EKSAMINASI YUDISIAL
Pengertian : Eksaminasi
: Belanda Examineren,
Inggris Examination
Examinatie
: Pengujian
pemeriksaan berkas-berkas perkara apakah
terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan peradilan oleh hakim (pengadilan) bawahan
juga dipergunakan untuk menilai kecakapan seorang hakim (Prof. Subekti, SH dan
Tjitrosoedibyo kamus hukum).
Catatan
Prof. Soebekti Ketua Mahkamah Agung (mantan) Tjitro Soedibyo Ketua Pengadilan
Tinggi Jakarta (mantan).
Eksaminasi
terhadap produk peradilan biasa dikenal dengan istilah Anotasi Hukum (Legal
Anotation).
Contoh:
Anotasi
hukum oleh Prof. Taverne terhadap putusan H.R. tanggal 3 Februari 1938 dalam
kasus tabrakan di IYSELDIJK tentang masalah dakwaan jaksa.
Anotasi-anotasi
serupa banyak dilakukan oleh Prof. Taverne dll guru besar
terhadap putusan-putusan HR, di Indonesia Prof. Asikin sering membuat anotasi
hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara-perkara penting yang
dimuat dalam buku Yurisprudensi Indonesia oleh Mahkamah Agung terbitan tahun
1990 antara lain Putusan Mahkamah Agung RI No. 2539 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli
1922 tentang :
·
Barang-barang milik negara tidak dapat
disita baik conservatoir beslag maupun eksekusi.
·
Indische Comptabliteit Wet (ICW) dapat disita atas izin Mahkamah Agung RI.
Catatan
·
Indische Comptabiliteit Wet (ICW) telah
diganti dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara, yang dalam
pasal 50 mengatur tentang pelarangan penyitaan barang milik negara.
Di
Indonesia praktek semacam itu pernah dilakukan namun sekarang tidak pernah lagi
terlihat adanya catatan-catatan tersebut.
Pelaksanaan Eksaminasi : Oleh instansi internal atau eksternal atau
oleh orang
: berkompeten
dibidang hukum, berkompeten
: dibidang hukum.
Jenis
Eksaminasi : 1. Umum
:
2. Khusus
Eksaminasi
umum dilakukan dalam bentuk uji petik untuk mengetahui kinerja pihak yang
dieksaminasi secara luas. Biasanya dilakukan secara berkala /periodik misalnya
setahun sekali.
Contoh;
Eksaminasi
Kejasaan
Eksaminasi
Khusus
Dilakukan
terhadap beberapa objek putusan pengadilan yang dinilai kontroversial atau
kasus-kasus besar yang menarik perhatian
masyarakat sehingga dapat menyumbang perkembangan hukum dimasa depan, jadi
eksaminasi dapat dilakukan sewaktu-waktu.
Contoh;
1. Eksaminasi
di Kejaksaan.
2. Eksaminasi
Publik oleh ICW, dll.
Tujuan
Eksaminasi
Tujuan
eksaminasi baik internal maupun eksternal yang dilakukan khususnya terhadap produk-produk
aparat penegak hukum adalah untuk :
·
Memperbaiki kinerja maupun untuk
meningkatkan kemampuan teoritis, baik mengenai hukum materiil maupun hukum
acara serta kemampuan untuk menerapkan azas-azas hukum yang berlaku.
·
Bagi aparatur penegak hukum apabila dieksaminasi
suatu putusan pengadilan, maka dapat terungkap pula hasil karya penuntut umum
dalam bentuk Surat Dakwaan yang selalu harus termuat dalam putusan dengan
demikian makna eksaminasi, serta manfaat eksaminasi dapat dipergunakan oleh
semua aparatur penegak hukum.
·
Bagi Komisi Yudisial RI eksaminasi putusan
pengadilan, baik Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung
dalam Kasasi ataupun Peninjauan Kembali, maka tujuan eksaminasi adalah dalam
rangka rekruitmen Hakim Agung, untuk menguji kemampuan Calon Hakim Agung dalam
membuat pertimbangan. Untuk sampai pada putusan-putusan yang berkualitas yaitu putusan
yang memenuhi aspek Yuridis Sosiologis, Filosofis dan aspek manfaat. Hanya
hakim profesional berintegritas moral yang tinggi dan kepekaan terhadap rasa
keadilan, jadi tidak hanya keadilan hukum (legal justice) tetapi
ketentuan keadilan moral (moral justice) dan keadilan sosial (social
justice). Selain itu juga dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang
Komisi Yudisial RI, sesuai UUD 1945 dan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Manfaat
Eksaminasi
·
Bagi institusi yang mengadakan Eksaminasi
internal manfaatnya adalah untuk meningkatkan kemampuan teknis yudisial,
integritas pribadi, kredibilitas serta profesionalitas para hakim dan Jaksa
Penuntut Umum, dan secara tidak langsung aparat penyidik.
·
Eksaminasi eksternal dapat mendorong
partisipasi masyarakat dalam berperan serta mengawasi jalannya suatu proses
peradilan mulai dari proses awal penyidikan sampai dengan perkara di putus dan
memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian penegakkan hukum menjadi lebih
bersih dan berwibawa sesuai dengan harapan masyarakat, khususnya para pencari
keadilan.
·
Bagi masyarakat akademisi khususnya
Fakultas Hukum dapat menjadikan hasil eksaminasi sebagai bahan pembelajaran dan
bahan diskusi.
·
Bagi Hakim, Jaksa dan praktisi hukum
lainnya dapat menambah dan memperluas pengetahuan hukumnya terutama masalah
penerapan hukum dalam praktek dibanding dengan hukum dalam teori.
Adagium
: Sumum Ius Summa Inniora _ “ Hukum yang tertinggi adalah
ketidak adilan yang terbesar.” Apabila para penegak hukum hanya menerapkan
hukum saja tanpa mempertimbangkan keadilan yaitu moral justice, sosial
justice dan terutama khususnya legal justice oleh karena
itu Adagium; Lex Dura Sed Tamend
Scripta harus dibarengi selalu dengan Suum Quike Tri Buera.
·
Pasal 28 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004
menerangkan : Hakim menggali dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
Pelaksanaan
Eksaminasi
Eksaminator
dalam melaksanakan eksaminasi tentu harus menggunakan deduksi dengan statute
based argumentasi yaitu;
1. Rule
Based Argumentation.
Apakah putusan yang dieksaminasi sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku termasuk penjelasannya.
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dapat berupa
1. Hukum
materiil baik pidana, perdata dll yang sumbernya bermacam-macam, seperti KUHAP
untuk acara pidana dan HIR untuk acara perdata. Dengan adanya
peradilan Khusus dilingkungan peradilan umum, maka terdapat pula Hukum Acara
Pengadilan Hubungan Industrial.
Contoh 1 : Kasus Praperadilan
Putusan hakim menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh
penyidik dinyatakan tidak sah, pasal 77 KUHAP berbunyi “ Pengadilan Negeri
berwenang memeriksa dan memutus tentang……:
- Sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
- Ganti rugi dan atau rehabilitasi dan
seterusnya.
jadi putusan tersebut melanggar pasal 77 KUHAP (melanggar hukum
acara pidana).
Contoh 2;
Pasal 3 UUPTPK, dihukum paling singkat 1 tahun penjara.
Putusan
Pengadilan 10 bulan penjara dan seterusnya (melanggar hukum pidana materiil).
Putusan
melanggar pasal 3 UUPTPK, hal ini berdasarkan asas legalitas.
Putusan hakim wajib didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dalam kaitan ini perlu benar-benar
diperhatikan bahwa sesuai dengan perkembangan serta perubahan-perubahan yang
terjadi, maka peraturan perundang-undanganpun banyak berubah, baik pasal-pasal
tertentu saja maupun pergantian undang-undang.
Contoh
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang mengganti Undang-Undang
No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang
No. 20 Tahun 2000 yang menyumbang pasal-pasal ketentuan dari Undang-Undang No.
31 Tahun 1999.
Dalam hal demikian, maka yang harus diperhatikan benar-benar
adalah menyangkut materi peralihan, baik dalam Undang-Undang itu sendiri maupun
ketentuan peralihan menurut pasal 1 ayat (2) KUHP.
Bahwa menyangkut
perundang-undangan perlu dicatat :
- Peraturan perundang-undangan/litera
scripta selalu merupakan moment opname dari kebutuhan hukum dan kesadaran
hukum yang ada dalam masyarakat. Kedua hal tersebut terus mengalami
perubahan terus menerus sehingga peraturan perundang-undangan litera
scripta selalu tertinggal.
- Tidak ada rumusan yang sempurna yang
dapat menampung semua kebutuhan hukum pada saat itu.
·
Dapat saja ill defined.
·
Unclear outline.
Hakimlah yang dengan membaca perundang-undangan yang demikian
dan menemukan atau sentecia logisnya atau rule dari perundang-undangan
tersebut.
Dibutuhkan penafsiran/interpretasi dan konstruksi hukum
·
Penafsiran (bringing the unclear in to
clarity J. Robinson)
a. Menurut
bahasa.
Penafsiran dengan konstruksi hukum ini lazim disebut penemuan
hukum = Rechtsvindials à
Rechtschepping/penciptaan hukum.
b. Sejarah
-
Undang-Undang à
Mencari maksud pembuat Undang-
Undang (sentecia logisnya)
yang tidak
terurai secara jelas dan lengkap
-
Hukum
c. Sistematis
Seluruh hukum disuatu negara, merupakan satu sistem hukum
metafisis suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari sistem
yang ada.
d. Teleologis/sosiologis.
Sesuai dengan tujuan.
·
Penafsiran adalah kewajiban hukum dari
hakim (Utrecht Pengantar dalam hukum Indonesia & 250).
·
Konstruksi hukum
a. Analogi.
Pada analogi, maka suatu ketentuan Undang-Undang diberlakukan
pada suatu fakta hukum tertentu, sedangkan sesungguhnya Undang-Undang tersebut
telah mengatur tentang fakta hukum tersebut.
Contoh
BW hanya mengatur ganti ugi pasa wanprestasi, ketentuan BW ini
diperlukan rencana analogi bagi onrechtmatige daad pasal 1365 BW.
Dalam hukum pidana bertentangan dengan asas legalitas, analogi
hanya dalam hukum perdata.
b. Penghalusan hukum (recht vervijning) yang
disebut juga sebagai penyempitan hukum.
c. Argumentum
a contrario.
Menafsirkan pengertian undang-undang dari sisi kebalikannya.
Contoh
Ketentuan masa idah bagi janda.
Peraturan undang-undang yang abstrak harus diterapkan dalam
peristiwa konkrit, apa itu perbuatan melawan hukum menurut pasal 1965 BW.
Fungsi penemuan hukum adalah menemukan menemukan norma yang
tertuang dalam peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada fakta hukum
konkret.
2. Principle
based Argumentation
“ Berdasarkan asas-asas hukum yang berlaku
”.
Contoh: Asas Audi Et Alteram Partem
:Pihak-pihak diberi kesempatan yang sama”.
Putusan hanya mempertimbangkan keterangan-keterangan dan atau alat
bukti salah satu pihak saja adalah bertentangan dengan asas tersebut. Ada asas
hukum yang sudah dijadikan ketentuan masyarakat-masyarakat.
Contoh
Ne Bis In Idem, pasal 76 KUHP, ada asas yang pra hukum pasti.
Contoh
Kasus tindak pidana tanpa kesalahan (Geen Straf zoden schould).
Dalam argumentasi deduksi yang biasa digunakan ialah apa yang
dikenal sebagai silogisme, dasar pemikirannya adalah legisme atau positivisme
masyarakat yang sudah lama ditinggalkan.
Contoh :
A = B à
Premis Mayor
B = C à
Premis Minor
Maka A = C = Kesimpulan
Dalam menggunakan Principle Based atau asas-asas
yang berlaku hendaknya memperhatikan beberapa hal;
- Hierarki perundang-undangan. Apabila
dalam suatu perkara ada dua ketentuan perundang-undangan yang dapat
diterapkan maka asas yang digunakan adalah asas Lex Superiory Derogat
Lex Inferiory.
Dalam melaksanakan eksaminasi, eksaminator hendaknya
benar-benar memperhatikan asas ini sehingga dengan demikian dapat melihat
apakah Penegak Hukum tidak salah menerapkan Undang-undang.
- Urutan waktu diterbitkannya
perundang-undangan.
Asasnya : Lex Posteriory Derogat Lex Anteoriory.
- Waktu berlakunya perundang-undangan
Asasnya adalah Non Retroaktif, asas mana yang
merupakan sub asas dari asas Legalitas.
- Putusan dengan objek yang sama dan
subjek yang sama yang diputus lagi.
Asasnya adalah : Ne Bis In Idem.
Catatan; Hendaknya diperhatikan baik-baik bunyi pasal 76 KUHAP
yang kebanyakan terjemahannya menterjemahkan kata fiet dengan perbuatan.
Terjemahan tersebut adalah keliru karena kata perbuatan dalam bahasa belanda
adalah Handeling atau Daad. Kekeliruan terjemahan ini dapat menimbulkan
kesalahan dalam penerapannya, khususnya yang berkaitan dengan Concursus Idealis
/ Eendaadsche Samenloop.
3. Teoritical
Based/Doktrinal Based
Dalam hal perlu kejelasan tentang suatu hal maka hakim dapat
mencari jawabannya pada doktrin pendapat para ahli.
Catatan ius curia novit = hakim tahu hukum.
Putusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap adalah bagai putusan Tuhan/Judicial Dei.
- Judicial
Dei terlihat juga dengan kata-kata berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, By The
Grace of God.
- Dalam
praktek Judicial Dei ini sering disalahgunakan. Hal tersebut terlihat dalam
putusan hakim yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat:
1. Putusan
yang tertunda-tunda tanpa alasan yang wajar sehingga timbul ungkapan Justice
Delayed, Justice Denied. Beberapa undang-undang tertentu telah memberi batas
waktu bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, namun dalam praktek sering tidak
ditaati.
contoh
: Undang-undang Pengadilan HAM No. 26 Tahun 2001.
2. Putusan
dengan mengabaikan asas Audi et Alteran Partem sehingga tidak impartial.
3. Putusan
yang pertimbangannya kacau tidak nyambung (eratic) malah non yuridis.
4. Putusan
yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
5. Putusan
yang tidak efektif seperti dinyatakan non executable.
6. Dan
lain-lain putusan yang jelas bertentangan dengan hukum acara.
Bentuk
Eksaminasi
Dalam
melakukan Eksaminasi hendaknya eksaminator memperhatikan urutan sebagai
berikut.
1. Ringkasan
isi putusan / resume yang berisi. Ringkasan ini hendaknya ringkas lengkap (Over
Zichlelijk)
a. Kasus
posisi,
b. pertimbangan-pertimbangan
yang menjadi dasar putusan.
c. Amar
putusan.
d. Hukuman.
2. Issue
hukum “ peraturan-peraturan hukum apa yang telah diterapkan”.
3. Analisis
“ uraian singkat sesuai dengan pendapat eksaminator tentang isu hukum dalam
perkara tersebut”.
4. Kesimpulan.
EKSAMINASI
PUBLIK
Eksaminasi
dilakukan oleh pihak-pihak yang selama ini menaruh perhatian atas pelaksanaan
peradilan di Indonesia,.
Tahapan
Pelaksanaan;
Pengumpulan
data atau dokumen-dokumen dalam bentuk berkas perkara terutama perkara-perkara
yang menarik perhatian masyarakat ataupun perkara-perkara yang krusial.
Data
/ Dokumen berupa;
1. Surat
dakwaan, Pledoi Penasehat hukum, Replik, Duplik, Putusan Hakim Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung dan Putusan PK. Untuk perkara
Pidana.
2. Gugatan,
Jawaban gugat, Replik dan Duplik hingga Putusan Hakim, Tingkat Pertama, PT dan
MA dalam Kasasi maupun PK.
Hambatan
Pelaksanaan Eksekusi;
Sulitnya
memperoleh dokumen/putusan dari pihak Pengadilan karena sampai saat ini
Undang-undang belum memperbolehkan setiap orang dapat memperoleh dokumen
tersebut, pasal 226 KUHAP.
Kapan
Eksaminasi Dapat Dilakukan
Apakah
eksaminasi publik dapat dilakukan atas semua perkara baik yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap maupun belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Ada 2
pendapat mengenai hal ini, antara lain;
1. Boleh,
karena putusan telah menjadi milik umum baik sebelum memperoleh kekuatan hukum
tetap maupun telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak putusan diucapkan.
2. Tidak
boleh, karena putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap akan
mempengaruhi putusan-putusan dalam tahapan-tahapan selanjutnya. Karena hal
tersebut merupakan intervensi terhadap independensi terhadap hakim.
Pelaksanaan
Eksaminasi:
Pelaksanaan
eksaminasi publik didahului dibentuknya tim eksaminasi publik yang dinilai
mempunyai kompetensi yang cukup dalam menentukan pendapat dan penilaian
terhadap priodek penegakan hukum. Sumber dayanya adalah perguruan tinggi, para
mantan hakim, mantan jaksa, maupun para advokat.
Melakukan
Sidang Eksaminasi:
Para
tim anggota eksaminasi melakukan eksaminasi atas perkara yang telah dipilih
yaitu perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat kontroversial ataupun
yang ada indikasi adanya hal-hal negatif yang berlaku. Masing-masing anggota tim
membuat legal opininya sendiri terhadap perkara tersebut dan hasil eksaminasinya
kemudian dipaparkan melalui diskusi publik.
Merumuskan
Hasil Akhir Eksaminasi;
Setelah
diskusi publik lalu pelaksana bersama dengan tim eksaminasi merumuskan hasil
akhir dari eksaminasi.
Hasil
akhir dari eksaminasi inilah yang biasa dikirim ke Mahkamah Agung maupun
Kejaksaan Agung.
EKSAMINASI
POLA KEJAKSAAN
Dasar
Hukum: 1. Kepja No.Kep.033/JA/3/1993 tentang
Eksaminasi.
2. Juklak No.001/J.A/6/1994
Definisi:
Tindakan
penelitian dan pemeriksaan berkas perkara disemua tingkat penanganan perkara
oleh setiap Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdiri
atas:
1.
Eksaminasi Umum yaitu Lit dan Riksa
terhadap berkas perkara yang telah selesai ditangani oleh JPU dan sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
2.
Eksaminasi Khusus yaitu Lit dan Riksa
terhadap berkas perkara tertentu yang menarik perhatian masyarakat atau yang
menurut penilaian pimpinan perlu di Eksaminasi baik perkara yang sedang
ditangani atau yang telah selesai ditangani oleh JPU.
Maksud
Eksaminasi:
1.
Memantapkan pelaksanaan tugas kejaksaan.
2.
Meningkatkan kecakapan pengetahuan teknis dan
administrasi para jaksa.
3.
Membina JPU Mandiri.
Tujuan:
1.
Meningkatkan profesionalisme para jaksa.
2. Merupakan masukan untuk bahan penilaian
bagi atasan dalam melihat adanya kekurang sempurnaan atau kelemahan yang
mengakibatkan penyelesaian perkara tidak sebagaimana mestinya.
Sasaran:
Seluruh
kegiatan proses penanganan perkara dari setiap JPU.
Waktu
Pelaksanaan:
1. Rutin
atau Berkala.
2. Sewaktu-waktu.
Pelaksana
Eksaminasi:
1. Jaksa
Agung atau Pejabat-pejabat yang ditunjuk.
2. Jaksa
Tinggi atau Pejabat-pejabat yang ditunjuk.
Objek
Eksaminasi:
a. Tiga
berkas perkara Tindak Pidana Umum dari jenis perkara yang berbeda yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Tiga
berkas perkara Tindak Pidana Khusus dari jenis yang berbeda yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Perkara-perkara
yang diputus bebas atau perkara yang menarik perhatian masyarakat.
Hal-hal
yang dinilai:
Seluruh
kegiatan penanganan perkara / sampai putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Pidsus:
Mulai
dari Lit, RenLit, Laksana Lit, dan LapLit.
Penangkapan,
Penahanan, Barang Bukti.
Dakwaan,
Pelimpahan Berkas perkara, Requisator, Replik dan Duplik.
Pendapat
JPU tentang putusan upaya hukum.
Pidum:
Mulai
dari Pratut, Riksa tamba, Tut dan seterusnya sama seperti Pidsus.
Hasil
Eksaminasi dituangkan dalam bentuk angka.
91
– 100 : amat baik.
76
– 90 : Baik.
61
– 75 : Cukup.
51
– 60 : Sedang.
50
– kebawah : Kurang
EKSAMINASI
POLA PENGADILAN
Eksaminasi
di kalangan pengadilan telah diatur dalam SEMA No.1 Tahun 1967.
Tujuan
Eksaminasi :
Untuk
menilai / menguji suatu putusan yang di eksaminasi apakah telah sesuai dengan
Hukum Acara dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta
prinsip-prinsip hukum yang benar. Apakah telah mengikuti tenggang waktu putusan
perkara yang telah ditentukan dan apakah pula telah sesuai dengan rasa keadilan.
Menurut SEMA No.6 Tahun 1992, tenggang waktu memutus perkara adalah 6 bulan.
semoga bermanfaaat "copas"====: Eksaminasi Yudisial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar