PENAFSIRAN UNSUR-UNSUR PASAL TINDAK PIDANA dalam KUHP
KUHP Terjemahan Prof. Moeljatno, SH ; Jakarta : Bumi Aksara, 1999.
Bab XXVII. Tentang penghancuran atau perusakan barang.
Pasal
406 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan
hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau denda paling banyak Rp 4.500,- (empat
ribu lima ratus
rupiah).
(2) Dijatuhkan
pidana yang sama terhadap orang, yang dengan sengaja dan melawan hukum
membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan,
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.
Pasal
407 KUHP
(1) Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam
pasal 406, jika harga kerugian yang disebabkan tidak lebih dari Rp 250,- (dua
ratus lima
puluh rupiah), diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 900,- (sembilan
ratus rupiah).
(2) Jika perbuatan yang diterangkan dalam pasal
406 ayat kedua itu dilakukan dengan memasukkan bahan-bahan yang merusakkan
nyawa atau kesehatan, atau jika hewan termasuk yang tersebut dalam pasal 101,
maka ketentuan ayat pertama tidak berlaku.
Pasal
408 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan
hukum menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai
bangunan-bangunan, kereta api, trem, telegraf, telepon atau listrik, atau
bangunan-bangunan untuk membendung, membagi atau menyalurkan air, saluran gas,
air atau riool yang digunakan untuk keperluan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Pasal
409 KUHP
Barangsiapa yang karena kealpaannya
menyebabkan bangunan-bangunan tersebut dalam pasal di atas dihancurkan,
dirusakkan atau dibikin tak dapat dipakai, diancam
dengan kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 100,- (seratus rupiah).
Pasal
410 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan
hukum, menghancurkan atau membikin tak dapat dipakai, suatu gedung atau kapal
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal
411 KUHP
Ketentuan
pasal 367 berlaku bagi kejahatan yang diterangkan dalam bab ini.
Pasal
367 KUHP
(1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu
kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan,
dan tidak terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka
terhadap pembuat atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.
(2) Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah
meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga
sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat
kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada
pengaduan yang terkena kejahatan.
(3) Jika menurut lembaga matriarkhal, kekuasaan
bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandungnya, maka aturan tersebut
ayat di atas, berlaku juga bagi orang itu.
Pasal
412 KUHP
Jika salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam bab ini dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,
maka pidana ditambah sepertiga,
kecuali dalam hal tersebut pasal 407 ayat pertama.
***************************************************************************************
pasal 406 ayat (1) KUHP
“ dengan sengaja ”
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.675-676.
Bahwa
pada dasarnya delik ini adalah delik sengaja, kecuali untuk barang-barang
tertentu (tersebut pasal 409) yang digunakan untuk umum. Ini berarti jika
kehancuran / kerusakan itu terjadi karena suatu kealpaan, maka penyelesaiannya
adalah di bidang hukum Perdata atau di bidang hukum Administrasi.
Kendati
unsur sengaja ditempatkan di awal perumusan, rupanya tidak dimaksudkan
mencakupi bagian-unsur “melawan hukum” yang untuk itu digunakan kata-sambung
“dan”. Dengan perkataan lain tidak dipersyaratkan apakah sipetindak mengetahui
atau tidak bahwa tindakannya itu melawan hukum atau tidak. Namun bahwa
tindakannya itu bersifat melawan hukum haruslah terbukti. Dengan menggunakan
cara penafsiran pembalikan (argumentum a contrario), maka jika kerusakan itu
terjadi karena kealpaan, tidak merupakan delik, melainkan diselesaikan secara
hukum perdata (atau hukum administrasi). Baca pasal 179, 180, 198 dsb-nya.
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana Bagian
Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 76-77.
Penempatan
unsur dengan sengaja dimuka unsur-unsur lain berarti, bahwa unsur-unsur yang
terletak dibelakang unsur dengan sengaja diliputi oleh unsur dengan sengaja.
Jadi perbuatan-perbuatan didalam unsur-unsur yang terletak dibelakang unsur
dengan sengaja harus dilakukan dengan sengaja.
Pelaku
harus melakukan unsur-unsur yang terletak di belakang itu dengan sengaja untuk
dapat dipersalahkan melakukan kejahatannya. Tetapi dalam pasal 406 (1) ini
ternyata, unsur dengan sengaja dipisahkan dari unsur dengan melawan hukum
dengan kata “dan”.
Apabila
kata “dan” tidak ada, maka unsur dengan sengaja meliputi seluruh yang ada
dibelakangnya atau yang disebut kemudian. Jadi pelaku harus tahu, bahwa
penghancuran atau pengrusakan itu dilakukan dengan melawan hukum. Apabila ia
tidak tahu, bahwa perusakan atau penghancuran itu adalah melawan hukum, maka ia
tidak dapat dihukum. Tetapi diantara 2 unsur itu terdapat kata “dan”, hingga
menurut Hoge Raad justru kata “dan” ini memberikan arti bahwa unsur dengan
sengaja tidak meliputi unsur dengan melawan hukum. Meskipun pelaku tidak
mengetahui bahwa penghancuran atau perusakan itu adalah melawan hukum, maka
pelaku tetap dapat dipersalahkan menurut pasal 406 (1). Ini yang disebut dengan
“melawan hukum yang obyektif”.
Terhadap pendapat ini banyak tidak
menyetujui. Tentang hal ini terdapat juga pendapat lain yang menyatakan
bahwa kata “dan” itu tidak mempunyai arti apapun didalam perumusan kejahatan
itu, hanya untuk memberi bunyi yang baik pada kalimatnya. Dalam ini pelaku
harus mengetahui :
– bahwa
penghancuran dan perusakan dilakukan dengan melawan hukum ;
– bahwa
penghancuran atau yang dirusakkan adalah suatu barang ;
– bahwa barang
itu seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Putusan Hoge Raad 15 Mei 1894 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.265).
Untuk
kejahatan ini diisyaratkan bahwa pelaku berbuat dengan kesengajaan untuk
menimbulkan kerusakan yang diakibatkan perbuatannya.
Putusan Hoge Raad 21 Desember 1914 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto Soerodibroto,SH
; Jakarta :
PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.267).
Kesengajaan
pelaku tidak perlu ditujukan terhadap melawan hukumnya perbuatan. Adalah cukup
bahwa perbuatannya dilakukan dengan sengaja dan bahwa perbuatan itu adalah melawan
hukum.
Kata
penghubung “dan” menempatkan pengertian “sengaja” dan “melawan hukum” sejajar.
Kata melawan hukum tidak dikuasai oleh kata sengaja.
Putusan Hoge Raad 1 Mei 1893 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.265).
Seorang
nakhoda kapal yang melempar kedalam laut barang-barang dari muatannya agar
supaya kapalnya dapat lepas, tidak karena hanya itu saja, mempunyai kesengajaan
untuk menimbulkan kerugian terhadap pemilik barang.
Putusan Hoge Raad 3 Desember 1923 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.265).
Tujuan
untuk dapat masuk suatu jalan kecil, tidak meniadakan kesengajaan agar untuk
mencapai maksud tersebut, merusak pagar jalan kecil itu.
“ melawan hukum ”
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.676.
Kendati
unsur sengaja ditempatkan di awal perumusan, rupanya tidak dimaksudkan
mencakupi bagian-unsur “melawan hukum” yang untuk itu digunakan kata-sambung
“dan”. Dengan perkataan lain tidak dipersyaratkan apakah sipetindak mengetahui
atau tidak bahwa tindakannya itu melawan hukum atau tidak. Namun bahwa
tindakannya itu bersifat melawan hukum haruslah terbukti. Dengan menggunakan
cara penafsiran pembalikan (argumentum a contrario), maka jika kerusakan itu
terjadi karena kealpaan, tidak merupakan delik, melainkan diselesaikan secara
hukum perdata (atau hukum administrasi). Baca pasal 179, 180, 198 dsb-nya.
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 76-77.
Apabila
kata “dan” tidak ada, maka unsur dengan sengaja meliputi seluruh yang ada
dibelakangnya atau yang disebut kemudian. Jadi pelaku harus tahu, bahwa
penghancuran atau pengrusakan itu dilakukan dengan melawan hukum. Apabila ia
tidak tahu, bahwa perusakan atau penghancuran itu adalah melawan hukum, maka ia
tidak dapat dihukum. Tetapi diantara 2 unsur itu terdapat kata “dan”, hingga
menurut Hoge Raad justru kata “dan” ini memberikan arti bahwa unsur dengan
sengaja tidak meliputi unsur dengan melawan hukum. Meskipun pelaku tidak
mengetahui bahwa penghancuran atau perusakan itu adalah melawan hukum, maka
pelaku tetap dapat dipersalahkan menurut pasal 406 (1). Ini yang disebut dengan
“melawan hukum yang obyektif”.
Terhadap pendapat ini banyak tidak
menyetujui. Tentang hal ini terdapat juga pendapat lain yang menyatakan
bahwa kata “dan” itu tidak mempunyai arti apapun didalam perumusan kejahatan
itu, hanya untuk memberi bunyi yang baik pada kalimatnya. Dalam ini pelaku
harus mengetahui :
– bahwa
penghancuran dan perusakan dilakukan dengan melawan hukum ;
– bahwa
penghancuran atau yang dirusakkan adalah suatu barang ;
– bahwa
barang itu seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Putusan Mahkamah Agung RI No.95 K/Kr/1973 tanggal 19-11-1977 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.264-265).
Perbuatan
tertuntut kasasi membongkar rumah/bangunan yang disewanya tanpa izin dari
pemiliknya, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, karena tertuntut
kasasi sebagai warga kota telah memenuhi instruksi Walikota Surabaya dengan
membangun kembali rumah tersebut, walaupun didalam perintah ini tidak terdapat
hubungan jenjang jabatan antara atasan dan bawahan sebagaimana termaksud dalam
pasal 51 KUHP, melainkan terdapat hubungan hukum publik antara tertuntut kasasi
dengan walikota.
Putusan Mahkamah Agung RI No.24 K/Kr/1958 tanggal 15-3-1958 (KUHP dan KUHAP Dilengkapi
Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto Soerodibroto,SH ; Jakarta : PT.RajaGrafindo
Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.265).
Bahwa
para tertuduh merusak rumah saksi karena rumah itu didirikan di atas tanah
mereka tanpa izin mereka sehingga yang mereka lakukan itu adalah justru
mempertahankan hak milik, tidak dapat dibenarkan karena dalam hal ini
seharusnya para tertuduh mengajukan persoalannya kepada alat-alat negara yang
berwenang dan tidak merusak sendiri rumah itu, sehingga perbuatan mereka
merupakan kejahatan termaksud dalam pasal 406 KUHP.
Putusan Hoge Raad 21 Desember 1914 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.267).
Kesengajaan
pelaku tidak perlu ditujukan terhadap melawan hukumnya perbuatan. Adalah cukup
bahwa perbuatannya dilakukan dengan sengaja dan bahwa perbuatan itu adalah
melawan hukum.
Kata
penghubung “dan” menempatkan pengertian “sengaja” dan “melawan hukum” sejajar.
Kata melawan hukum tidak dikuasai oleh kata sengaja.
“ menghancurkan, merusakkan,
membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan ”
SR. Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni
AHAEM-PETEHAEM Jakarta,
cet.ke-2, 1989, Hal.676-677-174.
Yang
dimaksud dengan menghancurkan adalah
membuatnya sama sekali binasa atau musnah, rusak berantakan dan bahkan sudah
tidak berwujud lagi ibarat sepeda digilas stoomwals (kendaraan penggilas
jalan).
Yang
dimaksud dengan merusak adalah
membuat sebagian dari benda itu rusak yang mengakibatkan keseluruhan benda itu
tidak dapat dipakai. Biaya perbaikannya akan lebih berat dari pada jika benda
itu dibuat tidak terpakai.
Yang
dimaksud dengan membuat tidak dapat
dipakai adalah merusak sebagian kecil atau hanya mencopot sebagian kecil
dari benda itu, tetapi mengakibatkan benda itu tidak dapat berfungsi secara
normal atau tidak berfungsi.
Yang
dimaksud dengan menghilangkan adalah
membuat barang itu sama sekali tidak ada lagi bukan karena dimusnahkan /
dibakar dan lain sebagainya. Dengan perkata lain jika yang menghilangkan itu
disuruh mengembalikan, sudah tidak mungkin karena memang sudah tidak ada
lagi.
Selanjutnya
perhatikan pula beberapa delik lainnya dimana diatur secara tersendiri atau
tersirat tentang “penghancuran atau
perusakan” suatu barang atau binatang, seperti misalnya : – Pasal 302 :
melukai binatang
– Pasal
472 : merusak muatan, perbekalan atau
barang-barang kebutuhan di kapal ; Dalam hal ini perhatikan juga adanya
kemungkinan “force mayeur” -
– Pasal
179 : merusak kuburan.
– Pasal
417 : merusak barang-barang bukti.
– pasal-pasal
lainnya seperti : 170, 187 s/d 203, 219, 233, 234, 382, 408 s/d 412, 432, 433,
479a dst-nya.
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 75-76.
menghancurkan adalah perbuatan merusak
pada sesuatu benda sedemikian rupa, hingga benda itu tidak dapat diperbaiki
lagi. Hancur adalah sama sekali rusak. Misalnya memukul dengan palu,
membanting.
merusak adalah suatu perbuatan terhadap
sesuatu benda yang tidak menimbulkan akibat yang tidak berat pada benda itu,
hanya sebagian dari pada benda itu yang dirusak. Benda masih dapat
dipergunakan. Antara Menghancurkan dan merusakkan terdapat perbedaan yang graduil saja.
membuat tidak dapat dipakai adalah perbuatan
yang dilakukan terhadap benda, sehingga benda itu tidak dapat dipakai lagi untuk
maksud semula. Contoh : sebuah buku yang telah disobek-sobek tidak dapat
dipergunakan sebagai buku yang dapat dibaca sebagaimana dibuat untuk keperluan
itu. Tetapi meskipun sudah sobek-sobek, masih dapat dijual pada tukang loak
atau kertasnya dapat dipergunakan untuk kertas pembungkus.
menghilangkan adalah perbuatan yang
dapat menimbukan akibat, bahwa benda itu, tanpa dirusak atau tanpa dibuat
sehingga tak dapat dipergunakan lagi, tidak ada lagi atau tidak dapat
ditampilkan lagi. Misalnya : melepas burung, dibakar, dimakan, melemparkan
barang di kali atau di laut.
Putusan Mahkamah Agung RI No.136 K/Pid/1986
tanggal 31-10-1987
(Kompilasi Abstrak Hukum Putusan Mahkamah Agung Tentang Hukum Pidana ; Ali
Boediarto, SH ; Jakarta
; Ikatan Hakim Indonesia
(IKAHI), 2000, Hal.08).
Bahwa
mengenai dakwaan ex pasal 406 KUHP, Mahkamah Agung berpendirian bahwa dakwaan
subsidair inipun juga tidak dapat dibuktikan dalam persidangan, karena fakta
yang terbukti adalah bahwa gembok pintu yang terkunci itu telah dibuka dengan
alat obeng, sehingga bila sekrupnya dipasang lagi keadaan gembok akan kembali
baik seperti semula. Dengan adanya fakta ini maka unsur ex pasal 406 KUHP –
berupa : “membuat sehingga tidak dapat
dipakai lagi”, tidak terabukti dalam kasus ini.
Putusan Hoge Raad 4 April 1921 (KUHP dan KUHAP Dilengkapi
Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto Soerodibroto,SH ; Jakarta : PT.RajaGrafindo
Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.265).
“Menghilangkan”
harus diartikan secara luas, termasuk didalamnya “mengambil”. Barang itu perlu
hilang atau tidak diketemukan lagi.
Putusan Hoge Raad 18 Mei 1936 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.266).
Seorang
penjaga sepeda yang menyerahkan sepeda orang lain kepada seorang tukang
pengangkut sampah, melakukan penggelapan. Dalam hal ini tidak ada
“menghilangkan” dalam arti pasal ini.
“
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain ”
SR. Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni
AHAEM-PETEHAEM Jakarta,
cet.ke-2, 1989, Hal.677 ; 174.
Baik
barang maupun binatang tersebut seluruhnya atau sebagian haruslah kepunyaan seseorang.
Ini berarti bahwa sebagian adalah kepunyaan sipelaku itu sendiri.
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 76.
Obyek
dari kejahatan ini adalah barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan
orang lain. Kejahatan ini dapat dilakukan terhadap barang bergerak dan juga
terhadap barang yang tidak bergerak. Sedangkan obyek dari pencurian,
penggelapan dan penipuan hanya merupakan barang yang bergerak. Rumah dan tanah
dapat menjadi objek dari penghancuran atau pengrusakan, tetapi tidak dapat
menjadi objek pencurian.
JP SITOMPUL, SH.
/ Sie Pidum / Kejaksaan Negeri Tanjungpandan
***************************************************************************************
pasal 406 ayat (2) KUHP
Putusan Hoge Raad 28 Desember 1903 (KUHP dan KUHAP
Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.266).
Yang
dituduhkan adalah dengan sengaja melakukan tabrakan ; bukan untuk melukai
anjing, yang bukan merupakan keharusan akibat daripada tabrakan. Kejadian ini
tidak memenuhi kejahatan ini.
Putusan Hoge Raad 29 Mei 1922 (KUHP dan KUHAP Dilengkapi
Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto Soerodibroto,SH ; Jakarta : PT.RajaGrafindo
Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.266).
Membunuh
seekor anjing untuk mengakhiri penderitaannya tidak menghapuskan sifat melawan
hukum.
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 77.
Perbuatan
membunuh menggantikan perbuatan menghancurkan dalam ayat (1), oleh
karena terhadap hewan sulit untuk dipergunakan istilah menghancurkan.
***************************************************************************************
pasal 407 KUHP
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 78.
Kejahatan
itu merupakan geprivilegeerd atas
pasal 406 ayat (1).
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.678.
Ketentuan
dalam pasal 407 ini identik dengan ketentuan pada pasal 364, 373 dsb-nya.
Karenanya bacalah penjelasan pada pasal 364 tersebut. Namun di ayat (2) nya
ditentukan apabila binatang itu termasuk ternak tersebut pasal 101 atau cara
merusak jiwa/kesehatan-nya dengan menggunakan bahan-bahan yang merusakkan,
kendati harganya Rp 250,-, maka ketentuan dalam pasal 407 ini tidak
berlaku.
***************************************************************************************
pasal 408 KUHP
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 79.
Kejahatan
ini adalah kejahatan pasal 406 ayat (1) yang dilakukan terhadap obyek tertentu
merupakan masalah-masalah yang memberatkan hukuman.
Unsur
sepanjang bangunan, saluran atau riol itu dipergunakan untuk kepentingan umum,
merupakan syarat untuk dapat dihukum, hingga unsur ini adalah syarat obyektif
agar perbuatan itu dapat dihukum.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.678-679-174.
Seperti
telah diutarakan pada pasal 406, semua barang yang dimaksud pada pasal 408 ini
adalah yang digunakan untuk kepentingan umum dan tidak dipersoalkan siapa
pemiliknya. Berarti dalam hal bukan untuk kepentingan umum, maka pasal 406 yang
lebih tepat diterapkan.
Yang
dimaksud dengan untuk kepentingan /
keperluan umum di sini, tidak berarti atau tidak selalu untuk keperluan
siapa saja. Dapat juga untuk keperluan orang-orang tertentu saja, seperti
misalnya kereta-api untuk angkutan siswa, tegalan-buatan untuk membendung air
terhadap suatu perkampungan, saluran-air untuk suatu komplek perumahan dan
sebagainya.
Yang
dimaksud dengan bangunan-bangunan
(werken) di sini, pada dasarnya adalah semua bangunan yang digunakan untuk
menjamin keamanan dan pengamanan dari kereta api, trem dan sebagainya itu agar
tidak terganggu melaksanakan fungsinya.
Yang
dimaksud dengan bangunan listrik,
lihat uraian pasal 101 bis.
Pasal 101
bis
(1) Yang disebut bangunan listrik yaitu
bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau
menyerahkan tenaga listrik, begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu,
ialah alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat penegak dan
alat-alat pemberi ingat.
(2) Dalam bangunan-bangunan telegraf dan telepon
tidak termasuk bangunan listrik.
Yang
dimaksud dengan menghancurkan adalah
membuatnya sama sekali binasa atau musnah, rusak berantakan dan bahkan sudah
tidak berwujud lagi ibarat sepeda digilas stoomwals (kendaraan penggilas
jalan).
Yang
dimaksud dengan merusak adalah
membuat sebagian dari benda itu rusak yang mengakibatkan keseluruhan benda itu
tidak dapat dipakai. Biaya perbaikannya akan lebih berat dari pada jika benda
itu dibuat tidak terpakai.
Yang
dimaksud dengan membuat tidak dapat
dipakai adalah merusak sebagian kecil atau hanya mencopot sebagian kecil
dari benda itu, tetapi mengakibatkan benda itu tidak dapat berfungsi secara
normal atau tidak berfungsi.
Mengenai
unsur “dengan sengaja dan melawan hukum” baca uraian pada pasal 406 KUHP.
Dalam
rangka penerapan pasal ini, harus diperhatikan pula pasal-pasal seperti
tersebut pada uraian pasal 406, yang mempunyai sifat atau keadaan lain seperti
misalnya ketentuan pada pasal 187, 190, dan sebagainya dimana ancaman pidananya
lebih ringan. Dalam hal ini dapat terjadi juga perbarengan tindakan.
***************************************************************************************
pasal 409 KUHP
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 79.
Kejahatan
ini merupakan kejahatan kulpa.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.679.
Apabila
pasal 408 berbentuk delik-dolus, maka pasal 409 ini adalah bentuk
delik-culpanya, tetapi hanya sepanjang barang itu berupa bangunan. Berarti
tidak dikenal delik-culpa untuk penghancuran/perusakan saluran-gas, saluran air
atau riool (saluran pembuangan air).
Dalam
hubungan pasal ini dengan psal 412, secara teoritik dapat dibayangkan adanya
“kerja-sama” untuk melakukan delik-culpa. Namun dalam prakteknya sukar terjadi.
Putusan Mahkamah Agung RI No.191 K/Kr/1976 tanggal
12 April 1978
(Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia – Hukum Pidana dan Acara
Pidana ; Proyek Yurisprudensi Mahkamah Agung, tanpa tahun, Hal.101).
Menyebabkan
rusaknya sebuah mobil taxi tidak termasuk dalam perumusan pasal 409 KUHP.
***************************************************************************************
pasal 410 KUHP
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.680.
Inti
unsur dari pasal ini sama dengan tersebut pasal 406. Hanya objeknya di sini
dapat dirasakan sebagai lebih tinggi nilainya., kendati tidak mutlak demikian.
Namun bagaimanapun juga perusakan obyek tersebut pasal 410 ini lebih menggugah
rasa ketidaktentraman masyarakat yang untuk itu perlu diatur tersendiri dengan
ancaman pidana yang lebih tinggi. Selanjutnya perhatikanlah ketentuan pada
pasal 472 apabila objek itu adalah muatan dari perahu tersebut.
Putusan Mahkamah Agung RI No.124 K/Kr/1972 tanggal
9-4-1981 (KUHP dan
KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad ; R.Soenarto
Soerodibroto,SH ; Jakarta
: PT.RajaGrafindo Persada ; Ed.5 Cet.10, 2004 ; Hal.267).
Perbuatan
tertuduh merusak rumah, tidak dapat dituntut karena tertuduh adalah istri dari
pemilik rumah tersebut.
***************************************************************************************
pasal 411 jo 367 KUHP
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 80.
Aturan
pada pasal 367 berlaku bagi kejahatan yang diterangkan dalam Bab ini. Apabila
korban dan pelaku terdapat hubungan keluarga sebagaiamana tersebut dalam pasal
367, maka ada 2 kemungkinan :
- Terhadap
kejahatan ini tidak dapat sama sekali diajukan kemuka Pengadilan ;
- Terhadap
kejahatan ini dapat diajukan kemuka Pengadilan dengan melakukan pengaduan
(delik aduan yang relatif).
***************************************************************************************
pasal 412 KUHP
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.680.
Pasal
412 merupakan ketentuan pemberatan ancaman pidana, jika delik dilakukan oleh
dua orang / lebih secara bersekutu.
Brigjen.Pol.Drs.HAK.MOCH.ANWAR,SH (Hukum Pidana
Bagian Khusus – KUHP Buku II Jilid I), Alumni, 1982, Bandung, cet.ketiga, 1982, Hal. 80.
Unsur
dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih merupakan masalah yang
memberatkan hukuman.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPROMO WOW..... ANAPoker
BalasHapus+ Bonus Extra 10% (New Member)
+ Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
+ Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
+ Bonus 20.000 (ALL Members)
BERLAKU UNTUK SEMUA GAME PERSEMBAHAN DARI IDNPOKER
POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10
BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON
Semua Hanya bisa didapatkan di ANAPoker
- Minimal Deposit Yang terjangakau
- WD tanpa Batas
Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
WhatsApp | 0852-2255-5128 |