Jumat, 17 Oktober 2014

Kekuasaan Pengadilan Tata Usaha Negara

KEKUASAAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA


N
egara Republik Indonesia dalam judikatif / peradilan menggunakan multi juridiction system, sehingga penting sekali adanya penetapan kompetensi bagi setiap peradilan (atributie van rechmatig). Hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini membedakan antara empat lingkungan Peradilan yang masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili perkara-perkara tertentu.
     Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan tertentu. Sedangkan peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya, baik mengenai perkara pidana, maupun perkara perdata. Keempat lingkungan peradilan tersebut berpuncak pada Mahkamah Agung, sebagai Pengadilan Negara tertinggi.
Struktur Peradilan sebagai berikut: UU No 4 Tahun 2004à Peradilan terdiri 1. Peradilan Umum (MA, PT, PN). 2. Peradilan Militer (MA, Mahmilti, Mahmil) 3. Peradilan Agama (MA, PT Agama, Pengadilan Agama). 4. Peradilan TUN (MA, PT TUN, Pengadilan TUN).

      Pasal 4 Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Penjelasan Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan “rakyat pencari keadilan” adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing, dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Peradilan Tata Usaha Negara.

Dari ketentuan pasal tersebut beserta penjelasannya, jelas bahwa kompetensi PTUN adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN. (Pasal 47 UU PTUN)
Sengketa dalam pengertian hukum ialah perbedaan pendapat antara minimal dua pihak mengenai penerapan hukum tentang suatu hak maupun kewajiban.
Adapun yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara ialah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat (4) UU No 9 tahun 2004)

Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk adanya sengketa TUN yakni:
a.     Harus ada perbedaan pendapat tentang suatu hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut merupakan akibat saja dari penerapan hukum tertentu. Ini berarti bahwa sengketa itu timbul karena adanya penerapan hukum yang dilakukan oleh pejabat.
b. Sengketa yang terjadi harus dalam bidang tata usaha negara. Yang dimaksud dengan TUN adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi menyelenggarakan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
c.  Pihak / subjek yang bersengketa adalah warganegara (individu / orang seorang / atau badan hukum perdata) sebagai penggugat melawan Administrasi Negara atau Badan / Pejabat TUN sebagai tergugat.
d.   Sengketa tersebut timbul karena dikeluarkannya dan berlakunya keputusan Tata Usaha Negara. Berarti keputusan TUN merupakan causa prima (penyebab utama) bagi timbulnya sengketa Tata Usaha Negara.

       Apabila Badan atau Pejabat TUN diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa TUN tertentu secara administratif, maka sengketa tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administratif yang tersedia.
PTUN baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN yang harus diselesaikan melalui upaya administratif tersebut, dan setelah upaya administrasi tersebut dilaksanakan.

A.  Susunan Organisasi Peradilan Tata Usaha Negara


     Peradilan Tata Usaha Negara disusun sebagai berikut:
1.     Pengadilan Tata Usaha negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat I, yaitu Pengadilan yang pertama kali menangani sengketa Tata Usaha Negara
2. Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding.

Pengadilan Tata Usaha Negara, (Pengadilan Tingkat I) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden, sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Pengadilan tingkat banding) dibentuk dengan Undang-Undang.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara, terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris.
Pimpinan Pengadilan terdiri atas seorang Ketua, dan Wakil Ketua, sedangkan hakim anggota pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah Hakim Tinggi (Pasal 11 UU No 9 tahun 2004)

B.   Upaya Administratif


      Adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan TUN. Prosedur tersebut dilaksanakan dilingkungan pemerintah sendiri yang terdiri dari dua bentuk:

1. Banding Administratif.
Keputusan dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan tersebut


Contoh:
1. Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian dalam hal sengketa kepegawaian negeri (sengketa antara Pegawai Negeri Sipil dengan Badan / Pejabat TUN)
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi yang menguatkan keputusan P4P dan P4D dalam sengketa perburuhan.
3. Keputusan Direktorat Jenderal HAKI, yang menolak permohonan pendaftaran Merek, diajukan kepada Komisi Banding


2. Keberatan Administratif.

Penyelesaian keputusan administrasi negara diselesaikan sendiri oleh Badan / Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan itu.
Contoh:
1.   Permintaan ulang dalam waktu paling lama satu bulan sejak diterimanya penolakan Pengesahan Akte Pendirian Koperasi (Pasal 11 ayat (2) UU No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian)

Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal Keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:
a.  Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam atau keadaan luar biasa yang membahayakan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.  Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau masyarakat bersama dan / atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 49 UU PTUN)

Daftar Pustaka


1.        Agus M. Mazwan Sosrokusumo, S.H. Freis Ermessen, sebuah type Tindak Pidana Hukum di Bidang Hukum Tata Pemerintahan, Seri Karangan Tersebar, Fakultas Hukum Universitas Jember, 1983.

2.        Prof.DR. Baharudin Lopa ,S.H. dan DR A. Hamzah, S.H. Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta.

3.        Prof DR. Mr Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981

4.        Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996

5.        Ismail Saleh, S.H. Pidato Sambutan Pemerintah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Tanggal 20 Desember 1986.

6.        Joko Widodo, Good Governance telahaan dari Demensi Akuntabilitas Dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Penerbit, Insan Cendekia 2001.

7.        Y.W Sunindya, S.H., Dra Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi. Aneka Cipta, Jakarta, 1990.

8.        Martiman Prodjohamidjojo, S.H. Hukum Acara Peradilan Tata Usah Negara, Ghalia Indonesia 1993.

9.        Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007

10.     Undang-Undang Dasar 19945

11.     Undang-Undang Dasar 1945 peruhan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat dalam satu naskah

12.     Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Penjelasannya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.

13.     UNdang-Undang No 7 Tahun  2004 Tentang



                                                  -------Arsip Materi Diklat Pendidikan Jaksa 2008 

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus