Senin, 03 November 2014

Praperadilan


                                                                              Praperadilan
Pasal 77 a KUHAP

Praperadilan dapat dipergunakan tersangka atau terdakwa untuk menguji apakah sah atau tidak tindakan penangkapan dan/atau penahanan yang tealh dilakukan.
Praperadilan merupakan wewenang khusus yang dimiliki pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus :
a.
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
b.
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka, atau keluarganya, atau pihak lain atau kuasannya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Tersangka berhak mengajukan permohonan praperadilan melalui pengadilan negeri tentang sah atau tidak sah penangkapan,  penahanan terhadap dirinya (Pasal 77 a KUHAP).
Pengajuan Praperadilan atas sah atau tidaknya penangkapan, lazimnya dilakukan apabila :
1.
Penangkapan dilakukan tanpa didasarkan pada bukti permulaan yang cukup;
2.
Penangkapan dilakukan tanpa memeperlihatkan dan memberikan surat perintah penagkapan;
3.
Penangkapan tidak dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia, atau pejabat yang berwenang dengan memperlihatkan surat tugas, serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantunkan identitas tersangka, dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara keajahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa;
4.
Tembusan surat perintah penangkapan dari pejabat yang berwenang tidak diberikan kepada keluarga tersangka;
5.
Surat perintah penangkapan dikeluaran 1 x 24 jam sejak penangkapan dilakukan;
6.
Penangkapan dilakukan dengan tindak kekerasan terhadap tubuh dan mental tersangka.

Penahanan terhadap tersangka yang tidak memenuhi ketentan pasal 21 ayat 4  huruf :

a.
 Dan huruf b dari KUHAP yaitu

a.
Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;

b.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat 3, 296, 335 ayat 1, 351 ayat 1, 353 ayat 1, 372, 378, 379  huruf a, 453, 454, 459, 480, dan 506 KUHP; Pasal 25 dan 26 Rechtenor donnantie (pelanggaran terhadap) ordonantie bead an cukai, terakhir diubah staatsblad tahun 1931/471; pasal 1, 2 dan pasal 4 UU Tindak pidana imigrasi (UU No. 8 Brt/1955; pasal 36 (7), 41, 42, 43, 47 dan pasal 48 UU No. 9/1976 tentang Narkotika.
Tersangka berhak mengajukan gugatan ganti kerugian karena ditangkap atau ditahan tanpa alasan yang didasarkan berdasarkan undang-undang. Kekeliruan yang berdasarkan undang-undang, atau kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan  (pasal 95 ayat 1 KUHAP).
Ganti kerugian menurut pasal 1 ayat 22 KUHAP  adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya berupa imalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili, tanpa alasan yang didasarkan  pada undang-undang, atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Menurut pasal 1 ayat 23 KUHAP, rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan , dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasrkan undnag-undang.
Permintaan rehabilitasi yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan negeri, hanya sampai pada tigkat penyidikan atau tingkat penuntutan saja, maka permintaan rehabilitasi diajukan  dan diputus disidang praperadilan.

Hak warga Negara dalam mengajukan praperadilan, ganti rugi dan rehabilitasi
No.
Tuntangan/permintaan
Tahapan pemeriksaan
Lembaga yang memeriksa
1.
Tidak sahnya penangkapan
Penyidikan
Praperadilan
2.
Tidak sahnya penahanan
Penyidikan dan penuntutan
Praperadilan
Tidak sahnya penahanan
Pemeriksaan pengadilan
Pengadilan negeri
3.
Tuntutan ganti rugi
Penyidikan dan penuntutan
Praperadilan
Tuntutan ganti rugi
Pemeriksaan pengadilan
Pengadilan negeri
4.
Permintaan rehabilitasi
Penyidikan dan penuntutan
Praperadilan
Permintaan rehabilitasi
Pemeriksaan pengadilan
Pengadilan negeri

