Minggu, 16 November 2014

Saksi dan ahli dalam Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (7).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Saksi dan Saksi Ahli

1
Atas perintah arbiter atau majelis arbitrase atau atas permintaan para pihak dapat dipanggil seorang saksi atau lebih atau seorang saksi ahli atau lebih, untuk didengar keterangannya.
Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli diebankan kepada pihak peminta.
Sebelum memberikan keterangan, para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah.
2.
Arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seorang atau lebih saksi ahli untuk memberikan keterangan tertulis mengenai suatu persoalan khusus yang berhubungan dengan pokok sengketa.
Para pihak wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh para saksi ahli.








Pengertian Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (1).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Pengertian

1
Arbitrase  adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Para pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdta maupun hukum public.
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantun dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum sengketa, atau suatu perjanjian  arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
2.
Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa.
3.
Pengadilan Negeri tidak  berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
4.
Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menetukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
5.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa  di bidang perdaganagn dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundnag-undnagan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.

Acara Arbittrase


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (5).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Acara Arbittrase

1
Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.
Ketentuan bahwa pemeriksaan dilakukan secara tertutup adalah menyimpang dari ketentuan acara perdata yang berlaku di Pengadilan Negeri yang pada prinsipnya terbuka untuk umum. Hal ini untuk lebih menegaskan sifat kerahasiaan penyelesaian arbitrase.
2.
Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia,  kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.
3.
Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasannya dengan surat kuasa khusus.
4.
Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila :

a.
Diajukan permohonan oleh satu pihak mengenal hal khusus tertentu;
Yang dimaksud dengan “hal khusus tertentu” misalnya karena adannya gugatan antara gugatan insedential diluar pokok sengketa seperti permohonan jaminan sebagaimana dimaksud dalam hukum acara perdata.

b.
Sebagai akibat ditetapkan putusan provisional atau putusan sela lainnya; atau

c.
Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
5.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan denganenggunakan  lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak;
6.
Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus diajukan secara tertulis.
Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau diaggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase.
7.
Tempat arbitrase ditentukan oleh arbiter atau majelelis arbitrase kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak.
8.
Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutan kepada arbiter atau majelis arbitrase.
Surat tuntutan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya :

a.
Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak;

b.
Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-buti dan

c.
Isi tuntutan yang jelas. Isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan berupa uang harus disebutkan jumlahnya yang pasti.
9.
Setelah menerima surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase menyampaikan  satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon harus menanggapi dengan memberikan jawabn dalam waktu paling lama 14 hari sejak dierimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohon.
10.
Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan dan jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon.
Bersmaman dengan itu, arbiter atau ketua majelsi arbitrasi memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap dimuka siding arbitrase ayng ditetapkan paling lama 14 hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu.
11.
Dalam hal par pihak dating menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara piha yang bersengketa.
Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud  dalam ayat 1 tercaai, maka arbiter atau majelis arbiter membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.
12.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrasi terbentuk.








Selasa, 04 November 2014

Kasasi


                   Upaya Hukum kasasi

Kasasi merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan terdahulu dan merupakan peradilan terakhir.
Landasan kasasi berpihak (Mujono, SH. Mantan Ketua MA RI) adalah
1.
Untuk menjaminadannya kesatuan dan kepastian untuk kepentingan masyarakat;
2.
Untuk memberikan jaminan agar hukum itu sesuai dengan pandangan dan perkembangan masyarakat;
Lembaga kasasi bertujuan :
1.
Kesatuan hukum (univikasi)
2.
Kepastian hukum (asas legalitas)
3.
Living law (hukum yang berkembang dimasyarakat);
4.
Pembinaan hukumnasional yang mencakup :

a.
Penerapan hukum secara tepat dan benar;

b.
Pembaharuan hukum;

c.
Pembentukan hukum;
5.
Mengisi kekosongan huku.

Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir  oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

Pasal 253 ayat 1 KUHAP, pemeriksaan ditingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah agung guna menetukan :

a.
Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b.
Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c.
Apakah benar pengadilan telah melapaui batas kewenangannya.


Pasal 252 1 KUHAP, Pasal 30 1 UU No. 5/2004 tentang perubahan atas UU No. 14/1985 tentang Mahkamah agung menyebutkan bahwa : mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan  putusan atau penetapan-penetapan pengadilan-pengadilan semua lingkungan peradilan karena :

a.
Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b.
Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c.
Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

bersambung.......

Senin, 03 November 2014

Banding


Upaya Hukum Banding
Pasal 67 KUHAP

Bamding adalah alat hukum (rechtsmiddel) yang merupakan hak terdakwa atau hak penuntut umum, untuk memohon supaya putusan pengadilan negeri diperiksa kembali Pengadilan Tinggi.
Tujuan dari hak ini adalah untuk memperbaiki kemungkinan adanya khilafan pada putusan pertama. Hak pemohon banding ini senantiasa diperingatkan  oleh hakim kepada terdakwa  setelah putusan  diucapkan. Pengadilan tinggi dapat membenarkan, mengubah atau membatalkan putusan Pengadilan Negeri.
Menurut ketentuan Pasal 67 KUHAP, terdakwa  ataupun penuntut umum berhak minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurnag tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.


bersambung...belum selesai tulis

Perubahan stats penahan tersangka atau terdakwa


Perubahan status tahanan
Pasal 22 ayat 5 KUHAP

Cara mengajukan masa tahanan, caranya diatur dalam Pasal 22 (5) KUHAP. Pembedaan pengurangan masa penahanan ditinjau dari segi penahanan  ditinjau dari segi penahanan itu sendiri. Makin ringan jenis jenis penahannya, semakin penuh jumlah pengurangannya,  sebagai berikut :
1.
Penahanan rumah tahanan Negara, pegurangan sama dengan jumlah masa penahanannya. Jadi kalau jumlah masa penahanan harus dikurangkan secara berbanding 1 hari dengan 1 hari;
2.
Penahanan rumah, pengurangannya sama dengan 1/3 x jumlah masa penahanan. Jadi kalau jumlah masa penahanan rumah dialami oleh seseorang misalnya 60  hari, maka pengurangan 1/3 x 50 hari;
3.
Penahan kota, jumlah pengurangan masa penahananya sama dengan 1/5 x jumlah masa penahanan kota tealh dialami seseorang. Jika seseorang telah dikenakan penahanan kota selama 60 hari maka jumlah pengurangan masa penahanan adalah 1/5 x 50 hari;
Perubahan status tahanan mencantunkan syarat :
1.
Tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri;
2.
Tersangka atau terdakwa tidak menghilangkan barang bukti;
3.
Tersangka atau terdakwa tidak mengulangi perbuatannya;
4.
Tersangka atau terdakwa bersedia memenuhi panggilan untuk kepentingan pemeriksaan.

Penangguhan Penahanan Tersangka atau Terdakwa


                                              Penangguhan Penahanan

 Pasal 31 ayat 1 KUHAP

Setiap warga Negara yang menjadi tersangka  atau terdakwa berhak untuk mendapat penagguhan penahanan.
Penanguhana penahanan dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa sendiri, atau oleh keluarga tersangka atau terdakwa.
Penanguhan penahanan harus disertai dengan jaminan baik orang maupun barang.
Pasal 31 ayat 1 KUHAP, atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan, dengan atau tanpa jaminan uang atau orang berdasarkan syarat yang ditentukan.
Apabila jaminan berupa uag, maka uang jaminan harus secara jelas disebutkan dalam perjanjian, dan besarnya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang Pasal 35 ayat 1 PP No. 27/1983. Uang jaminan disetor sendiri oleh pemohon atau penasehat hukumnya, atau keluarganya, kepanitera pengadilan, dengan formulir penyetoran yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
Mengenai nilai uang yang dijadikan jaminan, tidak ada ketentuan secara jelas tentang besaran nilai uang yang dijadikan jaminan.
Jika jaminan penangguhan penahann berupa orang, maka identitas orang menjamin tersebut secara jelas dicantunkan dalam perjanjian, dan juga ditetapkan besarnya uang yang harus ditanggung penjamin tersebut Pasal 26 ayat 1 PP No. 27/1983.
Pejabat yang berwenang dapat mencabut penahan atas tersangka atau terdakwa, jika melanggar syarat yang ditentukan, jika melanggar syarat yang ditentukan, yaitu wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota.
Permohonan penagguhan penahanan harus mencantukan  syarat bahwa :
1.
Tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri;
2.
Tersangka atau terdakwa tidak akan menghilangkan barang bukti;
3.
Tersangka atau terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya;
4.
Tersangka atau terdakwa bersedia memenuhi panggilan atau untuk kepentingan pemeriksaan.
Masa penangguhan penahann tidak termasuk masa status tahanan, oleh karena tidak dipotongkan dalam hukuman yang akan dijatuhkan kemudian.