KEKUASAAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
N
|
egara Republik Indonesia dalam judikatif / peradilan
menggunakan multi juridiction system, sehingga penting sekali adanya penetapan
kompetensi bagi setiap peradilan (atributie
van rechmatig). Hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini
membedakan antara empat lingkungan Peradilan yang masing-masing mempunyai
lingkungan wewenang mengadili perkara-perkara tertentu.
Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha
Negara, merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu
atau mengenai golongan tertentu. Sedangkan peradilan umum adalah peradilan bagi
rakyat pada umumnya, baik mengenai perkara pidana, maupun perkara perdata.
Keempat lingkungan peradilan tersebut berpuncak pada Mahkamah Agung, sebagai
Pengadilan Negara tertinggi.
Struktur Peradilan sebagai berikut: UU No 4 Tahun 2004à Peradilan terdiri 1. Peradilan Umum (MA, PT, PN). 2. Peradilan
Militer (MA, Mahmilti, Mahmil) 3. Peradilan Agama (MA, PT Agama, Pengadilan
Agama). 4. Peradilan TUN (MA, PT TUN, Pengadilan TUN).
Pasal 4 Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara mengatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Penjelasan Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Yang dimaksud
dengan “rakyat pencari keadilan” adalah setiap orang baik warga negara
Indonesia maupun orang asing, dan badan hukum perdata yang mencari keadilan
pada Peradilan Tata Usaha Negara.
Dari ketentuan pasal tersebut beserta penjelasannya, jelas
bahwa kompetensi PTUN adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
TUN. (Pasal 47 UU PTUN)
Sengketa dalam pengertian hukum ialah perbedaan pendapat
antara minimal dua pihak mengenai penerapan hukum tentang suatu hak maupun
kewajiban.
Adapun yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara ialah
sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata
dengan Badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat (4) UU No 9
tahun 2004)
Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka
unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk adanya sengketa TUN yakni:
a.
Harus
ada perbedaan pendapat tentang suatu hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban tersebut merupakan akibat saja dari penerapan hukum tertentu. Ini
berarti bahwa sengketa itu timbul karena adanya penerapan hukum yang dilakukan
oleh pejabat.
b. Sengketa
yang terjadi harus dalam bidang tata usaha negara. Yang dimaksud dengan
TUN adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi menyelenggarakan
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
c. Pihak
/ subjek yang bersengketa adalah warganegara (individu / orang seorang / atau
badan hukum perdata) sebagai penggugat melawan Administrasi Negara atau Badan /
Pejabat TUN sebagai tergugat.
d. Sengketa
tersebut timbul karena dikeluarkannya dan berlakunya keputusan Tata Usaha
Negara. Berarti keputusan TUN merupakan causa
prima (penyebab utama) bagi timbulnya sengketa Tata Usaha Negara.
Apabila Badan atau Pejabat TUN diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa TUN
tertentu secara administratif, maka sengketa tersebut harus diselesaikan
terlebih dahulu melalui upaya administratif yang tersedia.
PTUN baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa TUN yang harus diselesaikan melalui upaya administratif tersebut, dan
setelah upaya administrasi tersebut dilaksanakan.
A. Susunan
Organisasi Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara disusun sebagai berikut:
1.
Pengadilan
Tata Usaha negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat I, yaitu Pengadilan yang
pertama kali menangani sengketa Tata Usaha Negara
2. Pengadilan
Tinggi Tata usaha Negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding.
Pengadilan Tata Usaha Negara, (Pengadilan Tingkat I) dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden, sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(Pengadilan tingkat banding) dibentuk dengan Undang-Undang.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara, terdiri atas Pimpinan,
Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris.
Pimpinan Pengadilan terdiri atas seorang Ketua, dan Wakil
Ketua, sedangkan hakim anggota pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah
Hakim Tinggi (Pasal 11 UU No 9 tahun 2004)
B.
Upaya Administratif
Adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh seseorang atau
badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan TUN.
Prosedur tersebut dilaksanakan dilingkungan pemerintah sendiri yang terdiri
dari dua bentuk:
1. Banding Administratif.
Keputusan dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain
dari badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan tersebut
Contoh:
1. Keputusan
Badan Pertimbangan Kepegawaian dalam hal sengketa kepegawaian negeri (sengketa
antara Pegawai Negeri Sipil dengan Badan / Pejabat TUN)
2. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi yang menguatkan keputusan P4P dan P4D dalam
sengketa perburuhan.
3. Keputusan
Direktorat Jenderal HAKI, yang menolak permohonan pendaftaran Merek, diajukan
kepada Komisi Banding
2. Keberatan Administratif.
Penyelesaian keputusan administrasi negara diselesaikan
sendiri oleh Badan / Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan itu.
Contoh:
1. Permintaan
ulang dalam waktu paling lama satu bulan sejak diterimanya penolakan Pengesahan
Akte Pendirian Koperasi (Pasal 11 ayat (2) UU No 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian)
Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal
Keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:
a. Dalam
waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam atau keadaan luar biasa yang
membahayakan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Dalam
keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah
kepentingan bangsa dan negara dan atau masyarakat bersama dan / atau
kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 49 UU PTUN)
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
1.
Agus
M. Mazwan Sosrokusumo, S.H. Freis Ermessen, sebuah type Tindak Pidana Hukum
di Bidang Hukum Tata Pemerintahan, Seri Karangan Tersebar, Fakultas Hukum
Universitas Jember, 1983.
2.
Prof.DR.
Baharudin Lopa ,S.H. dan DR A. Hamzah, S.H. Mengenal Peradilan Tata Usaha
Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
3.
Prof
DR. Mr Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu
Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981
4.
Indroharto,
Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
5.
Ismail
Saleh, S.H. Pidato Sambutan Pemerintah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Tanggal 20
Desember 1986.
6.
Joko
Widodo, Good Governance telahaan dari Demensi Akuntabilitas Dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Penerbit, Insan Cendekia
2001.
7.
Y.W
Sunindya, S.H., Dra Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi.
Aneka Cipta, Jakarta, 1990.
8.
Martiman
Prodjohamidjojo, S.H. Hukum Acara Peradilan Tata Usah Negara, Ghalia
Indonesia 1993.
9.
Zairin
Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi , PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2007
10.
Undang-Undang
Dasar 19945
11.
Undang-Undang
Dasar 1945 peruhan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat dalam satu naskah
12.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Penjelasannya,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.
13.
UNdang-Undang
No 7 Tahun 2004 Tentang
-------Arsip Materi Diklat Pendidikan Jaksa 2008