Lemahnya pengetahuan hukum tentang korupsi dapat berakibat
pada penanggulangan korupsi menjadi stagna atau banyak kasus korupsi yang tidak
tuntas. Substansi perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Perbuatan
melawan hukum dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau
suatu koorporasi atau kelompok yang dapat merugikan keungan Negara.
Ancaman hukuman seumur hiduo atau paling
lama 20 (duapuluh) tahun atau paling singkat 4 (empat) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyart rupiah), Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 .
dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan
dalam keadaan tertentu pidana
mati dapat dijatuhkan.
Unsur-unsur sebagai
berikut :
a)
Setiap orang
b)
Secara melawan hukum
c)
Melakukan perbuatan : - memperkaya diri sendiri,
- orang lain atau –memperkaya suatu koporasi,
d)
Yang dapat merugikan keuangan Negara atau
prekonomian Negara
Penjelasan unsur-unsur :
a)
Setiap orang.
Kata “setiap orang”
menunjukan kepada siapa orannya harus bertanggung jawab atas perbuatan/kejadian
yang didakwakan atau siapa orang yang harus dijadikan terdakwa. Kata
setiaporang identic dengan terminology kata “barang siapa” atau hij
dengan pengertian sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dadar
atau setiap orang sebagai subjek
hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat diminta pertanggung jawaban dalam
segala tindakannya sehingga secara
historis kronologis manusia sebagai subjek hukum telah dengan sendirinya ada
kemampuan bertanggung jawab kecuali secara tegas undang-undang menentukan lain.
Oleh karena itu kemampuan bertanggung jawab (toeerekeningsvaaanbaarheid)
tidak perlu dibuktikan lagi karena setiap subjek hukum melekat erat dengan
kemampuan bertanggung jawab sebagaimana ditegaskan dalam Memorie van Toelichting (MvT) Buku Pedomn Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Buku II,
Edisi Revisi tahun 2005, hal 209 dan Putusan MA No. 1398 K/pid/1994 tanggal 30
Juni 1995.
Yang dimaksud dengan
“setiap orang” dalam pasal 1 butir 3 UU No. 31 /1999 adalah orang perseorangan
atau termasuk korporasi. Dalam hal ini adalah subjek atau pelaku tindak pidana
yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya yang terdiri dari perseorangan
atau korporasi. Korporasi adalah
kumpulan orang dan atau kekayaan yang teroganissi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999
ditegaskan bahwa “dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
korporasi dan atau pengurusnya.” Kemudian dalam penjelasan Pasal 20 ayat 1
dijelaskan bahwa dimaksud dengan “pengurus”
adalah organ korporasi yang
menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggran
dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataanya memiliki kewenangan dan ikut
memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasi sebagi tindak pidana
korupsi.
Sedangkan pegawai
negeri menurut Pasal 1 UU No. 31 tahun 1999 meliputi :
-
Pegawai negeri sebagai mana dimaksud dalam
undang-undang tentang kepegawaianà
UU No. 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian sebagaimana dirubah dengan UU No. 43 Tahun 1999.
-
Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan
Negara atau daerah;
-
Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu
korporasi yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah; atau
-
Orang yang menerima gaji atau upah dari
korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau
masyarakat.
Sesuai dengan perluasan pengertian pegawai negeri dalam
ketentuan tersebut diatas,maka dapat dirinci lebih luas lagi tentang subjek
yang termasuk dalam kategori pegawai negeri yaitu :
-
Pegawai Mahkamah Agung RI dan Mahkamah
Konstitusi
-
Pegawai pada kementerian/Departemen dan Lembaga Pemerintahan Non Departemen.
-
Pegawai pada Kejaksaan Agung RI
-
Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR, DPR,
DPD, DPRD Propinsi/daerah Tingkat II;
-
Pegawai pada Perguruan Tinggi Negeri;
-
Pegawai pada Komisi dan Badan yang dibentuk
berdasarkan UU, Keputusan Presiden, Sekretaris cabinet (sekab) dan Sekertris
Militer (sekmil);
-
Pegawai pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
-
Pegawai pada badan Peradilan (Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata usaha Negara);
-
Anggota TNI dan POLRI serta PNS di Lingkungan
TNI dan POLRI;
-
Pimpinan dan Pegawai di Lingkungan Pemerintah
Daerah;.
b)
Secara melawan hukum. Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dijelaskan dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UU
No. 31/1999 yaitu mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formal amaupun
dalam arti materiil, yakni meskipun
perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun
apabila perbuatan tersebut dianggab tercela karena tidak sesuai dengan rasa
keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat, maka perbuatan
tersebut dapat dipidana. Kemudian
dalam penjelasan pasal 1 ayat 1 sub a UU No. 3/1971 bahwa perbuatan “melawan hukum tidak dijadikan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum, melainkan melawan hukum ini adalah sarana untuk melakukan perbuatan
yang dapat dihukum yaitu “memeperkaya
diri sendiri” atau “orang lain” atau “suatu badan”.
Dalam unsur ini, pembentuk undang-undang mempertegas elemen secara melawan hukum yang mencakup
perbuatan melawan secara formil dan materiil, yakni meskipun perbuatan itu
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi apabila perbuatan
itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma
kehidupan social dalam masyarakat, perbuatan tersebut dapat dipidana.
Kemudian dalam penjelasan Pasal 1 ayat 1 sub a UU No. 3/1971
bahwa “perbuatan melawan hukum” tidak
dijadikan sebagai perbuatan yang dapat dihukum, melainkan melawan hukum ini
sarana untuk melakkan perbuatan yang dapatdihukum yaitu “memperkaya diri sendiri” atau “orang lain” atau “suatu badan”.
Dalam unsur ini, pembentuk undang-undangmempertegas
elemensecara “melawan hukum” yang mencakup perbuatan melawan hukum secara
formil dan materiil, yakni meskipun
perbuatan ini tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan , akan tetapi apabila diangap tercela karena tidak
sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat,
perbuatan tersebut dapat dipidana.
Pada dasarnya perbuatan melawan
hukum formal (formale wederrechtelijk) dan perbuatan hukum materiil (materiede
wederrechtelijk) telah lama dianut dalam sistem peradilan peradilan.
Kemudian dalam praktik peradilan tindak pidana korupsi
khususnya terhadap perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk) melalui yurisprudensi.
Putusan MA No. 42.K/Kr/1966 tanggal 8 Januari 1966 yang
menerapkan sifat melawan hukum materiil dengan fungsi yang bertujuan
menghilangkan alas an penghapus pidana (tidak tertulis). Mahkamah Agung
berpendapat bahwa adannya tiga factor yang menghapuskan sifat melawan hukum
suatu perbuatan. Pertimbangan
didasararkan asas-asas keadilan dan asas-asas hukum yang tidak tertulis. Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia, normative, teoritis, Praktik dan masalahnya, alumni
Bandung, hal 83.
c)
Melakukan perbuatan : - memperkaya diri
sendiri, - orang lain atau –memperkaya suatu koporasi. Memperkaya diri
sendiri atau suaty memperkaya korporasi perkataan “memperkaya diri sendiri” atau “orang lain” atau “suatu badan” yang jika dihubungkan
dengan pasal 18 ayat 2 UU No. 3/1971, maka merupakan upaya untuk mengumpulkan
kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau penambahan kekayan dari
sumber-sumber yang tidak sah, yang memberi kewajiban kepada terdakwa untuk
memberikan keterangan sumber kekayaanya sedemikian rupa. Terminology
“memeperkaya” dalam konteks tindak pidana korupsi ini telah dikenal mellaui
ketentuan pasal 12 ayat 2 Peraturan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No.
Prt/peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958 jo Peraturan Pengusaha Perang kepala
Staf Angkatan Laut No. Prt/Z.I/1/7 tanggal 17 April 1958, Pasal 1 huruf b UU
No. 24 Prp Thaun 1960, pasal 1 ayat 1 huruf a UU no. 3/1971 dan Pasal 2 ayat 1
UU no. 3/1971. Pada dasarnya, maksud “memeperkaya diri sendiri” dapat
ditafsirkan bahwa pelaku bertambah kekayaanya atau menjadi lebih kaya karena
perbuatan korupsi yag dilakukan tersebut.
Modus operanndi perbuatan memperkaya diri sendiri dapat
dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan membeli, menjual, memindah bukukan
rekening, menandatangani kontrak serta perbuatan lainny sehingga pelakujadi
bertambah kekayaanya.
Memperkya “orang lain”
menurut Darwin Prinst adalah bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh pelaku , ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaannya
atau bertambahnya harta bendannya. Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, PT Citra Aditya Bakti, bandung hal.31.
d)
Yang dapat merugikan keuangan Negara atau
prekonomian Negara.
Keuangan Negara yang
dimaksud adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apa pun, yang
dipisahkan atau yang tidak
dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak
dan kewajiban yang timbul karena :
-
Berada dalam penguasaan, pengurusan dan
pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah;
-
Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara
/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan Hukum, dan Perusahaan yang
menyertakan modal Negara atau perusahaan
yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan Negara.
Perekonomian Negara
adalah kehidupan perekonomian yang
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha
masyarakat secara mandiri yang didasarkan
pada kebijakan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun didaerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada kehidupan rakyat. Referensi praktik peradilan Mahkamah Agung RI dalam Putusan No. 1164 K/Pid/1985 tanggal 31 Oktober 1986
dalam perkara Tony Gozaly als Go Tiong Kien memberikan konklusi tentang
perbuatan terdakwa yang merugikan perekonomian
Negara yaitu perbuatan terdakwa yang membangun tanpa izin diwilayah
perairan milik Negara sehinnga Negara
tidak bisa mempergunakan untuk kepentingan umum, sehingga perbuatan tersebut
dikategorikan sebagai perbuatan yang merugikan keuangan Negara. Adapun
pertimbangan MAhkamah Agung RI dalam putusan tersebut adalah bahwa “perbutan terdakwa tersebut adalah
melawan hukum, karena ia membangun diatasnnya tanpa hak/tanpa izin yang
berwajib dan sebagai akibat dari perbuatannya tersebut sebagian dari wilayah perairan pelabuhan ujung pandang tidak dapat
digunakan lagi untuk kepentingan umum.
Bahwa wilayah perairan tersebut adalah
milik Negara, sehingga penggunaan dari padannya oleh terdakwa jelas merugikan
perekonomian Negara”.
Pasal 2 ayat 2 UU Nomor
20 tahun 2001 ada unsur “dilakukan dalam
keadaan tertentu” didalam
penjelasan dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana
yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana diperuntukkan
bagi penanggulangan keadaan social yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi
dan moneter dan penanggulangan tindak pidanakorupsi.
2) Menyalah-gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padannya karena jabatan atau kedudukan dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau ornag lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
atau perekonomian Negara. Ancaman hukuman penjara seumur hidup atau paling lama
20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 1 (satu) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,.
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) Pasal 3 UU No. 31/1999).
Perbuatan “menyalahgunakan
kewenangan” merupakan perbuatan korupsi yang pada hakikatnya diterapkan
kepada pejabat/pegawai negeri yang dapat menyalahgunakan jabatan,
kedudukan dan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padannya, jika melihat perluasan pengertian pegawai
negeri sebagai mana bunyi pasal 1
ayat 2 UU No. 31/1999 jo UU No.
20/2001. Akan tetapi jika melihat
pengertian menurut SK Pengangkatan Pegawai Negeri, maka tentunya kategori orang
yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi atau dari keunangan Negara
atau modal negara. Tidak memiliki sk pengangkatan sebagai pegawai negeri, juga
termasuk dalam subjek ketentuan pasal ini.
Terminology “menyalahgunakan” adalah sangat luas cakupan pengertiannya dan
tidak terbatas secara limitative pada pasal 53 KUHP, kongkretnya “penyalahgunaan” dapat diartikan dalam
konteks adaanya hak atau kekuasaan yang dilakukukan tidak sebagai mana mestinya
seperti melakukan proses pelaksanaan yang tidak sesuai dengan program atau
penggunaanya yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“menyalahgunakan kesempatan” dapat diartikan menyalahgunakan waktu
dan kesempatan yang ada pada diri pelaku karena eksistensi kedudukan dan atau
jabatannya , sedangkan “menyalahgunakan sarana” berarti menggunakan fasilitas dinas yang ada karena
kedudukan dan atau jabatannya bukan untuk kepentingan dinas akan tetapi untuk
kepentingan pribadi atau orang lain
diluar dinas dengan maksud untuk mengambil keuntungan pribadi dari sarana
tersebut.
“kedudukan” menurut Sudarto dalam buku Kapita selekti
Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981 hal 141, adalah perkataann “jabatan” adalah meragukan terutama
jika kedudukan ini diartikan fungsi pada umumnya, karena seorang direktur bank
swasta misalnya juga mempunyai kedudukan.
3) Memberikan
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara agar
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal
5 ayat 1 huruf a dan b UU No. 20/2001. Pegawai negeri atau penyelenggara negra
yang menerima pemberian tersebut (Pasal
5 ayat 2 UU No. 20 /2001) ancaman penjara 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Unsur “memberi hadiah atau
janji” . Hadiah atau yang dalam
penjelasan Pasal 12 B ayat 1 UU No. 20/2001, disebut “gratifikasi” adalah pemberian ung, barang, rabat (discount),
komisi, pinjaman tampa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,
dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalamnegeri maupun
diluar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik. Sedangkan janji adalah pemberian harapan untuk memberikan gratifikasi
pada waktu tertentu dan dengan syarat tertentu.
Dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, maksud dari unsur
ini adalah bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karenakekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatanatau kedudukan orang yang diberi hadiah atau
janji. Pengertian lain kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukan itu tidak ada, maka tidak aka nada
hadiah atau janji itu.
Oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukantersebut, dengan pengertian
bahwa orang yang memberikan hadiah atau janji itu mendasarkan pemberiannya pada
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan orang yang
diberi hadiah atau janji. Hadiah atau janji ditujukan agar orang yang diberi
hadiah atau janji melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.
4) Memberikan
sesuatu kepada hakim atau advokat untuk mempengaruhi putusan atau pendapatnya
(pasal 6 ayat 1 huruf a dan b UU No. 20/2001). Hakim atau adokad yang menerima
pemberian tersebut (pasal 6 ayat 2 UU No. 20/2001). Ancaman pidana penjara 15
(lima belas) tahun, dan denda Rp. 150.000.000, (sertus lima puluh jut rupiah)
hungga Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Unsur kepada hakim, hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk mengadili, sedangkan mengadili adalah serangkaian tindakan
hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus prkara pidana berdasarkan asas
bebas, jujur dan tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang.
Hakim yang dimaksud dalah
hakim yang mengadili perkara tertentu yang terkait dengankepentingan orang yang
memberi atau menjanjikan sesuatu.
Dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Artinnya
bahwa maksud orang itu memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu semata-mata
untuk mempengaruhi putusan hakim itu terhadap perkara yang ditangani, agar
menguntungkan bagi si pemberi atau yang
menjanjikan.
5) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) terhadap :
a.
Pemborong atau ahli bangunan. Bagunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan
kontruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada diatas dan / atau atau di dalam tanah dan/ atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiantannya khusus sebagaimana dalam Pasal 1
butir 1 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan.
b.
Pemborong adalah orang yang
melaksanakan tender pembangunan dan atau ahli bangunan adalah orang yang merencanakan dan
melaksanakan pembangunan suatu bangunan. Pada waktu membuat bangunan , perbuatan
melanggar hukum atau pembangunan yang tidak sesuai dengan kriteria standar
tyang merupakan persyaratan bangunan sebagaimana ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang dilakukan saat sedang mengerjakan pekerjaan membangun
(membuat bangunan).
c.
Penjual bahan bangunan, yakni orang
yang mempunyai pencaharian atau pekerjaan
sebagai penjual bahan-bahan
bangunan. Pada waktu peyerahan bahan bangunan
yaitu melakukan perbuatan yang
sedemikian rupa pada saat menyerahkan
bahan bangunan, artinya bahaya
terhadap keselematan dan keamanan
orang atau barang akibat dari bangunan itu disebabkan oleh perbuatan
melawan hukum dari penjual bahan bangunan yang melakukan tipu muslihat sehingga
pembangunan suatu bangunan tidak memenuhi
syarat sesuai dengan undang-undang.
d.
Melakukan perbuatan curang yaitu diartikan melakukan perbauatn hukum seperti
penipuan, atau perbuatan melawan hukum,
seperti penipuan atau perbuatan yang bermaksud
menguntungkan diri sendiri atau
golongan atau korporasi yang bertentangan dengan tujuan pekerjaanya. Menurut pasal 387
KUHP bahwa perbuatan curang
pemborong atau ahli bangunan adalah
perbuatan penipuan yang berakibat pada kerusakan bangunan seperti robohnya gedung, bendungan air jebol, jembatan
yang roboh dan sebagainnya. Jadi
perbuatan itu dilakukan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan bangunan yang dibangunnya menjadi tidak laik
sesuai dengan persyaratan atau tidak sesuai dengan perencanaannya.
e.
Yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan Negara, maksudnya bahwa kerusakan bangunan tersebut dapat mengancam keselamatan
dan keamanan atu mengancam jiwa orang atau barang yang menggunakan atau ada
diatas dan disekitar bangunan itu.
f.
Dalam keadaan perang, menurut pasal
96 ayat 3 KUHP yaitu dalam waktu terancam
bahaya perang. Waktu perang dipandang telah ada juga apabila sudah
diperintahkan mobiliasasi (persiapan akan bergerak) dan selama bala
tentara itu masih dalam persiapan untukbergerak (mobilisasi). Menurut pasal
128UUDS Indonesia 1950, bahwa “perang”
adalah suatu keadaan yang dinyatakan
oleh Presiden denganizin terlebih dahulu dari DPR, sedangkan
menurut pasal 129 bahwa Presiden dapat
menyatakan Daerah Republik Indonesia
atau bagian-bagiannya dalam keadan bahaya sebagaimana penjelasan R Soesilo tentang Pasal 96 KUHP
halaman 103.
g.
Yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan. Yang dimaksud dalam unsur ini adalah orang yang mempunyai
tanggung jawab sebagai pengawas pembnagunan
suatu bangunan atau pengawas dalamhal jual beli (termasuk penyerahan dari
penjual) bahan bangunan.
h.
Membiarkan perbuatan curang artinya bahwa
pengawas pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan itu
sebenarnya mengetahui bahwa telah
terjadi perbuatan curang atau perbuatan
melawan hukum, tetapi tidak mempunyaiupaya untuk menghalangi, menggagalkan atau melaporkan perbuatan tersebut.
i.
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan TNI dan atau Kepolisian
RI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang. Yang dimaksud dalam unsur iniadalah menyerahkan
keperluan atau perlengkapan
TNI/Polri, yang dapat membahayakan
keselamatan Negara dalam keadaan perang. Mengancam keselamatan
Negara dalam keadaan perang artinnya
akibat perbuatan itu Negara
dapat mengalami kehancuran atau
kekalahan dari musuh.
j.
Pegawai negeri dalam tugas dan jabatannya
mengelapkan uang atau surat berharga atau membiarkan diambil atau digelapkan orang lain sebagaimana dalam Pasal 8
UU No. 20/2001. Pegawai negeri atau bukan pegawai negeri yang diserahi
tugas untuk menjalankan jabatan umum
yakni jabatan sebagai pegawai negeri, atau pekerjaan yang menyangkut
kepentingan Negara.
1. secara
terus menerus atau sementara waktu maksudnya adalah baik yang diangkat sebagai pegawai
negeri secara terus menerus maupun waktu tertentu.
2. Mengelapkan
uang atau surat berharga, Penggelapan menurut pasal 372 KUHP adalah
dengan sengaja memiliki hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian dari
barang itu termasuk kepunyaan orang lain atau sebagai dari barang itu termasuk
kepunyaan orang lain, namun barang itu berada ditangannya bukan karena kejahatan.
Dengan demikian penggelapan yang dilakukan
oelh para pelaku yang bukan pegawai negeri tetapi diserahi tugas sebagai
pegawai negeri, diterapkan pasal 372 KUHP, sedangkan bagi Pegawai Negeri atau
orang bukan pegawai negeri tetapi diserahi tugas sebagai pegawai negeri dikenakan pasal ini
juga. Kemudaian agar unsur ini
terpenuhi, maka objek yang digelapkan
harus berupa uang atau surat berharga.
3. Disimpan
karena jabatannya, dalam unsur
ini adalah bahwa uang atau surat
berharga itu harus disimpan oleh pelaku karena sesuai dengan jabatannya.
Membiarkan uang atau surat berharga tersbeut
diambil atu digelapkan orang
lain, maksudnya bahwa meskipun bukan pegawai negeri itu yang menggelapkan, akan
tetapi mengetahui bahwa ada orang lain
yang mengelapkan uang atau surat berharga disimpan karena jabatannya,
dan dibiarkan itu terjadi, maka unsur
itu terpenuhi.
4. Membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut. Unsur ini dapat diartikan bahwa yang melakukanpenggelapan adalah orang
lain selain pegawai negeri yang karena jabatannya menyimpan surat atau surat
berharga itu, akan tetapi perbuatan pengelapan itu terjadi karena bantuan atau
kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemegang atau penyimpan uang atau surat berharga,
maka unsur ini dapat terpenuhi.
5.
Pegawai negeri atau orang yang diberi tugas
menjalankan jabatan, memalsu buku-daftar
yang khusus pemeriksaan administrasi (pasal 9 UU No.20/2001). Memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang
khusus untuk pemeriksaan administrasi, maksud unsur ini adalah membuat rekayasa
sedemikian rupa terhadap buku atau daftar-daftar yang khusus sehingga tidak
sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sehingga mengaburkan fakta
pemeriksaan administrasi oleh pihak yang berwenang. Membuat buku atau daftar
tersebut seolah-olah asli, padahal bukan asli.
6) Dipidana
denagn penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp.
100.000.000, (sertaus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,- (tiga
ratus limapuh juta rupiah), pegawai negeri
atau orang lain pegawai negeri yng diberikan tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan senagaja :
a.
mengelapkan, menghancurkan, merusakkan , atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang
digunakan untuk menyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang, yang dikuasai
karena jabatannya;
b.
membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan atau membuat tidk dapat dipakai barang, akta, surat
atau daftar tersebut.
c.
Membantu orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat
atau daftar tersebut. (Pasal 10 UU No. 20/2001).
Pada dasarnya ketentuan
sama dengan penjelasan pasal 10 UU No.
20/2001, hanya subjek dalam ketentuan ini adalah orang lain selain pegawai
negeri yang terlibat dalam perbuatan
korupsi tersebut. Barang, akta, surat atau daftar yang terkait dengan pekerjaan
atau jabatannya. Barang, akta, surat atau daftar merupakan alat bukti yang
dapat dijadikan sumber atau petunjuk yang mengambarkan keadaaan yang
sesungguhnya tentang jalannya pelaksananan tugas dan jabatan atau kebijakan.
Yang digunakan untuk
menyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang. Barang, akta, surat
atau daftar merupakan alat bukti yang dapat dijadikan bukti didalam siding
pengadilan.
Yang dikuasai karena
jabatannya, barang, akta, surat, atau daftar berada dalam penguasaanya karena
jabatannya, baik untuk membuat maupun menyimpan barang, akta, surat atau daftar
tersebut.
7) Pegawai
Negeri yang menerima janji atau hadiah karena kekuasaan atau wewenang yang
berhubungan dengan jabatannya. Ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun, dan denda
Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) hingga Rp. 250.000.000,- (dua ratus
lima puluh juta rupiah) (Pasal 11 UU No.20/2001).
8)
Pasal 12 ayat 1 UU No. 20/2001, Pasal 15 UU No.
31/1999, Pasal 16 No. 31/1999, dapatlah dipahami bahwa membedakan korupsi
dengan kejahatan lain adalah sebagai modus antara lain :
1.
Pencurian sebgaimana dimaksud dalam Pasal 363
KUHP, hukum pidana mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
- perbuatan
mengambil, yaitu mengambil untuk dikuasai.
- Sesuatu
barang, dalam hali itu barang berupa kayu yang pada waktu diambil tidak berada
dalam penguasaan pelaku.
- Sebagaian
atau seluruhnya milik orang lain, dalam hal ini hutan dapat merupakan hutan
adat dan hutan hak yang termasuk dalam hutan Negara yang tidak dibebani hak.
- Dengan sengaja atau dengan maksud ingin memiliki
dengan melawan hukum. Jelas bahwa kegiatan penebangan kayu dilakukan dengan sengaja dan tujuan dari kegiatan itu
adalah untuk mengambil manfaat dari hasil hutan berupa kayu tersebut (untuk
dimiliki). Akan tetapi ketentuan hukum hukum yang mengatur tentang hak dan
kewajiban dalam pemanfaatan hasil hutan
berupa kayu, sehinggakegiatan bertentangan dengan ketentuan itu berarti
kegiatan yang melawan hukum yang bukan menjadi haknya menurut hukum.
2.
Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372
sampai dengan pasal 377 KUHP. Dalam penjelasan pasal 371 KUHP, pengelapan
artinya mengambil suatu barang yang sebagaian atau seluruhnya adalah hak milik
orang lain yang berada didalam kekuasaanya untuk dimiliki melawan hak.
3.
Selain pencurian
dan pengelapan tersebut modus lain seperti monopoli, money loundering, white
colar crime, money politic, fraud crime, bank crime, crime as business.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut