Korupsi dalam Konsep Hukum Materiil
Menurut Van
Apeldorn, Undang-undang dalam arti materiil ialah suatu konsep keputusan
pemerintah, yang mengingat isinnya disebut undang-undang, yaitu tiap-tiap
keputusan pemerintah, yang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat secara
umum (dengan perkataan lain, peraturan-peraturan objektif).
Perbuatan korupsi sebagai konsep hukum materiil berarti
perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undnagan tentang korupsi itu
sendiri atau perbuatan yang dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
ditetapkan oleh pemerintah yang isisnya tentang perbuatan disebut korupsi.
Barangsiapa yng menyalahi ketentuan dari makna yang
dirumuskan dalam perundang-undangan itu berarti telah melakukan perbuatan
melawan hukum.
Sifat melawan hukum materiil menurut Schaffmeiter et,
al, yang diterjemahkan oleh Prof
sahetapy adalah bahwa melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendk
dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu. Artinya
bahwa perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa
keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat, maka perbuatan
teresebut dapat dipidana. (Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 tahun 1999). Sifat melawan
hukum formal berarti : “semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah
dipenuhi (jadi semua syarat tertulis untuk dapat dipidana).
Pemberantasan tindak pidana korupsi ditinjau dari segi
materiil muatannya membawa perubahan yang cukup substansial, sehingga secara filosofis, sosiologis, dan
yuridis diharapakan mampu memberikan daya berlaku yang kuat, dalam mewujudkan
penekan subremasi hukum berdasarkan keadilan, kebenaran dan kepastian hukum.
Dalam pasal 38 C UU Nomor 20 Tahun 2002 ditentukan bahwa
Negara diberi hak untuk melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan atau
ahli warisnya, dalam hal terpidana sengaja menyembunyikan atau menyamarkan
kekayaan atau harta benda yang diduga atau patut diduga berasal dari tindak
pidana korupsi yang belum dikenakan
perampasan untuk Negara, pada saat pengadilan memutuskan perkara yang
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dasar filosofi timbulnya hak Negara tersebut adalah untuk
memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap pelaku korupsi yang menunjukan bahwa
undang-undang tersebut tidak hanya sebagai alat penegak keadilan hukum, tetapi
juga penegak keadilan social ekonomi.
Mengingat bahwa perbuatan korupsi adalah perbuatan yang
bukan hanya merugikan keunagan dan perekonomian Negara tetapi lebih dari itu
menimbulkan komflik dan kesenjangan social. Artinya bukan semata memberi
hukuman bagi yang terbukti bersalah dengan hukumam yang sebesar-besarnya,
melainkan juga agar kerugian Negara yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku
dapat kembali semua dalam waktu yang tidak terlalu lama.
sebagai bahan referensi dalam pemahaman tentang korupsi......Paris Manalu, SH.MH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar