Praperadilan dan mekanismenya
Secara harfiah, praperadilan adalah memeriksa
hukum acara pidana dalam proses hukum pidana. Secara limitatif, pasal 77 telah
menegaskan “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang (a) sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan; (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pentingnya proses praperadilan diatur didalam
KUHAP, selain memberikan kepastian hukum kepada tersangka agar proses hukum
menjadi fair dan memberikan perlindungan Hak-hak tersangka, juga memastikan
agar proses hukum terhadap tersangka dapat dibuktikan berdasarkan alat-alat
bukti yang cukup sebagaimana diatur didalam KUHAP.
Selain itu juga agar memastikan agar pihak
penyidik tidak salah didalam melakukan penyidikan dan tersangka merupakan
pelaku yang harus dipertanggungjawabkan sebagaimana tuduhkan penyidik.
Proses praperadilan merupakan “semi
hukum” perdata. Dimana acara pemeriksaannya dimulai dari pembacaan materi
praperadilan, tanggapan dari pihak termohon (eksepsi), replik dan duplik.
Barulah dimulai dengan pemeriksaan saksi, saksi ahli dan bukti-bukti lainnya.
Dan terakhir kesimpulan.
Cara-cara ini biasa dikenal dalam hukum acara
perdata. Sehingga walaupun praperadilan termasuk kedalam hukum pidana, namun
hukum acaranya biasa dikenal dalam hukum acara perdata. Sehingga tidak salah
kemudian dikenal dengan istilah “semi hukum” perdata.
- sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
- sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
- permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Pihak-pihak yang dapat
mengajukan praperadilan adalah sebagai berikut:
- Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 79 KUHAP).
- Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (PASAL 80 KUHAP).
- Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya (pasal 81 KUHAP).
Praperadilan dipimpin
oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh
seorang panitera (pasal 78 ayat [2] KUHAP).
Acara pemeriksaan
praperadilan dijelaskan dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP yaitu sebagai berikut:
- dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
- dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;
- pemeriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
- dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
- putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.
Pemeriksaan
sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan
salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang
berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan (praperadilan) tentang
sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan
kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 1 angka 10
huruf b jo. pasal 78 KUHAP).
Peraturan
Perundang-undangan terkait: UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar