Jumat, 19 September 2014

Korupsi dalam Konsep Hukum Materiil


Korupsi dalam Konsep Hukum Materiil
 
Menurut Van  Apeldorn, Undang-undang dalam arti materiil ialah suatu konsep keputusan pemerintah, yang mengingat isinnya disebut undang-undang, yaitu tiap-tiap keputusan pemerintah, yang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat secara umum (dengan perkataan lain, peraturan-peraturan objektif).
Perbuatan korupsi sebagai konsep hukum materiil berarti perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undnagan tentang korupsi itu sendiri atau perbuatan yang dirumuskan dalam suatu undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah yang isisnya tentang perbuatan disebut korupsi.
Barangsiapa yng menyalahi ketentuan dari makna yang dirumuskan dalam perundang-undangan itu berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sifat melawan hukum materiil menurut Schaffmeiter et, al,  yang diterjemahkan oleh Prof sahetapy adalah bahwa melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendk dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu. Artinya bahwa perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat, maka perbuatan teresebut dapat dipidana. (Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 tahun 1999). Sifat melawan hukum formal berarti : “semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi (jadi semua syarat tertulis untuk dapat dipidana).
Pemberantasan tindak pidana korupsi ditinjau dari segi materiil muatannya membawa perubahan yang cukup substansial,  sehingga secara filosofis, sosiologis, dan yuridis diharapakan mampu memberikan daya berlaku yang kuat, dalam mewujudkan penekan subremasi hukum berdasarkan keadilan, kebenaran dan kepastian hukum.
Dalam pasal 38 C UU Nomor 20 Tahun 2002 ditentukan bahwa Negara diberi hak untuk melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan atau ahli warisnya, dalam hal terpidana sengaja menyembunyikan atau menyamarkan kekayaan atau harta benda yang diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan  perampasan untuk Negara, pada saat pengadilan memutuskan perkara yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dasar filosofi timbulnya hak Negara tersebut adalah untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap pelaku korupsi yang menunjukan bahwa undang-undang tersebut tidak hanya sebagai alat penegak keadilan hukum, tetapi juga penegak keadilan social ekonomi. 
Mengingat bahwa perbuatan korupsi adalah perbuatan yang bukan hanya merugikan keunagan dan perekonomian Negara tetapi lebih dari itu menimbulkan komflik dan kesenjangan social. Artinya bukan semata memberi hukuman bagi yang terbukti bersalah dengan hukumam yang sebesar-besarnya, melainkan juga agar kerugian Negara yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku dapat kembali semua dalam waktu yang tidak terlalu lama.

 sebagai bahan referensi dalam pemahaman tentang korupsi......Paris Manalu, SH.MH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar