KEPUTUSANPENGADILAN DAN PELAKSANAANNYA
K
|
eputusan pengadilan sengketa Tata Usaha Negara dapat berupa:
a.
Gugatan ditolak; yaitu dalam hal penggugat tidak berhasil membuktikan
gugatannya.
b.
Gugatan dikabulkan; baik seluruhnya maupun sebagian, yaitu dalam hal apa
yang didalilkan penggugat baik seluruhnya atau sebagian oleh pengadilan
dinyatakan benar.
c.
Gugatan tiak diterima; yaitu dalam hal formalitas gugatan tidak terpenuhi.
d.
Gugatan gugur; yaitu dalam hal penggugat telah dua kali dipanggil dengan
patut tetapi dengan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan tidak datang
di persidangan.
(Pasal 97 ayat (7))
Putusan Pengadilan yang mengabulkan gugatan, dapat menetapkan
kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan
Keputusan TUN. (Pasal 97 ayat (8)).
Kewajiban sebagaimana tersebut, berupa:
a.
pencabutan keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan;
b.
pencabutan keputusan Tata Usaha Negara; dan menerbitkan Keputusan Tata
Usaha Negara yang baru;
c.
penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada
pasal 3. (Pasal 97 ayat (9))
Ketiga macam putusan pengadilan tersebut, berisi kewajiban
pokok yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat TUN sebagai tergugat yang
kalah. Di samping kewajiban pokok ada kemungkinan kewajiban tambahan yang harus
dilakukan oleh pejabat TUN, yaitu kewajiban membayar ganti rugi, apabila ada
tuntutan tambahan agar Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan dihukum
membayar ganti rugi.
Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atau
badan perdata atas badan TUN berdasarkan keputusan Pengadilan TUN karena adanya
kerugian materiil yang diderita oleh penggugat (Pasal 97 ayat (10)).
Besarnya ganti rugi yang dapat diperoleh paling sedikit Rp
250.000 atau paling banyak Rp 5.000.000 dengan memerintahkan keadaan yang
nyata.
Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan TUN Pusat
dibebankan APBN, yang menjadi tanggung jawab Badan TUN Daerah dibebankan APBD
(beban yang dikelola oleh badan itu sendiri)
Khusus yang berhubungan dengan sengketa TUN di bidang
kepegawaian, di samping kewajiban pokok dan kewajiban tambahan membayar ganti
rugi, juga dapat diwajibkan memberi rehabilitasi kepada penggugat, dan
pemberian kompensasi.
Kompensasi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang /
badan TUN dibidang kepegawaian yang tidak dapat atau tidak sempurna
dilaksanakan oleh badan TUN
Besarnya kompensasi paling sedikit Rp 100.000 dan paling
banyak Rp 2.000.000 dengan memperhatikan keadaan yang nyata.
Undang-Undang PTUN menjamin agar putusan Pengadilan TUN yang
sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap sungguh-sungguh dilaksanakan,
tercermin dalam Pasal 116 ayat (1 s/d 5) UU TUN dengan ketentuan-ketentuan:
1.
bahwa dalam 4 bulan setelah putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, dikirim kepada pihak-pihak, akan tetapi badan atau
pejabat TUN sebagai pihak tergugat yang harus melaksanakan Putusan TUN,
sebagaimana dimaksud pasal 97 ayat (9) huruf a, tidak melaksanakannya, maka
Keputusan TUN yang bersangkutan dengan sendirinya tidak mempunyai kekuatan
hukum lagi. Pasal 116 ayat (2)
Pasal
97 ayat (9):
a.
Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
Artinya bila tergugat tidak mencabut Kep TUN, yang digugat,
maka Kep TUN itu tidak mempunyai kekuatan hukum.
2.
Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3 (tiga)
bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud ayat (1) agar Pengadilan
memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Pasal 116 ayat
(3)
Pasal
97 ayat (9) huruf b dan c:
b.
Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan
Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
c.
Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal
3.
3.
Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka terhadap pejabat yang bersangkutan
dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan / atau sanksi
adminisratif. (Pasal 116 ayat (4))
4.
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak
tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3) (Pasal 116 ayat 5))
Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan hanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 115 UU PTUN).
Salinan putusan pengadilan itu dikirim melalui surat tercatat kepada pihak-pihak
selambat-lambatnya empat belas hari.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
1.
Agus
M. Mazwan Sosrokusumo, S.H. Freis Ermessen, sebuah type Tindak Pidana Hukum
di Bidang Hukum Tata Pemerintahan, Seri Karangan Tersebar, Fakultas Hukum
Universitas Jember, 1983.
2.
Prof.DR.
Baharudin Lopa ,S.H. dan DR A. Hamzah, S.H. Mengenal Peradilan Tata Usaha
Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
3.
Prof
DR. Mr Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu
Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981
4.
Indroharto,
Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
5.
Ismail
Saleh, S.H. Pidato Sambutan Pemerintah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Tanggal 20
Desember 1986.
6.
Joko
Widodo, Good Governance telahaan dari Demensi Akuntabilitas Dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Penerbit, Insan Cendekia
2001.
7.
Y.W
Sunindya, S.H., Dra Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi.
Aneka Cipta, Jakarta, 1990.
8.
Martiman
Prodjohamidjojo, S.H. Hukum Acara Peradilan Tata Usah Negara, Ghalia
Indonesia 1993.
9.
Zairin
Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi , PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2007
10.
Undang-Undang
Dasar 19945
11.
Undang-Undang
Dasar 1945 peruhan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat dalam satu naskah
12.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Penjelasannya,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.
13.
UNdang-Undang
No 7 Tahun 2004 Tentang
--------------------------Arsip Pembelaran Peradilan TUN
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....