Hak Tersangka


                                                              Hak  tersangka


Menurut ketentuan Pasal 30 KUHAP apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana pada pasal 24 sd 28 KUHAP, atau perpanjangan penahanan  sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian.
Didalam proses penahanan seorang tersangka berhak :
a.
Menghubugi penasehat hukumnya;
b.
Segera diperiksa oleh penyidik setelah satu hari ditahan;
c.
Menghubungi dan menerima kunjungan pihka keluarga, atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum;
d.
Meminta atau mengajukan penangguhan penahanan;
e.
Menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya  untuk kepentingan kesehatan;
f.
Mendapatkan penangguhan penahanan atau perubahan status penahanan;
g.
Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga;
h.
Mengirim surat atau menerima  surat dai penasehat hukum dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rumah tahanan Negara;
i.
Mengajukan  keberatan atas penahanan atau sejenis penahanan kepada penyidik;
j.
Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan;
k.
Bebas dari tekanan seperti : diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.
Jika masa penahanan atas diri tersangka sudah berakhir, maka tersangka berhak untuk dibebaskan demi hukum. Wewenang untuk mengeluarkan  tahanan  demi hukum adalah wewenang kepala rumah tahanan Negara, bukan wewenang instansi yang menahan. Jadi dalam hal kepala rumah tahanan akan mengeluarkan tahanan, demi hukum tidak diperlukan perintah atau penetapan dari instansi yang menahan tersangkaatau terdakwa tersebut (vide pasal 19 (7) PP No. 27/1983 jo. Pasal 28 (1) Permen kehakimana RO No. M. 04-UM.01.06/1983).
Dengan ketentuan bahwa kepala rumah tahanan Negara  harus memberitahukan kepada instansi yang menahan 10 hari sebelum berakhirnya masa penahanan, atau perpanjangan penahanan tersebut  sebelum mengeluarkan ahanan harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan instansi tersebut. (pasal 19 PP No. 27/1983 jo Pasal 28 (1) permen Kehakiman RI No. M.04-UM.01.06.1983 Jo. Surat Edaran bersama Ketua Muda Mahkamah Agung RI dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Depertemen Kehakiman RI, No. MA/PAN/368/XI/1983-ELUM.04.227).
Dalam  hal kepala rumah tahanan ragu-ragu untuk mengeluarkan tahanan tersebut, dapat diberikan penjelasan dengan surat biasa oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Jangka Waktu Penahanan


Jangka Waktu Penahanan dan Penahanan lanjutan

Penahanan /Perpanjangan penahanan
Waktu
Dasar Hukum (Pasal dalam KUHAP)
1.
Penyidik
20 hari
24  ayat 1
Diperpanjang JPU
40 hari
24 ayat 2
2.
Penuntut Umum
20 hari
25 ayat 1
Diperpanjang Ketua PN
30 hari
25 ayat 2
3.
Hakim Pengadilan Negeri
30 hari
26 ayat 1
Diperpanjang Ketua PN
60 hari
26 ayat 2
4.
Hakim Pengadilan Tinggi
30 hari
27 ayat 1
Diperpanjang Ketua PT
60 hari
27 ayat 2
5.
Hakim mahkamah Agung
50 hari
28 ayat 1
Diperpanjang Ketua MA
60 hari
28 ayat 2

Jumlah
400 hari

Pengecualian dari jangka waktu penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 sd pasal 28 KUHAP, untuk kepentingan pemeriksaan , penahanan terhadap tersangka/terdakwa dapat diperpanjang dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan  karena  :
1.
Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
2.
Perkara yang diperiksa diancam dengan pidana 9 tahun atau lebih (pasal 1 KUHAP)

Pengecualian  dalam perpanjangan penahanan
Tingkat
Diberikan oleh
Lamanya
1.
Penyidik
Ketua PN
30 hari
Perpanjangan
Ketua PN
30 hari
2.
Penuntut Umum
Ketua PN
30 hari
Perpanjangan
Ketua PN
30 hari
3.
Pemeriksaan Pengadilan Negeri
Ketua PT
30 hari
Perpanjangan
Ketua PT
30 hari
4.
Pemeriksaan banding
Ketua MA
30 hari
Perpanjangan
Ketua MA
30 hari
5.
Pemeriksaan Kasasi
Ketua MA
30 hari
Perpanjangan
Ketua MA
30 hari

