Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan
perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat
yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga
kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. (Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan
masyarakat, Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan
manusia dalam masyarakat. Hukum Menujukan mana yang baik mana yang tidak baik,
hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan
teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota
mayarakat).
Tujuan hukum yang bersifat
universal adalah ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap
perkara dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan prantara hakim
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain itu hukum bertujuan untuk
menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya
sendiri. Dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum terdiri dari :
·
Sebagai alat
pengatur tata tertib hubungan masyarakat
·
Sebagai sarana
untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
·
Sebagai sarana
penggerak pembangunan
·
Sebagai fungsi
kritis
Dalam beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum telah
merumuskan tujuan hukum dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 3 (tiga) teori:
A.
Teori etis. Teori etis
pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya ethica
dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum
semata-mata bertujuan demi keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis
kita mana yang adil dan mana yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini
bertujuan mewujudkan keadilan. Mengenai isi keadilan, Aristoteles membedakan
adanya dua macam keadilan; justitia distributive (keadilan distributif) dan
justitia commulative (keadilan komuliatif). Keadilan distributif adalah suatu
keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan jasa atau haknya
masing-masing. Makna keadilan bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara
proposional. Adapun keadilan kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada
setiap orang berdasarkan kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang
diperlakukan sama. Aristoteles.
Dalam Bukunya “Rhetorica” mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil. Menurut teori ini buku mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang berhak dia terima yang memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus. Apabila ini dilaksanakan maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau ketentuan-ketentyuan umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan kepastian Hukum, meskipun padasewktu-waktu dadapat menimbulkan ketidak adilan.
Dalam Bukunya “Rhetorica” mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil. Menurut teori ini buku mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang berhak dia terima yang memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus. Apabila ini dilaksanakan maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau ketentuan-ketentyuan umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan kepastian Hukum, meskipun padasewktu-waktu dadapat menimbulkan ketidak adilan.
B. Teori
Utilitis. Menurut teori ini hukum bertujuan untuk menghasilkan kemanfaatan
yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan.
Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the
morals and legislation”. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang
berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan aspek
keadilan. Aliran utilitas menganggap, bahwa pada
asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau
kebahagiaan warga masyarakat9. Di dalam bukunya yang berjudul “Intoduction to The
Principles of Morals and Legislation (1780)”, Jeremy Betham, seorang pakar
hukum Inggris menegaskan bahwa tujuan hukum adalah sedapat mungkin mendatangkan
kebahagiaan yang sebesar-besarnya terhadap jumlah orang yang banyak atau yang terkenal
dengan “the greatest good of the greatest number”. Selain Jeremy Betham,
aliran ini juga didukung oleh James Mill, John Stuart Mill, dan Soebekti.
Soebekti menyatakan, bahwa tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan negara,
yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Artinya, tujuan hukum
hendaknya memberikan manfaat (nilai guna) yang
sebesar-besarnya kepada warga masyarakat. Dalam teori ini, hukum dipandang
semata-mata hanya untuk memberikan kebahagiaan bagi warga masyarakat dan
pelaksanaan hukum tetap mengacu pada manfaat bagi warga masyarakat. Hukum baru dikatakan berhasil guna atau
bermanfaat apabila sebanyak mungkin dapat
mewujudkan keadilan. Mengeluarkan keadilan dari lingkungan hukum, maka muncul
asumsi bahwasanya hukum identik dengan kekuasaan. Hal tersebut tentu kurang
tepat, sebab
hukum dan kekuasaan saling membutuhkan. Seperti pandangan Mochtar
Kusumaatmadja bahwa, “hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan
tanpa hukum adalah kedzaliman. Dan kebahagiaan atau
manfaat bagi orang satu belum tentu sama menurut orang yang lain. Maka, teori utilitas pun dianggap sebagai teori yang berat sebelah, sebab teori ini pun dianggap
bersifat subjektif, relatif dan individual.
C.
