tentang Hukum
Acara Peninjauan kembali bagi Peradilan Umum yang berdasarkan Pasal 77 UU MA
diberlakukan juga untuk Peradilan di Lingkungan Peradilan Agama, Peradilan Tata
Usaha Negara dan Peradilan Militer.
3.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan
alasan-alasan (Pasal 67 UU MA)
a.
Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada
bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
b.
Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
c.
Apabila telah dikabulkan sesuatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut.
d.
Apabila telah dikabulkan sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.
e.
Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama tingkatnya telah diberikan putusan
yang bertentangan satu dengan yang lain.
f.
Apabila dalam suatu Putusan terdapat suatu kekhilafan yang bertentangan
satu dengan yang lain.
4.
Permohonan Peninjauan Kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang
berperkara atau akhli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu. Apabila selama proses peninjauan kembali Pemohon
meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya
(Pasal 68 UU MA)
D. Hakim Ad-Hoc
Ketua Pengadilan dapat menunjuk Hakim Ad-Hoc sebagai anggota
Majelis dalam hal Pengadilan memeriksa dan memutus perkara TUN (Pasal 135 UU
PTUN)
Syarat-syarat sebagai Hakim Ad-Hoc: WNI, bertaqwa kepada
Tuhan YME, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, bukan bekas anggota organisasi
terlarang PKI termasuk ormasnya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam
G-30-PKI atau organisasi terlarang lainnya, berumur serendah-rendahnya 25
tahun, berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.
Hakim Ad-Hoc boleh seorang pengusaha / swasta.
Tata cara pengangkatannya diatur Peraturan Pemerintah.
Daftar Pustaka
1.
Agus
M. Mazwan Sosrokusumo, S.H. Freis Ermessen, sebuah type Tindak Pidana Hukum
di Bidang Hukum Tata Pemerintahan, Seri Karangan Tersebar, Fakultas Hukum
Universitas Jember, 1983.
2.
Prof.DR.
Baharudin Lopa ,S.H. dan DR A. Hamzah, S.H. Mengenal Peradilan Tata Usaha
Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
3.
Prof
DR. Mr Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu
Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981
4.
Indroharto,
Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
5.
Ismail
Saleh, S.H. Pidato Sambutan Pemerintah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Tanggal 20
Desember 1986.
6.
Joko
Widodo, Good Governance telahaan dari Demensi Akuntabilitas Dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Penerbit, Insan Cendekia
2001.
7.
Y.W
Sunindya, S.H., Dra Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi.
Aneka Cipta, Jakarta, 1990.
8.
Martiman
Prodjohamidjojo, S.H. Hukum Acara Peradilan Tata Usah Negara, Ghalia
Indonesia 1993.
9.
Zairin
Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi , PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2007
10.
Undang-Undang
Dasar 19945
11.
Undang-Undang
Dasar 1945 peruhan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat dalam satu naskah
12.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Penjelasannya,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.
13.
UNdang-Undang
No 7 Tahun 2004 Tentang
---------------------------Arsip Pembelajaran Hukum Acara TUN