Jumlah

300 hari

Jangka Waktu Penahanan


Jangka Waktu Penahanan dan Penahanan lanjutan

Penahanan /Perpanjangan penahanan
Waktu
Dasar Hukum (Pasal dalam KUHAP)
1.
Penyidik
20 hari
24  ayat 1
Diperpanjang JPU
40 hari
24 ayat 2
2.
Penuntut Umum
20 hari
25 ayat 1
Diperpanjang Ketua PN
30 hari
25 ayat 2
3.
Hakim Pengadilan Negeri
30 hari
26 ayat 1
Diperpanjang Ketua PN
60 hari
26 ayat 2
4.
Hakim Pengadilan Tinggi
30 hari
27 ayat 1
Diperpanjang Ketua PT
60 hari
27 ayat 2
5.
Hakim mahkamah Agung
50 hari
28 ayat 1
Diperpanjang Ketua MA
60 hari
28 ayat 2

Jumlah
400 hari

Pengecualian dari jangka waktu penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 sd pasal 28 KUHAP, untuk kepentingan pemeriksaan , penahanan terhadap tersangka/terdakwa dapat diperpanjang dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan  karena  :
1.
Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
2.
Perkara yang diperiksa diancam dengan pidana 9 tahun atau lebih (pasal 1 KUHAP)

Pengecualian  dalam perpanjangan penahanan
Tingkat
Diberikan oleh
Lamanya
1.
Penyidik
Ketua PN
30 hari
Perpanjangan
Ketua PN
30 hari
2.
Penuntut Umum
Ketua PN
30 hari
Perpanjangan
Ketua PN
30 hari
3.
Pemeriksaan Pengadilan Negeri
Ketua PT
30 hari
Perpanjangan
Ketua PT
30 hari
4.
Pemeriksaan banding
Ketua MA
30 hari
Perpanjangan
Ketua MA
30 hari
5.
Pemeriksaan Kasasi
Ketua MA
30 hari
Perpanjangan
Ketua MA
30 hari

Jumlah

300 hari

Bukti Permulaan


        Bukti Permulaan yang cukup
        Pasal 17 KUHAP
        Pasal 184 (1) KUHAP

“Bukti permulaan yang cukup”, yaitu menurut Darwin Prints dalam bukunya Hukum Acara Pidana Dalam Praktek,  bukti permulaan yang cukup adalah :
1.
Menurut Surat Keputusan Kapolri SK. No. Pol. SKEEP/04/I/1982  tanggal 18 Februari 1982, bukti permulaan yang cukup adalah bukti yang merupakan keterangan dan data yang terkandung di dalam :

1.
Laporan polisi,

2.
Berita Acara Pemeriksaan di TKP,

3.
Laporan Hasil Penyelidikan,

4.
Keterangan saksi/saksi ahli; dan

5.
Barang bukti.
2.
Menurut P. A. F Lamintang.
Bukti permulaan yang cukup dalam rumuasan pasal 17 KUHAP itu harus diartikan sebagai bukti-bukti minimal, berupa alat-alat bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 (1) KUHAP, yang dapat menjamin bahwa penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan penyidikannya terhadap seseorang yang disangka melakukan tindak pidana setelah terdapat orang tersebut dilakukan penangkapan.
3.

Menurut Rapat Kerja Makejahpol tanggal 21 Maret 1984 :
Bukti permulaan yang cukup seyogyaannya minimal : Laporan polisi ditambah salah satu bukti lainnya.
Adapaun pihak yang berwenang melakukan penagkapan menurut KUHAP adalah :

1). Penyidik yaitu

a.
Pejabat Polisi Negara RI yag minimal berpangkat Inspektur Dua (Ipda).

b.
Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi wewenang khusus UU, yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/B atau yang disamaan dengan itu).

2).  Penyidik Pembantu, yaitu

a.
Pejabat Kepolisian RI dengan pangkat minimal Brigadir Dua (Bripda).

b.
Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan  Kepolisian Negara RI yang minimal berpangkat Pengatur MUda (Golongan II/B atau yang disamakan dengan itu).
Warga Negara yang diduga sebagai tersangka dalam peristiwa pidan berhak melihat dan meinta surat tugas dan surat perintah penangkapan terhadap dirinnya.
Keluarga tersangka berhak untuk mendapat tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 (1) KUHAP, segera setelah penagkapan terhadap tersangka dilakukan.