Teori Campuran. Menurut
Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara
damai dan adil. Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan
ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang
teratur dan damai. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus
diciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara
kepentingan satu dengan yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus
memperoleh apa yang menjadi haknya. Dengan demikian pendapat ini dikatakan
sebagai jalan tengah antara teori etis dan utilitis. Atas
kelemahan kedua teori diatas yaitu teori etis dan teori utilitas, muncullah
teori gabungan yaitu teori yang mengkombinasikan kedua teori tujuan hukum yang
terdahulu. Teori gabungan ini dianut oleh beberapa
pakar hukum diantaranya yaitu L.J. van Apeldoorn, van Kan dan Bellefroid
Prof. Van
Kan di
dalam buku Inleiding Tot de Rechtwetenschap menguraikan tentang tujuan
hukum yang kesimpulannya bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat pula disebutkan bahwa hukum
menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri
(eigenrichting is vorbiden), tidak mengadili dan menjatuhkan hukuman
terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya, namun tiap perkara, harus
diselesaikan melalui proses pengadilan dengan perantaraan hakim berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku.
Pendapat L.J.
van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de Studie van het
Nederlandsche Recht menegaskan bahwa tujuan hukum adalah pengaturan
kehidupan masyarkat secara adil dan damai dengan mengadakan keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga tiap-tiap orang mendapat apa
yang menjadi haknya masing-masing sebagaimana mestinya.
Perdamaian
di antara masyarakat dipertahankan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa
dan harta benda dari pihak yang merugikan. Kepentingan perseorangan seringkali
bertentangan dengan kepentingan golongan manusia. Pertentangan tersebut dapat
menjadi pertikaian seandainya hukum tidak berperan sebagai perantara untuk
mempertahankan kedamaian. Dalam sebuah literatur
mengatakan, pada dasarnya tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik
secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk
menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang
berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif, adalah
mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan
hak. Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk didalamnya adalah :
1. Mewujudkan
ketertiban dan keteraturan.
2.
Mewujudkan kedamaian sejati.
3.
Mewujudkan keadilan.
4.
Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Dari uraian tersebut, kedamaian sejati dapat terwujud
apabila warga masyarakat telah merasakan suatu ketentraman lahir maupun batin.
Dan ketentraman dianggap sudah ada apabila masyarakat merasa bahwa kelangsungan
hidup dan pelaksanaan hak tidak bergantung pada kekuatan fisik dan non fisik saja.
Selama tidak melanggar hak dan merugikan orang lain, masyarakat akan secara
bebas melakukan apa yang dianggapnya benar, mengembangkan minat dan bakatnya
dan merasa selalu memperoleh perlakuan yang wajar, begitu pula ketika melakukan
kesalahan.
Dan ada juga teori tambahan
:
A. Teori
normatif-dogmatif, tujuan hukum adalah semata-mata untuk
menciptakan kepastian hukum (John Austin dan van Kan). Arti kepastian hukum
disini adalah adanya melegalkan kepastian hak dan kewajiban. Van Kan
berpendapat tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak
diganggu dan terjaminnya kepastiannya. Teori ini bersumber dari pemikiran
positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang
otonom, yang mandiri, karena bagi penganut aliran ini, hukum tak lain hanya
kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum adalah tidak lain dari
sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Bagi penganut teori ini,
kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat
suatu aturan hukum, contohnya “Barang siapa yang mengambil barang milik orang
lain, dengan cara melawan hak, dapat dihukum menurut Paal 362 KUHP. Perkataan
“barang siapa” pada pasal ini menunjukan pengaturannya yang umum. Dan sifat
umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk
mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.
Menurut teori ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian. Kelemahan teori normatif-dogmatis ini adalah melupakan bahwa sebenarnya “kepastian hukum” itu bukan satu-satunya yang “harus”, tetapi hanya sesuatu yang “seharusnya”. Hal ini dapat dimaklumi bahwa apa yang seharusnya (das sollen) belum tentu terwujud dalam kenyataannya (das sein).
Pada mulanya, teori normatif-dogmatis ini dirasakan jauh lebih maju dan arif, ketimbang pemikiran-pemikiran dari teori etis dan utilities, tetapi lama kelamaan, karena semakin kompleknya kehidupan manusia di era modern, pilihan perioritas yang dari salah satu teori di atas, kadang-kadang justru bertentangan dengan kebutuhan hukum dalam kasus-kasus tertentu, sehingga munculah teori gabungan (verenigings theori)
Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2093162-teori-normatif-dogmatis-normatief-dogmatische/#ixzz3CE3yOWLt
Menurut teori ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian. Kelemahan teori normatif-dogmatis ini adalah melupakan bahwa sebenarnya “kepastian hukum” itu bukan satu-satunya yang “harus”, tetapi hanya sesuatu yang “seharusnya”. Hal ini dapat dimaklumi bahwa apa yang seharusnya (das sollen) belum tentu terwujud dalam kenyataannya (das sein).
Pada mulanya, teori normatif-dogmatis ini dirasakan jauh lebih maju dan arif, ketimbang pemikiran-pemikiran dari teori etis dan utilities, tetapi lama kelamaan, karena semakin kompleknya kehidupan manusia di era modern, pilihan perioritas yang dari salah satu teori di atas, kadang-kadang justru bertentangan dengan kebutuhan hukum dalam kasus-kasus tertentu, sehingga munculah teori gabungan (verenigings theori)
Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2093162-teori-normatif-dogmatis-normatief-dogmatische/#ixzz3CE3yOWLt
B. Teori
Peace (damaisejahtera). Menurut teori ini
dalam keadaan damai sejahtera (peace) terdapat kelimpahan, yang kuat tidak
menindas yang lemah, yang berhak benar-benar mendapatkan haknya dan adanya
perlindungan bagi rakyat. Hukum harus dapat menciptakan damai dan sejahtera
bukan sekedar ketertiban.
Menurut para
ahli tujuan hukum sebagai berikut :
A. Prof. Subekti SH., tujuan hukum adalah mengabadi pada tujuan negara yang pada pokoknya
tujuan negara adalah mewujudkan kemakmuran dan memberikan kebahagiaan pada
rakyat di negaranya. Tujuan hukum tidak hanya
untuk memperoleh keadilan tetapi harus ada keseimbangan antara tuntutan
kepastian hukum dan tuntutan keadilan hukum. Hal tersebut dinyatakan dalam
bukunya yang berjudul Dasar-dasar hukum dan pengadilan.
B. Prof.Mr. Dr. L.J Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup
manusia secara damai karena hukum menghendaki perdamaian. Hal itu dinyatakan
dalam bukunya yang berjudul Inleiding tot de studie van het Nederlandse
recht.
C. Jeremy Bentham, tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan apa yang berfaedah bagi
orang. Jeremy Bentham adalah seorang yang menganut teori utilistis. Hal ini
dinyatakan dalam bukunya yang berjudul Introduction to the morals legislation.
D. Geny, tujuan
hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan. Di dalam keadilan tersebut,
terdapat unsur yang dikatakan kepentingan daya guna dan kemanfaatan. Hal
tersebut dinyatakan Geny dalam Science et technique en droit prive positif.
E. Dr. Wirjono Prodjodikoro. S.H. Dalam bukunya “
Perbuatan Melanggar Hukum”. Mengemukakan bahwa tujuan Hukum adalah mengadakan
keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.
Ia mengatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam. Wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing.
Hawa nafsu masing-masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari-hari dan supaya segala kepentingannya terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara barbagai macam kepentingan anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu dalam hubungan masyarakat.
Ia mengatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam. Wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing.
Hawa nafsu masing-masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari-hari dan supaya segala kepentingannya terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara barbagai macam kepentingan anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu dalam hubungan masyarakat.
F. Prof.Mr.Dr.L.J.Apeldoorn. Dalam bukunya “Inleiding
tot de studie van het Nederlanse Recht”, Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan
Hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
Untuk mencapai kedamaian Hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbanagn antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara 2 teori tujuan hukum, Teori Etis dan Utilitis.
Untuk mencapai kedamaian Hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbanagn antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara 2 teori tujuan hukum, Teori Etis dan Utilitis.
G. JeremyBentham. Dalam Bukunya “Introduction to the
morals and negismation”, ia mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa
yang berfaedah pada orang. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang
berfaedah pada orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal
keadilan. Disini kepastian melalui hukum bagi perorangan merupakan tujuan utama
dari Hukum.
H. Mr.J.H.P.Bellefroid. Bellefroid menggabungkan 2
pandangn ekstrim tersebut. Ia menggabungkan dalam bukunya “Inleiding tot de
Rechts wetenshap in Nederland” bahwa isi hukum harus ditentukan menurut 2 asas,
ialah asas keadilan dan faedah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar