Selasa, 26 Agustus 2014

Eksaminasi Yudisial

EKSAMINASI YUDISIAL


Pengertian    : Eksaminasi
                        : Belanda Examineren, Inggris Examination

Examinatie    : Pengujian pemeriksaan  berkas-berkas perkara apakah terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan peradilan oleh hakim (pengadilan) bawahan juga dipergunakan untuk menilai kecakapan seorang hakim (Prof. Subekti, SH dan Tjitrosoedibyo kamus hukum).
Catatan Prof. Soebekti Ketua Mahkamah Agung (mantan) Tjitro Soedibyo Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta (mantan).
Eksaminasi terhadap produk peradilan biasa dikenal dengan istilah Anotasi Hukum (Legal Anotation).
Contoh:
Anotasi hukum oleh Prof. Taverne terhadap putusan H.R. tanggal 3 Februari 1938 dalam kasus tabrakan di IYSELDIJK tentang masalah dakwaan jaksa.
Anotasi-anotasi serupa banyak dilakukan oleh Prof. Taverne dll guru besar terhadap putusan-putusan HR, di Indonesia Prof. Asikin sering membuat anotasi hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara-perkara penting yang dimuat dalam buku Yurisprudensi Indonesia oleh Mahkamah Agung terbitan tahun 1990 antara lain Putusan Mahkamah Agung RI No. 2539 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli 1922 tentang :
·         Barang-barang milik negara tidak dapat disita baik conservatoir beslag maupun eksekusi.
·         Indische Comptabliteit Wet (ICW)  dapat disita atas izin Mahkamah Agung RI.



Catatan
·         Indische Comptabiliteit Wet (ICW) telah diganti dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara, yang dalam pasal 50 mengatur tentang pelarangan penyitaan barang milik negara.
Di Indonesia praktek semacam itu pernah dilakukan namun sekarang tidak pernah lagi terlihat adanya catatan-catatan tersebut.
Pelaksanaan Eksaminasi    : Oleh instansi internal atau eksternal atau oleh orang
: berkompeten      dibidang   hukum,   berkompeten
: dibidang hukum.
Jenis Eksaminasi                  : 1. Umum
                                                : 2. Khusus
Eksaminasi umum dilakukan dalam bentuk uji petik untuk mengetahui kinerja pihak yang dieksaminasi secara luas. Biasanya dilakukan secara berkala /periodik misalnya setahun sekali.
Contoh;
Eksaminasi Kejasaan

Eksaminasi Khusus
Dilakukan terhadap beberapa objek putusan pengadilan yang dinilai kontroversial atau kasus-kasus  besar yang menarik perhatian masyarakat sehingga dapat menyumbang perkembangan hukum dimasa depan, jadi eksaminasi dapat dilakukan sewaktu-waktu.
Contoh;
1.      Eksaminasi di Kejaksaan.
2.      Eksaminasi Publik oleh ICW, dll.

Tujuan Eksaminasi
Tujuan eksaminasi baik internal maupun eksternal yang dilakukan khususnya terhadap produk-produk aparat penegak hukum adalah untuk :
·         Memperbaiki kinerja maupun untuk meningkatkan kemampuan teoritis, baik mengenai hukum materiil maupun hukum acara serta kemampuan untuk menerapkan azas-azas hukum yang berlaku.
·         Bagi aparatur penegak hukum apabila dieksaminasi suatu putusan pengadilan, maka dapat terungkap pula hasil karya penuntut umum dalam bentuk Surat Dakwaan yang selalu harus termuat dalam putusan dengan demikian makna eksaminasi, serta manfaat eksaminasi dapat dipergunakan oleh semua aparatur penegak hukum.
·         Bagi Komisi Yudisial RI eksaminasi putusan pengadilan, baik Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung dalam Kasasi ataupun Peninjauan Kembali, maka tujuan eksaminasi adalah dalam rangka rekruitmen Hakim Agung, untuk menguji kemampuan Calon Hakim Agung dalam membuat pertimbangan. Untuk sampai pada putusan-putusan yang berkualitas yaitu putusan yang memenuhi aspek Yuridis Sosiologis, Filosofis dan aspek manfaat. Hanya hakim profesional berintegritas moral yang tinggi dan kepekaan terhadap rasa keadilan, jadi tidak hanya keadilan hukum (legal justice) tetapi ketentuan keadilan moral (moral justice) dan keadilan sosial (social justice). Selain itu juga dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Yudisial RI, sesuai UUD 1945 dan ketentuan perundang-undangan yang ada.

Manfaat Eksaminasi
·         Bagi institusi yang mengadakan Eksaminasi internal manfaatnya adalah untuk meningkatkan kemampuan teknis yudisial, integritas pribadi, kredibilitas serta profesionalitas para hakim dan Jaksa Penuntut Umum, dan secara tidak langsung aparat penyidik.
·         Eksaminasi eksternal dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam berperan serta mengawasi jalannya suatu proses peradilan mulai dari proses awal penyidikan sampai dengan perkara di putus dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian penegakkan hukum menjadi lebih bersih dan berwibawa sesuai dengan harapan masyarakat, khususnya para pencari keadilan.
·         Bagi masyarakat akademisi khususnya Fakultas Hukum dapat menjadikan hasil eksaminasi sebagai bahan pembelajaran dan bahan diskusi.
·         Bagi Hakim, Jaksa dan praktisi hukum lainnya dapat menambah dan memperluas pengetahuan hukumnya terutama masalah penerapan hukum dalam praktek dibanding dengan hukum dalam teori.
Adagium : Sumum Ius Summa Inniora _ “ Hukum yang tertinggi adalah ketidak adilan yang terbesar.” Apabila para penegak hukum hanya menerapkan hukum saja tanpa mempertimbangkan keadilan yaitu moral justice, sosial justice dan terutama khususnya legal justice oleh karena itu Adagium; Lex Dura  Sed Tamend Scripta harus dibarengi selalu dengan Suum Quike Tri Buera.
·         Pasal 28 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 menerangkan : Hakim menggali  dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Pelaksanaan Eksaminasi
Eksaminator dalam melaksanakan eksaminasi tentu harus menggunakan deduksi dengan statute based argumentasi yaitu;

1.      Rule Based Argumentation.
Apakah putusan yang dieksaminasi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku termasuk penjelasannya.
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dapat berupa
1.   Hukum materiil baik pidana, perdata dll yang sumbernya bermacam-macam, seperti KUHAP untuk acara pidana dan HIR untuk acara perdata. Dengan adanya peradilan Khusus dilingkungan peradilan umum, maka terdapat pula Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial.
Contoh 1 : Kasus Praperadilan
Putusan hakim menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik dinyatakan tidak sah, pasal 77 KUHAP berbunyi “ Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan memutus tentang……:
  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  2. Ganti rugi dan atau rehabilitasi dan seterusnya.
jadi putusan tersebut melanggar pasal 77 KUHAP (melanggar hukum acara pidana).
           Contoh 2;
Pasal 3 UUPTPK, dihukum paling singkat 1 tahun penjara.
            Putusan Pengadilan 10 bulan penjara dan seterusnya (melanggar hukum pidana materiil).
            Putusan melanggar pasal 3 UUPTPK, hal ini berdasarkan asas legalitas.
Putusan hakim wajib didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam kaitan ini perlu benar-benar diperhatikan bahwa sesuai dengan perkembangan serta perubahan-perubahan yang terjadi, maka peraturan perundang-undanganpun banyak berubah, baik pasal-pasal tertentu saja maupun pergantian undang-undang.
Contoh
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang mengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 yang menyumbang pasal-pasal ketentuan dari Undang-Undang No. 31 Tahun 1999.
Dalam hal demikian, maka yang harus diperhatikan benar-benar adalah menyangkut materi peralihan, baik dalam Undang-Undang itu sendiri maupun ketentuan peralihan menurut pasal 1 ayat (2) KUHP.
 Bahwa menyangkut perundang-undangan perlu dicatat :
  1. Peraturan perundang-undangan/litera scripta selalu merupakan moment opname dari kebutuhan hukum dan kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat. Kedua hal tersebut terus mengalami perubahan terus menerus sehingga peraturan perundang-undangan litera scripta selalu tertinggal.
  2. Tidak ada rumusan yang sempurna yang dapat menampung semua kebutuhan hukum pada saat itu.
·         Dapat saja ill defined.
·         Unclear outline.
Hakimlah yang dengan membaca perundang-undangan yang demikian dan menemukan atau sentecia logisnya atau rule dari perundang-undangan tersebut.
Dibutuhkan penafsiran/interpretasi dan konstruksi hukum
·         Penafsiran (bringing the unclear in to clarity J. Robinson)
a.      Menurut bahasa.
Penafsiran dengan konstruksi hukum ini lazim disebut penemuan hukum = Rechtsvindials à Rechtschepping/penciptaan hukum.
b.      Sejarah  -    Undang-Undang  à Mencari maksud pembuat Undang-
               Undang (sentecia logisnya) yang tidak  
               terurai secara jelas dan lengkap
-       Hukum
c.       Sistematis
Seluruh hukum disuatu negara, merupakan satu sistem hukum metafisis suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari sistem yang ada.
d.     Teleologis/sosiologis.
Sesuai dengan tujuan.
·         Penafsiran adalah kewajiban hukum dari hakim (Utrecht Pengantar dalam hukum Indonesia & 250).
·         Konstruksi hukum
a.      Analogi.  
Pada analogi, maka suatu ketentuan Undang-Undang diberlakukan pada suatu fakta hukum tertentu, sedangkan sesungguhnya Undang-Undang tersebut telah mengatur tentang fakta hukum tersebut.
Contoh
BW hanya mengatur ganti ugi pasa wanprestasi, ketentuan BW ini diperlukan rencana analogi bagi onrechtmatige daad pasal 1365 BW.
Dalam hukum pidana bertentangan dengan asas legalitas, analogi hanya dalam hukum perdata.
b.   Penghalusan hukum (recht vervijning) yang disebut juga sebagai penyempitan hukum.
c.       Argumentum a contrario.
Menafsirkan pengertian undang-undang dari sisi kebalikannya.
Contoh
Ketentuan masa idah bagi janda.
Peraturan undang-undang yang abstrak harus diterapkan dalam peristiwa konkrit, apa itu perbuatan melawan hukum menurut pasal 1965 BW.
Fungsi penemuan hukum adalah menemukan menemukan norma yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada fakta hukum konkret.

2.      Principle based Argumentation
“ Berdasarkan asas-asas hukum yang berlaku ”.
Contoh: Asas Audi Et Alteram Partem  :Pihak-pihak diberi kesempatan yang sama”.
Putusan hanya mempertimbangkan keterangan-keterangan dan atau alat bukti salah satu pihak saja adalah bertentangan dengan asas tersebut. Ada asas hukum yang sudah dijadikan ketentuan masyarakat-masyarakat.
Contoh
Ne Bis In Idem, pasal 76 KUHP, ada asas yang pra hukum pasti.
Contoh
Kasus tindak pidana tanpa kesalahan (Geen Straf zoden schould).
Dalam argumentasi deduksi yang biasa digunakan ialah apa yang dikenal sebagai silogisme, dasar pemikirannya adalah legisme atau positivisme masyarakat yang sudah lama ditinggalkan.
Contoh :
A = B à Premis Mayor
B = C à Premis Minor
Maka A = C = Kesimpulan
Dalam menggunakan Principle Based atau asas-asas yang berlaku hendaknya memperhatikan beberapa hal;
  1. Hierarki perundang-undangan. Apabila dalam suatu perkara ada dua ketentuan perundang-undangan yang dapat diterapkan maka asas yang digunakan adalah asas Lex Superiory Derogat Lex Inferiory.
Dalam melaksanakan eksaminasi, eksaminator hendaknya benar-benar memperhatikan asas ini sehingga dengan demikian dapat melihat apakah Penegak Hukum tidak salah menerapkan Undang-undang.
  1. Urutan waktu diterbitkannya perundang-undangan.
Asasnya : Lex Posteriory Derogat Lex Anteoriory.
  1. Waktu berlakunya perundang-undangan
Asasnya adalah Non Retroaktif, asas mana yang merupakan sub asas  dari asas Legalitas.
  1. Putusan dengan objek yang sama dan subjek yang sama yang diputus lagi.
Asasnya adalah : Ne Bis In Idem.
Catatan; Hendaknya diperhatikan baik-baik bunyi pasal 76 KUHAP yang kebanyakan terjemahannya menterjemahkan kata fiet dengan perbuatan. Terjemahan tersebut adalah keliru karena kata perbuatan dalam bahasa belanda adalah Handeling atau Daad. Kekeliruan terjemahan ini dapat menimbulkan kesalahan dalam penerapannya, khususnya yang berkaitan dengan Concursus Idealis / Eendaadsche Samenloop.

3.   Teoritical Based/Doktrinal Based
Dalam hal perlu kejelasan tentang suatu hal maka hakim dapat mencari jawabannya pada doktrin pendapat para ahli.
Catatan ius curia novit = hakim tahu hukum.
Putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah bagai putusan Tuhan/Judicial Dei.
-    Judicial Dei terlihat juga dengan kata-kata berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, By The Grace of God.
-    Dalam praktek Judicial Dei ini sering disalahgunakan. Hal tersebut terlihat dalam putusan hakim yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat:
1.      Putusan yang tertunda-tunda tanpa alasan yang wajar sehingga timbul ungkapan Justice Delayed, Justice Denied. Beberapa undang-undang tertentu telah memberi batas waktu bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, namun dalam praktek sering tidak ditaati.
contoh  : Undang-undang Pengadilan HAM No. 26 Tahun 2001.
2.      Putusan dengan mengabaikan asas Audi et Alteran Partem sehingga tidak impartial.
3.      Putusan yang pertimbangannya kacau tidak nyambung (eratic) malah non yuridis.
4.      Putusan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
5.      Putusan yang tidak efektif seperti dinyatakan non executable.
6.      Dan lain-lain putusan yang jelas bertentangan dengan hukum acara.

Bentuk Eksaminasi
Dalam melakukan Eksaminasi hendaknya eksaminator memperhatikan urutan sebagai berikut.
1.      Ringkasan isi putusan / resume yang berisi. Ringkasan ini hendaknya ringkas lengkap (Over Zichlelijk)
a.      Kasus posisi,
b.      pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar putusan.
c.       Amar putusan.
d.     Hukuman.
2.      Issue hukum “ peraturan-peraturan hukum apa yang telah diterapkan”.
3.      Analisis “ uraian singkat sesuai dengan pendapat eksaminator tentang isu hukum dalam perkara tersebut”.
4.      Kesimpulan.

EKSAMINASI PUBLIK

Eksaminasi dilakukan oleh pihak-pihak yang selama ini menaruh perhatian atas pelaksanaan peradilan di Indonesia,.

Tahapan Pelaksanaan;
Pengumpulan data atau dokumen-dokumen dalam bentuk berkas perkara terutama perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat ataupun perkara-perkara yang krusial.

  
Data / Dokumen berupa;
1.      Surat dakwaan, Pledoi Penasehat hukum, Replik, Duplik, Putusan Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung dan Putusan PK. Untuk perkara Pidana.
2.      Gugatan, Jawaban gugat, Replik dan Duplik hingga Putusan Hakim, Tingkat Pertama, PT dan MA dalam Kasasi maupun PK.

Hambatan Pelaksanaan Eksekusi;
Sulitnya memperoleh dokumen/putusan dari pihak Pengadilan karena sampai saat ini Undang-undang belum memperbolehkan setiap orang dapat memperoleh dokumen tersebut, pasal 226 KUHAP.

Kapan Eksaminasi Dapat Dilakukan
Apakah eksaminasi publik dapat dilakukan atas semua perkara baik yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maupun belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Ada 2 pendapat mengenai hal ini, antara lain;
1.      Boleh, karena putusan telah menjadi milik umum baik sebelum memperoleh kekuatan hukum tetap maupun telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak putusan diucapkan.
2.      Tidak boleh, karena putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap akan mempengaruhi putusan-putusan dalam tahapan-tahapan selanjutnya. Karena hal tersebut merupakan intervensi terhadap independensi terhadap hakim.

Pelaksanaan Eksaminasi:
Pelaksanaan eksaminasi publik didahului dibentuknya tim eksaminasi publik yang dinilai mempunyai kompetensi yang cukup dalam menentukan pendapat dan penilaian terhadap priodek penegakan hukum. Sumber dayanya adalah perguruan tinggi, para mantan hakim, mantan jaksa, maupun para advokat.

Melakukan Sidang Eksaminasi:
Para tim anggota eksaminasi melakukan eksaminasi atas perkara yang telah dipilih yaitu perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat kontroversial ataupun yang ada indikasi adanya hal-hal negatif yang berlaku. Masing-masing anggota tim membuat legal opininya sendiri terhadap perkara tersebut dan hasil eksaminasinya kemudian dipaparkan melalui diskusi publik.

Merumuskan Hasil Akhir Eksaminasi;
Setelah diskusi publik lalu pelaksana bersama dengan tim eksaminasi merumuskan hasil akhir dari eksaminasi.
Hasil akhir dari eksaminasi inilah yang biasa dikirim ke Mahkamah Agung maupun Kejaksaan Agung.


EKSAMINASI POLA KEJAKSAAN

Dasar Hukum: 1. Kepja No.Kep.033/JA/3/1993 tentang Eksaminasi.
                            2. Juklak No.001/J.A/6/1994

Definisi:
Tindakan penelitian dan pemeriksaan berkas perkara disemua tingkat penanganan perkara oleh setiap Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdiri atas:
1.      Eksaminasi Umum yaitu Lit dan Riksa terhadap berkas perkara yang telah selesai ditangani oleh JPU dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2.      Eksaminasi Khusus yaitu Lit dan Riksa terhadap berkas perkara tertentu yang menarik perhatian masyarakat atau yang menurut penilaian pimpinan perlu di Eksaminasi baik perkara yang sedang ditangani atau yang telah selesai ditangani oleh JPU.

Maksud Eksaminasi:
1.      Memantapkan pelaksanaan tugas kejaksaan.
2.       Meningkatkan kecakapan pengetahuan teknis dan administrasi para jaksa.
3.      Membina JPU Mandiri.

Tujuan:
1.      Meningkatkan profesionalisme para jaksa.
2.  Merupakan masukan untuk bahan penilaian bagi atasan dalam melihat adanya kekurang sempurnaan atau kelemahan yang mengakibatkan penyelesaian perkara tidak sebagaimana mestinya.

Sasaran:
Seluruh kegiatan proses penanganan perkara dari setiap JPU.

Waktu Pelaksanaan:
1.      Rutin atau Berkala.
2.      Sewaktu-waktu.

Pelaksana Eksaminasi:
1.      Jaksa Agung atau Pejabat-pejabat yang ditunjuk.
2.      Jaksa Tinggi atau Pejabat-pejabat yang ditunjuk.

Objek Eksaminasi:
a.      Tiga berkas perkara Tindak Pidana Umum dari jenis perkara yang berbeda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b.      Tiga berkas perkara Tindak Pidana Khusus dari jenis yang berbeda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c.       Perkara-perkara yang diputus bebas atau perkara yang menarik perhatian masyarakat.

Hal-hal yang dinilai:
Seluruh kegiatan penanganan perkara / sampai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pidsus:
Mulai dari Lit, RenLit, Laksana Lit, dan LapLit.
Penangkapan, Penahanan, Barang Bukti.
Dakwaan, Pelimpahan Berkas perkara, Requisator, Replik dan Duplik.
Pendapat JPU tentang putusan upaya hukum.

Pidum:
Mulai dari Pratut, Riksa tamba, Tut dan seterusnya sama seperti Pidsus.

Hasil Eksaminasi dituangkan dalam bentuk angka.
91 – 100                      : amat baik.
76 – 90                        : Baik.
61 – 75                        : Cukup.
51 – 60                        : Sedang.
50 – kebawah            : Kurang



EKSAMINASI POLA PENGADILAN

Eksaminasi di kalangan pengadilan telah diatur dalam SEMA No.1 Tahun 1967.

Tujuan Eksaminasi :
Untuk menilai / menguji suatu putusan yang di eksaminasi apakah telah sesuai dengan Hukum Acara dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta prinsip-prinsip hukum yang benar. Apakah telah mengikuti tenggang waktu putusan perkara yang telah ditentukan dan apakah pula telah sesuai dengan rasa keadilan. Menurut SEMA No.6 Tahun 1992, tenggang waktu memutus perkara adalah 6 bulan.


semoga bermanfaaat "copas"====: Eksaminasi Yudisial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar