Ukuran dapat dikatakan
sebagai ahli “ahli “ dalam persidangan berikut ini:
1.
keahlian
seseorang harus dibuktikan terlebih dahulu dengan melampirkan curiculum
vitae dan sertifikasi akademik secara tertulis yang diperlukan. Dari bukti
surat itu, hakim baru dapat menilai apakah seseorang yang dihadirkan di
persidangan tersebut bisa dikatakan sebagai ahli atau bukan. Misalnya, untuk
menguji apakah foto yang dijadikan barang bukti adalah foto asli atau hasil
rekayasa, maka dibutuhkan pendapat seorang ahli. Dalam era teknologi yang sudah
sedemikian maju, anak SMA yang tekun dapat mempelajari teknik rekayasa photo
digital. Tapi apakah anak itu dapat dikatakan ahli dan sejajar kedudukannya
dengan Perguruan Tinggi yang ada atau
tidak? Dalam beberapa perkara sidang di Mahkamah Konstitusi, hakim kadang
bertanya kepada ahli sebelumnya: berapa banyak buku yang dia tulis, dan jurnal
apa saja yang pernah diterbitkan. Hanya untuk menakar keahlian seseorang.
2.
keahliannya
berhubungan dan relevan dengan perkara yang tengah diperiksa. Seorang ahli
hukum tata negara yang menulis disertasi tentang pemakzulan Presiden, sangat
tidak relevan dihadirkan dalam sidang pengadilan perkara korupsi (pidana).
Sebab kadang-kadang, ada upaya generalisasi bahwa semua doktor, semua profesor
dan semua ahli hukum tata negara mahluk segala tahu. Ada tekanan pada KUHAP
yakni: keahlian khusus. Misalnya dalam praperadilan perkara Budi Gunawan
dengan obyek perkara penetapan sebagai tersangka. Apa relevansinya keterangan
ahli Margarito Kamis sebagai ahli hukum tata negara dalam perkara ini? Lebih
relevan jika menghadirkan Mudzakir atau JE Sahetapi, sebagai ahli hukum pidana.
Tapi bila ingin lebih khusus lagi, perkara suap yang menimpa BG bisa jadi tidak
relevan dengan keahlian khusus JE Sahetapi yang disertasinya tentang ancaman
pidana mati. Atau tinjauan dari sisi ekonomi, dapat menghadirkan Nugroho Sumarjiyanto
yang disertasinya khusus tentang teori perilaku penyuapan.
3.
keterangan
ahli hanya berdasarkan keahlian dan pengetahuannya. Dalam perkara pidana
seperti praperadilan, ahli tidak diperkenankan menafsirkan peraturan
perundang-undangan. Karena tafsir itu merupakan domain dari hukum tata negara
bukan hukum (acara) pidana. Jika berlandaskan tafsir, keterangan ahli satu
dengan yang lain bisa berbeda-beda (bahkan bertolak belakang) dan tidak memberi
keyakinan pada hakim.
4.
ahli
bukanlah saksi. Keterangan ahli lebih ditekankan pada bidang keahlian khusus
yang dimilikinya dan berhubungan dengan perkara yang sedang
diperiksa.
Keterangan ahli tidak memberi keterangan berdasarkan pengalaman (dilihat,
didengar dan dialami sendiri). Seseorang yang dihadirkan menceritakan
pengalaman saat membentuk undang-undang bukanlah ahli tetapi saksi. Seperti
praperadilan BG, Prof. Romly yang dihadirkan memberi keterangan perihal
pembentukan UU KPK pada tahun 2002. Keterangan yang diberikan bukan bermuatan
ahli tetapi sebatas saksi.
5.
Keterangan
ahli tidak bermuatan dengan alasan sebab akibat dari suatu perkara yang tengah
diperiksa. Menguraikan fakta dan kenyataan. Pada dasarnya keterangan ahli suatu
bentuk penghargaan dari peradilan atas keahlian khusus yang dimilikinya. Ahli
balistik yang dihadirkan akan menjelaskan jika lubang yang ditimbulkan dari
tekanan peluru yang berdiameter tertentu, maka berdasarkan pengetahuannya
peluru yang digunakan adalah jenis kaliber tertentu. Ahli tidak dapat menilai
atau membatah fakta misalnya di tempat kejadian perkara, proyektil peluru yang
ditemukan berbeda dengan jenis kaliber tertentu yang diungkap dalam
keterangannya.
Sumber
: http://hukum.kompasiana.com/2015/02/11/menakar-keterangan-ahli-701140.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar