Minggu, 16 November 2014

Kejaksaan memiliki wewenang melakukan penanganan asset




Apakah Kejaksaan memiliki wewenang melakukan penanganan asset?

1
Aset yang diamksud adalah asset yang memilikikaitan dengan tindak pidana.
2.
KUHAP Pasal 1 angka 16 menerangkan bahwa asset yang ada kaitannya dengan tindak pidana. Terhadap asset dapat dikenakan penyitaan.
Tindakan penyitaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih  dan atau menyimpan dibawah penguasaanya asset-aset terkait tindak pidana untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
3.
Jadi  tindakan terhadap asset hanya dapat dilakukan  oleh aparat penegak hukum karena tindakan pro-yustisia.
4.
Aparat penegak hukum yang dimaksud adalah penyidik baik itu Penyidik POLRI, Penyidik PNS, Penyidik KPK (tindak pidana korupsi) dan Penyidik Kejaksaan (tindak pidana korupsi dan Pelanggaran HAM Berat).
5.
Penanganan asset tidak hanya pada tahap penyidikan melainkan juga ada pada tahap penuntutan,
6.
Pada tahap penuntutan, Jaksa Penuntut Umum juga memiliki kewenaganan menangani asset karena sistim peradilan Indonesia kewenangan  adalah Dominus litis (domain) lembaga Kejaksaan.
7.
Walaupun terjadi penyerahan tersangka dan berkas perkara pada tahap peradilan namum asset merupakan  barang bukti tetap dalam penguasaan Jaksa Penuntut Umum.
8.
Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap dieksekusi oleh Kejaksaan termasuk asset yang telah diputuskan oleh pengadilan.
9.
Penuntutan yang merupakan wewenang kkusus (dominus litis) kejaksaan, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (incraaht) juga merupakan kewenangan kejaksaan.
10.
Justifikasi dan legitimasi Kejaksaan untuk bertindak sebagai  asset recovery office terkait dengan tugas pokok dan fungsinya dalam penyidikan, dan sebagai eksekutor yang melaksanakan putusan dan atau ketetapan pengadilan serta melakukan penyelesian sesuai dengan perintah pengadilan atau disposal.
11.
Barang milik Negara sebagai barang yang diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) atau berasal dari  perolehan lainya yang san (Non APBN).
12.
Menurut peraturan pemerintah yang dimaksud dengan barang milik Negara yang relevan dengan konteks pemulihan asset, yaitu barang yang diperoleh berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (incraaaht).
13.
Dalam konteks Kejaksaan Agung, Jaksa Agung selaku pimpinan lembaga secara ex officio berstatus sebagai pengguna barang yang secara fungsional kewenangan dan tanggung jawabnya selaku pengurus barang dijalankan oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan. Jaksa Agung Muda Pembinaan mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab fungsional menggunakan barng kepada kepala Biro keunagan  dan fungsinya antara lain : mengelola pendapatan dan uang milik Negara serta pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) Kejaksaan  dan mengelola barang rampasan.
14.
Menetri keuangan dengan PERATURAN MENTERI KEUANGAN NO. 03/PMK.08/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari barang rampasan Negara dan gratifikasi, mengakui dan penegasan fungsi manajemen asset pro yustisi kejaksaan  seperti pada pasal 8 dan pasal 9 yang menyebutkan Jaksa Agung sebagai Pengurus Barang rampasan  Negara.

Syarat Arbitrase


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (3).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Syarat Arbitrase

1
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase.
2.
Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberithaukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, facsimile, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
3.
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 memuat dengan jelas :

a.
Nama dan alamat para pihak;

b.
Penunjukan kepada klausulu atau perjanjian arbitrase yang berlaku;

c.
Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;

d.
Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;

e.
Cara penyelesaian yang dikehendaki; dan

f.
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah artiber atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dan mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
4.
Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditanda tangani oleh para pihak.
5.
Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.
Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus memuat :

a.
Masalah yang dipersengketakan;

b.
Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;

c.
Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter dan majelis arbitrase;

d.
Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;

e.
Nama lengkap sekretaris;

f.
Jangka waktu penyelesaian sengketa;

g.
Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan

h.
Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
6.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan tersebut di bawah ini :

a.
Meninggalnya salah satu pihak;

b.
Bangkrutnya salah satu pihak;

c.
Novasi;
Yang dimaksud  dengan novasi adalah Pembaharuan utang.

d.
Insolvensi salah satu pihak : yang dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar;

e.
Pewarisan;

f.
Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok.

g.
Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan  pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau

h.
Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
7.
Penunjukan dua orang arbiter oleh para pihak memberi wewenang kepada dua arbiter tersebut untuk memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga;

Arbiter ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diangkat sebagai ketua majelis arbitrase;
Apabila dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemberitahuan diterima oleh termohon sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 1, dan salah pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.

Pelaksanaan Putusan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Nasional/Internasional)


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (8).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Pelaksanaan Putusan Arbitrase

ARBITRASE NASIONAL

1
Dalam waktu paling lama 30 hari  terhitung sejak tanggal diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasannya kepada Penitera Pengadilan Negeri.
2.
Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.
3.
Perintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 diberikan dalam waktu paling lama 30 hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri.
4.
Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri, dilaksankan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
ARBITRASE INTERNASIONAL
1.
Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah pengadilan negeri Jakarta Pusat.
2.
Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksankan diwilayah hukum republic Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.
Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu Negara yang dengan Negara Indonesia  terikat dengan perjanjian, baik secara bilateral maupul multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.

b.
Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dengan huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
Yang dimaksud dengan “ruang lingkup hukum perdagangan’ adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang :

-
Perniagaan;

-
Perbankan;

-
Keuangan;

-
Penanaman modal;

-
Industry;

-
Hak kekayaan intelektual.
3.
Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter  atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus disertai dengan :

a.
Lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase internasional, sesuai dengan ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahkan resminya dalam bahasa Indonesia.

b.
Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan anskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan

c.
Keterangan dari perwakilan diplomat republic Indonesia dinegara tempat putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa Negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan Negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanan putusan arbitrase Internasional.
4.
Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 huruf d yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi.
5.
Setelah ketua Pengadilan Jakarta Pusat memberikan  perintah eksekusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 64, maka pelaksanan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relative berwenang melaksankan putusannya.
Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta baeang milik termohon eksekusi.
Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan oleh Hukum Acara Perdata.











Hak Ingkar dalam Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (4).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Hak Ingkar

1
Terhadap arbiter dapat diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan.
Tuntutan ingkar terhadap seoarang arbiter dapat pula dilaksankan apabila terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.
2.
Hak ingkar terhadap arbiter yang diangkat oleh Ketua Pengadilan Negeri diajukan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Hak ingkar terhadap arbiter tunggal diajukan kepada arbiter yang bersangkutan.
Hak ingkar terhadap anggota majelis arbitrasi diajukan kepada majelis arbitrase yang bersangkutan.

Saksi dan ahli dalam Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (7).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Saksi dan Saksi Ahli

1
Atas perintah arbiter atau majelis arbitrase atau atas permintaan para pihak dapat dipanggil seorang saksi atau lebih atau seorang saksi ahli atau lebih, untuk didengar keterangannya.
Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli diebankan kepada pihak peminta.
Sebelum memberikan keterangan, para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah.
2.
Arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seorang atau lebih saksi ahli untuk memberikan keterangan tertulis mengenai suatu persoalan khusus yang berhubungan dengan pokok sengketa.
Para pihak wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh para saksi ahli.








Pengertian Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (1).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Pengertian

1
Arbitrase  adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Para pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdta maupun hukum public.
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantun dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum sengketa, atau suatu perjanjian  arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
2.
Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa.
3.
Pengadilan Negeri tidak  berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
4.
Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menetukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
5.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa  di bidang perdaganagn dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundnag-undnagan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.

Acara Arbittrase


Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (5).

UU NO. 30 TAHUN 1999

Datun
Acara Arbittrase

1
Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.
Ketentuan bahwa pemeriksaan dilakukan secara tertutup adalah menyimpang dari ketentuan acara perdata yang berlaku di Pengadilan Negeri yang pada prinsipnya terbuka untuk umum. Hal ini untuk lebih menegaskan sifat kerahasiaan penyelesaian arbitrase.
2.
Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia,  kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.
3.
Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasannya dengan surat kuasa khusus.
4.
Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila :

a.
Diajukan permohonan oleh satu pihak mengenal hal khusus tertentu;
Yang dimaksud dengan “hal khusus tertentu” misalnya karena adannya gugatan antara gugatan insedential diluar pokok sengketa seperti permohonan jaminan sebagaimana dimaksud dalam hukum acara perdata.

b.
Sebagai akibat ditetapkan putusan provisional atau putusan sela lainnya; atau

c.
Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
5.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan denganenggunakan  lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak;
6.
Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus diajukan secara tertulis.
Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau diaggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase.
7.
Tempat arbitrase ditentukan oleh arbiter atau majelelis arbitrase kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak.
8.
Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutan kepada arbiter atau majelis arbitrase.
Surat tuntutan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya :

a.
Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak;

b.
Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-buti dan

c.
Isi tuntutan yang jelas. Isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan berupa uang harus disebutkan jumlahnya yang pasti.
9.
Setelah menerima surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase menyampaikan  satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon harus menanggapi dengan memberikan jawabn dalam waktu paling lama 14 hari sejak dierimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohon.
10.
Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan dan jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon.
Bersmaman dengan itu, arbiter atau ketua majelsi arbitrasi memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap dimuka siding arbitrase ayng ditetapkan paling lama 14 hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu.
11.
Dalam hal par pihak dating menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara piha yang bersengketa.
Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud  dalam ayat 1 tercaai, maka arbiter atau majelis arbiter membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.
12.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrasi terbentuk.