Rabu, 11 Februari 2015

Takaran bisa dikatakan Ahli

Ukuran dapat dikatakan sebagai ahli  “ahli “ dalam  persidangan berikut ini:

1.     keahlian seseorang harus dibuktikan terlebih dahulu dengan melampirkan curiculum vitae dan sertifikasi akademik secara tertulis yang diperlukan. Dari bukti surat itu, hakim baru dapat menilai apakah seseorang yang dihadirkan di persidangan tersebut bisa dikatakan sebagai ahli atau bukan. Misalnya, untuk menguji apakah foto yang dijadikan barang bukti adalah foto asli atau hasil rekayasa, maka dibutuhkan pendapat seorang ahli. Dalam era teknologi yang sudah sedemikian maju, anak SMA yang tekun dapat mempelajari teknik rekayasa photo digital. Tapi apakah anak itu dapat dikatakan ahli dan sejajar kedudukannya dengan  Perguruan Tinggi yang ada atau tidak? Dalam beberapa perkara sidang di Mahkamah Konstitusi, hakim kadang bertanya kepada ahli sebelumnya: berapa banyak buku yang dia tulis, dan jurnal apa saja yang pernah diterbitkan. Hanya untuk menakar keahlian seseorang.
2.     keahliannya berhubungan dan relevan dengan perkara yang tengah diperiksa. Seorang ahli hukum tata negara yang menulis disertasi tentang pemakzulan Presiden, sangat tidak relevan dihadirkan dalam sidang pengadilan perkara korupsi (pidana). Sebab kadang-kadang, ada upaya generalisasi bahwa semua doktor, semua profesor dan semua ahli hukum tata negara mahluk segala tahu. Ada tekanan pada KUHAP yakni: keahlian khusus. Misalnya dalam praperadilan perkara Budi Gunawan dengan obyek perkara penetapan sebagai tersangka. Apa relevansinya keterangan ahli Margarito Kamis sebagai ahli hukum tata negara dalam perkara ini? Lebih relevan jika menghadirkan Mudzakir atau JE Sahetapi, sebagai ahli hukum pidana. Tapi bila ingin lebih khusus lagi, perkara suap yang menimpa BG bisa jadi tidak relevan dengan keahlian khusus JE Sahetapi yang disertasinya tentang ancaman pidana mati. Atau tinjauan dari sisi ekonomi, dapat menghadirkan Nugroho Sumarjiyanto yang disertasinya khusus tentang teori perilaku penyuapan.
3.     keterangan ahli hanya berdasarkan keahlian dan pengetahuannya. Dalam perkara pidana seperti praperadilan, ahli tidak diperkenankan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Karena tafsir itu merupakan domain dari hukum tata negara bukan hukum (acara) pidana. Jika berlandaskan tafsir, keterangan ahli satu dengan yang lain bisa berbeda-beda (bahkan bertolak belakang) dan tidak memberi keyakinan pada hakim.
4.     ahli bukanlah saksi. Keterangan ahli lebih ditekankan pada bidang keahlian khusus yang dimilikinya dan berhubungan dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak memberi keterangan berdasarkan pengalaman (dilihat, didengar dan dialami sendiri). Seseorang yang dihadirkan menceritakan pengalaman saat membentuk undang-undang bukanlah ahli tetapi saksi. Seperti praperadilan BG, Prof. Romly yang dihadirkan memberi keterangan perihal pembentukan UU KPK pada tahun 2002. Keterangan yang diberikan bukan bermuatan ahli tetapi sebatas saksi.
5.     Keterangan ahli tidak bermuatan dengan alasan sebab akibat dari suatu perkara yang tengah diperiksa. Menguraikan fakta dan kenyataan. Pada dasarnya keterangan ahli suatu bentuk penghargaan dari peradilan atas keahlian khusus yang dimilikinya. Ahli balistik yang dihadirkan akan menjelaskan jika lubang yang ditimbulkan dari tekanan peluru yang berdiameter tertentu, maka berdasarkan pengetahuannya peluru yang digunakan adalah jenis kaliber tertentu. Ahli tidak dapat menilai atau membatah fakta misalnya di tempat kejadian perkara, proyektil peluru yang ditemukan berbeda dengan jenis kaliber tertentu yang diungkap dalam keterangannya.
Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2015/02/11/menakar-keterangan-ahli-701140.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar