Jumat, 17 Oktober 2014

Keputusan Tata Usaha Negara

KEPUTUSANTATA USAHA NEGARA


B
adan / Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan administrasi negara akan membuat keputusan-keputusan baik yang bersifat menetapkan maupun yang bersifat mengatur. Keputusan Badan / Pejabat Tata Usaha Negara ini disebut sebagai Keputusan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang PTUN memberikan pengertian tentang keputusan Tata Usaha Negara sebagai berikut:

“Keputusan TUN adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berisi tindakan hukum tata usaha negara, berdasarkan Undang-Undang, bersifat konkrit, individuil, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No 5 Tahun 1986)”

1.  Keputusan TUN yang dapat menimbulkan sengketa TUN hanyalah keputusan yang tertulis: hal ini penting untuk pembuktian. Pengertian tertulis, lebih menitik beratkan pada isinya, bukan pada bentuknya. (Keputusan (beschiking) harus penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi (materi) dan bukan pada bentuk form dari keputusan itu).
Memorandum, nota dinas, disposisi, katabelece, sudah dapat memenuhi pengertian / syarat tertulis, asal isinya jelas mencantumkan Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkannya, maksud dan apa yang ditetapkan dalam memo, nota itu, serta kepada siapa itu ditujukan. Jadi tidak perlu berbentuk resmi seperti Surat Keputusan.
Keputusan Tata Usaha Negara yang berbentuk lisan bukan kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara, melainkan kewenangan Pengadilan Umum.

2.  Keputusan Tata Usaha Negara harus bersifat Konkrit: obyek yang dputuskan disitu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

   


Misalnya:
1.  Keputusan mengenai kepemilikan tanah oleh Tuan Fajar Napitupulu, yang beralamat di Jln Kesuma Puri Kav 76 / 77, Cibubur, Jakarta Timur
2.  Izin Usaha bagi PT. Nalendra Shinta Mina; di Desa Cijambe Kabupaten Subang
3.  Pemberhentian dengan tidak hormat Kasan Waluyo sebagai PNS;
4.  Keputusan pendaftaran Merk “Aqua”


3.  Keputusan TUN harus bersifat Individual: tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju, kalau yang dituju itu lebih dari satu orang, maka nama dari tiap-tiap orang yang namanya terkena putusan itu harus disebutkan satu persatu.


Misalnya:
Keputusan tentang pengangkatan PNS dengan lampiran yang menyebutkan satu-persatu nama yang diangkat sebagai PNS.

4.  Keputusan TUN harus bersifat Final: definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Suatu keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain, belum bersifat final dan karena itu belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.


Misalnya:
A.  Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tentang Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas.
B.  Keputusan Menteri Kehutanan tentang izin Hak Pengusahaan Hutan.
C.  Keputusan Direktur Jenderal HAKI tentang Hak Penggunaan Merk Dagang, Paten, Hak Cipta, Rahasia Dagang.


Pasal 2 UU PTUN, menetapkan adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak termasuk sebagai Keputusan Tata usaha Negara, yaitu:

1.  Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan hukum perdata / merupakan perbuatan hukum perdata.


Misalnya:
a.   Penetapan Pejabat TUN tentang pengangkatan tenaga akhli / expert berdasarkan perjanjian.
b.  Penetapan Pejabat TUN tentang jual beli ATK, pemborongan, renovasi gendung atau taman kantor.


2.  Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum / berlaku umum.
Keputusan ini memuat norma-norma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan umum, yang kekuatan berlakunya mengikat setiap orang.


Misalnya:
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

3.  Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan KUHP atau perundangan yang bersifat pidana (KUHAP).

Misalnya:
Penahanan seseorang tersangka oleh Jaksa / Polisi berdasarkan ketentuan pidana.


4.  Keputusan yang masih memerlukan persetujuan pihak lainnya.
Keputusan ini belum final, sebab keputusan ini belum dapat berlaku sebelum ada persetujuan dari pihak lainnya / instansi atasan atau instansi lainnya. Dalam rangka pengawasan administratif yang bersifat preventif dan keseragaman kebijaksanaan, sering kali peraturan menjadi dasar keputusan menentukan bahwa sebelum berlakunya keputusan TUN diperlukan adanya persetujuan instansi atasannya atau instansi lainnya terlebih dahulu.


Misalnya:
A.  Keputusan pengangkatan baru pegawai harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari BKN
B.  Keputusan pengangkatan baru Widyaiswara harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari LAN


5.  Keputusan Tata Usaha Negara Berdasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan.

Vonis Hakim bukan Keputusan Tata Usaha Negara

Misalnya:
1. Keputusan pemberhentian sebagai PNS berdasarkan Keputusan Pengadilan yang menetapkan PNS yang bersangkutan dijatuhi pidana lebih dari satu tahun penjara.
2. Keputusan Badan Pertanahan yang mengeluarkan sertipikat tanah atas nama seseorang yang didasarkan atas pertimbangan Keputusan Pengadilan Perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut merupakan tanah negara dan tidak berstatus tanah warisan yang diperkuat oleh para pihak.
3. Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tentang Pemecatan Notaris setelah menerima usul Ketua Pengadilan Negeri atas dasar kewenangannya berdasar ketentuan Pasal 54 Undang-Undang No 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum

6.  Keputusan Tata Usaha Negara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (sekarang TNI)
Sekarang TUN di lingkungan TNI diperiksa dan diselesaikan oleh Pengadilan Tata Usaha Militer (UU No 3 Tahun 1992)

7.  Keputusan Komisi Pemilihan Umum.
Keputusan hasil pemilu (keputusan partai-partai mana yang ikut serta dalam pemilu, Partai-partai peserta Pemilu yang memperoleh suara terbanyak, banyak, sedikit, dan tidak memperoleh suara)

Sebaliknya dari pembatasan Keputusan Tata Usaha Negara / pengertian mengenai TUN, undang-undang memperluas pengertian Keputusan TUN dengan menganggap sikap diam dari pejabat TUN atau Badan sebagai sikap berbuat aktif dan sebagai penetapan tertulis sebagaimana ditentukan pasal 3 Undang-Undang Peradilan TUN, sebagai berikut:

(1).        Apabila badan atau pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
(2).        Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan dimaksud.
(3).        Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Sikap diam dari pejabat TUN sama dengan dikeluarkan Keputusan TUN, yang berisi penolakan suatu permohonan. Bilamana sikap diam itu menimbulkan kerugian bagi seroang atau badan hukum perdata, maka ia dapat mengajukan gugatan sengketa Tata Usaha Negara ke Pengadilan TUN. Sebagai bukti tertulis adanya permohonan yang dianggap ditolak itu, cukup mengajukan arsip permohonan mengenai penolakan terhadap permohonannya.

Sedangkan hal itu menjadi kewajibannya” badan atau Pejabat TUN menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku berwenang menangani permohonan yang bersangkutan. Oleh karenanya Badan atau Pejabat TUN berkewajiban menanganinya dan mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara baik berisi mengabulkan ataupun menolak permohonan tersebut.

Sebaliknya, bila Badan atau Pejabat TUN memang tidak mempunyai wewenang menangani permohonan itu, maka baginya juga tidak ada wewenang / kewajiban menangani permohonan yang bersangkutan. Sehingga apabila Badan atau Pejabat TUN bersikap diam, maka tidak berarti ia dianggap telah menolak atau dianggap telah ada keputusan TUN yang berisi menolak permohonan.

Ada kemungkinan peraturan dasar tidak menentukan batas waktu kapan Badan atau Pejabat TUN paling lambat harus memberikan keputusannya dan selama tenggang waktu itu ia bersikap diam, namun sampai dengan lewatnya batas waktu baru menanggapi permohonan dan membuat keputusan TUN, baik berisi mengabulkan ataupun menolak permohonan.

Ada kemungkinan peraturan dasar tidak menentukan batas waktu kapan Badan atau Pejabat TUN paling lambat harus memberikan keputusannya dan selama tenggang waktu itu ia bersikap diam, namun sampai dengan lewatnya batas waktu baru menanggapi permohonan dan membuat keputusan TUN, baik berisi mengabulkan ataupun menolak permohonan. Keputusan seperti ini dianggap sebagai keputusan fiktif, atau sama saja tidak pernah ada. Karenanya sesungguhnya pada saat habisnya tenggang waktu menangani permohonan yang bersangkutan, dan Badan Pejabat TUN tersebut bersikap diam, ia sudah dianggap mengeluarkan Keputusan TUN yang berisi penolakan.


Kapan saatnya dianggap keputusan TUN yang bersifat menolak? Hal ini berhubungan adanya tenggang waktu mengajukan gugatan sengketa TUN di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Daftar Pustaka


1.        Agus M. Mazwan Sosrokusumo, S.H. Freis Ermessen, sebuah type Tindak Pidana Hukum di Bidang Hukum Tata Pemerintahan, Seri Karangan Tersebar, Fakultas Hukum Universitas Jember, 1983.

2.        Prof.DR. Baharudin Lopa ,S.H. dan DR A. Hamzah, S.H. Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta.

3.        Prof DR. Mr Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981

4.        Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996

5.        Ismail Saleh, S.H. Pidato Sambutan Pemerintah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Tanggal 20 Desember 1986.

6.        Joko Widodo, Good Governance telahaan dari Demensi Akuntabilitas Dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Penerbit, Insan Cendekia 2001.

7.        Y.W Sunindya, S.H., Dra Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi. Aneka Cipta, Jakarta, 1990.

8.        Martiman Prodjohamidjojo, S.H. Hukum Acara Peradilan Tata Usah Negara, Ghalia Indonesia 1993.

9.        Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007

10.     Undang-Undang Dasar 19945

11.     Undang-Undang Dasar 1945 peruhan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat dalam satu naskah

12.     Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Penjelasannya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.

13.     UNdang-Undang No 7 Tahun  2004 Tentang


---------------Arsip Materi Pembelajaran TUN

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus