Senin, 25 Agustus 2014

Penjelesan Unsur Penyertaan (deelneming) ex. pasal 55 KUHP



Pasal 55 KUHP

(1)   Dipidana sebagai pelaku tindak pidana (dader) :
1.    mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan ;
2.   mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2)  Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Ø  Pelaku tindak pidana (dader) : mereka …….

1.    yang melakukan tindak pidana (pleger)

2.    yang menyuruh melakukan tindak pidana (doen pleger)

3.    yang turut serta melakukan tindak pidana (medepleger)

4.    yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan tindak pidana,

·         dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,

·     dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,

·         dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau

·         dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan.


yurisprudensi

v  MARI No. 7 K/Kr/1960 tanggal 22-11-1969

Ø  Keberatan yang diajukan penuntut kasasi : --- bahwa dalam perkara ini pelaku utamanya tidak diadili ; Tidak dapat diterima, karena untuk memeriksa perkara terdakwa Pengadilan tidak perlu menunggu diajukannya terlebih dahulu pelaku utama dalam perkara itu. (i.c. Terdakwa dipersalahkan atas kejahatan : “Sebagai Pegawai Negeri turut serta membujuk orang lain melakukan penggelapan dalam jabatan). 

v  MARI No. 15 K/Kr/1970 tanggal 26-6-1971.

Ø  Perbuatan terdakwa II mengancam dengan pistol tidak memenuhi semua unsur dalam pasal 339 KUHP. Terdakwa I lah yang memukul si korban dengan sepotong besi yang mengakibatkan meninggalnya korban. Karena itu untuk terdakwa II, kwalifikasi yang tepat adalah turut melakukan tindak pidana (medeplegen), sedangkan pembuat materiilnya ialah terdakwa I.

v  MARI No. 52 K/Kr/1959 tanggal 12-5-1959.

Ø  Keberatan yang diajukan dalam memori kasasi : ---- bahwa kesalahan penuntut kasasi tidak terbukti karena kawan pelaku pencuri telah meninggal dunia sehingga penuntut kasasi tidak dapat dinyatakan sebagai “medepleger” dari orang mati ; Tidak dapat dibenarkan, karena soal apakah terdakwa bersama orang lain melakukan tindak pidana yang dituduhkan, harus disandarkan pada saat tindak pidana itu dilakukan dan apakah hal termaksud di sidang dapat dibuktikan ; bahwa kawan pesertanya kemudian meninggal dunia tidak mempengaruhi hal tersebut.

v  MARI No. 137 K/Kr/1956 tanggal 1-12-1956.

Ø  Menyuruh melakukan (doen plegen) suatu tindak pidana, menurut hukum pidana syaratnya adalah bahwa orang yang disuruh itu menurut hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya sehingga oleh karenanya tidak dapat dihukum.

v  MARI No. 114 K/Kr/1967 tanggal 11-9-1968.

Ø  Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung : Unuk tertuduh IV sebutan “memalsukan surat” lebih tepat diganti dengan istilah “memancing pembuatan surat palsu”, karena karya tertuduh IV dalam perkara ini ialah memberi keterangan-keterangan atau bahan kepada tertuduh-tertuduh lainnya untuk membuat surat palsu tersebut.

v  MARI No. 122 K/Kr/1958 tanggal 16-1-1959

Ø  Seorang redaktur yang bertanggung-jawab dengan sengaja menyuruh memuat suatu karangan yang mengandung isi yang menista orang lain dalam surat kabar yang dipimpin olehnya dengan maksud untuk disiarkannya, merupakan pelaku-peserta (mededader) dari kejahatan menista tersebut.    

v  HR 15 Januari 1912

Ø  “Menyuruh melakukan” adalah menyuruh melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum oleh orang lain, yang karena paksaan, kekeliruan atau tidak mengetahui, berbuat tanpa kesalahan, kesengajaan atau dapat dipertanggungjawabkan.

v  HR 19 Maret 1906

Ø  Jika kehendak pelaku materiil telah terpengaruh, sehingga ia melakukan suatu perbuatan karena adanya paksaan, terhadap mana ia tidak dapat berbuat sesuatu apa, maka terdapatlah “menyuruh melakukan”.

Ø  Jika pelaku materiil melakukan perbuatan itu secara sukarela, karena tergerak oleh salah-satu upaya dari pasal 55 ayat (2), terjadilah “penganjuran”.

v  HR 10 Juni 1912

Ø   “Menyuruh melakukan” telah terbatas terhadap cara dengan mana pelaku materiil melakukannya. Hal ini dapat terjadi karena orang tidak mengetahui bahwa perbuatannya dapat dihukum (i.c seorang perempuan telah mencampur susu yang akan diantar oleh suaminya dengan air tanpa sepengetahuan suaminya).

v  HR 20 Juni 1932

Ø  Untuk “menyuruh melakukan” diisyaratkan bahwa pelaku materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Untuk dapat menjatuhkan hukuman dari keputusan harus ternyata bahwa hal ini telah diperiksa oleh hakim.

v  HR 14 Februari 1916

Ø  Apabila pelaku materiil telah berbuat tanpa suatu kesalahan apapun, maka ia merupakan suatu alat yang tidak berdaya dari pelaku langsung. Ialah yang melakukan perbuatan yang dapat dihukum.














Doktrin / Pendapat Tokoh Hukum

yang melakukan (plegen)

v  Satochid Kartanegara (Hukum Pidana, Kumpulan Kuliah Bagian I), Jakarta : Balai Lektur Mahasiswa, hal.500.

Ø  ……………. dicantumkannya perumusan tersebut dalam pasal 55 adalah berkelebihan, sebab andaikata perumusan itu tidak dicantumkan dalam pasal tersebut, tokh akan dapat diketahui siapa pelakunya, yaitu dalam :

a.  Delict dengan perumusan formil.
Pelakunya adalah barangsiapa “yang memenuhi rumusan delict”

b.  Delict dengan perumusan materiil.
Pelakunya adalah barangsiapa “yang menimbulkan akibat yang dilarang”

a.  Delict yang memiliki unsur kedudukan atau kualitas (hoedanigeid en qualiterit)
Pelakunya adalah mereka “yang memiliki unsur, kedudukan atau kualitas”, sebagai yang ditentukan itu, yaitu misalnya kejahatan di dalam jabatan, yang dapat melakukan adalah hanya pejabat negeri.

v  Moeljatno (Hukum Pidana. Delik-delik Penyertaan), Tanpa Penerbit, 1979, hal.35-36.

Ø  Bahwa disebutnya pelaku (pleger) di dalam pasal 55 (1) 1e KUHP adalah dengan alasan sebagai berikut :

1.  bahwa pleger (melakukan, penyusun) di situ menunjuk kepada dilakukannya perbuatan dengan penyertaan lain-lain orang mungkin ada pembantu-pembantunya atau mungkin ada penganjur-penganjurnya (uitlokkers, penyusun) atau mungkin orang-orang ikut serta melakukan. 

2.  kalau ia melakukan atau mewujudkan perbuatannya hanya sendirian saja, tentu plegen (melakukan, penyusun) semacam itu tidak dapat dimasukkan ajaran penyertaan.

Ø  Pengertian pleger (pelaku) yaitu : “………. untuk rumusan delik yang disusun secara formal mengenai orangnya yang melakukan perbuatan tingkah laku seperti yang tercantum dalam rumusan delik. Kalau rumusan delik itu disusun secara material, maka siapa yang menimbulkan akibat seperti rumusan delik, yang harus kita tentukan dengan ajaran kausalitas.” 

yang menyuruh melakukan (doen pleger)

v  Mr.J.E.Jonkers dalam bukunya “Handboek” van het Nederlands Indische Strafrecht” (sebagaimana yang dikutip oleh Soenarto Soedibroto, SH dalam bukunya “KUHAP dan KUHAP”, Edisi Keempat).

Ø  Pada “doen plegen”, pelaku yang melakukan perbuatan itu dinamakan “willoos werktuig” atau “manus ministra” atau7 “manus domina”.

Ø  “Manus ministra” berbuat karena pelbagai alasan, seperti :
1.    adanya daya paksa (over macht) ;
2.    tidak dapat dipertanggungjawabkan (ontvereken baar) ;
3.    berbuat untuk melaksanakan ketentuan undang-undang atas perintah jabatan ;
4.    tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya.

v  R.Soesilo (KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal), Politea Bogor, Tahun 1996. Hal.73.

Ø  Di sini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang menyuruh peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian toch ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain. Yang disuruh (pleger) itu harus hanya merupakan suatu alat (instrument) saja, maksudnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, misalnya dalam hal-hal sebagai berikut :
§  Tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 44 KUHP.
§  Telah melakukan perbuatan itu karena terp…aksa oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (overmacht) menurut pasal 48.
§  Telah melakaukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak syah menurut pasal 51.
§  Telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali. Geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan).

v  P.A.F.Lamintang (Dasar-Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana Yang berlaku di Indonesia), Bandung : Sinar Baru, 1984, hal.583. yang mengutip pendapat Simons (1937).

Ø  Bahwa untuk adanya doen plegen ex. pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP, maka orang dibuat sehingga melakukan (yang disuruh melakukan) haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang ontoerekeningsvatbaar (penyusun : dapat dipertanggung jawabkan) seperti yang dimaksudkan di dalam pasal 44 KUHP ;

2.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu dwaling atau suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan ;

3.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana sama sekali tidak mempunyai unsur schuld (penyusun : kesalahan), bail dolus maupun culpa (penulis : kesengajaan maupun kelalaian), atau pun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut ;

4.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana tidak memenuhi unsur oogmerk (penulis : niat), padahal unsur tersebut telah disyaratkan didalam rumusan undang-undang mengenai tindak pidana tersebut di atas ;

5.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya dibawah pengaruh suatu overmacht (penulis : daya paksa), dan terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan perlawanan ;

6.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melakukan suatu perintah padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu ;

7.  Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak mempunyai suatu hoedaniged atau sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang, yakni sebagai sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.

v  MvT  (Memorie van Toelichting), sebagaimana yang diterjemahkan dengan bebas dari buku Hazewinkel Suringa, 1989 : 372 oleh Prof.Mr.Dr.Lit.A.Z.Abidin dan Prof.Dr.Jur.A.Hamzah (dalam bukunya : Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik – Percobaan, penyertaan dan Gabungan Delik dan Hukum Penetensier ; Jakarta, Sumber Ilmu Jaya, 2002, hal.181). 

Ø  Doen pleger atau orang yang membuat orang lain melakukan (pembuat-pelaku) atau pun orang yang menyuruh orang lain melakukan termasuk juga sebagai pembuat (dader) ialah barangsiapa tidak sendiri mewujudkan peristiwa (delik), tetapi dengan perantaraan orang lain, sebagai alat dalam tangannya, jikalau orang lain itu berada dalam keadaan tidak mengetahui, atau mengalami kekhilafan (error in fact) tentang keadaan atau pun dalam keadaan daya paksa (overmacht), bertindak tanpa kesengajaan atau kelalaian atau pun tidak mampu bertanggung jawab. 

v  Moeljatno (Hukum Pidana. Delik-delik Penyertaan), Tanpa Penerbit, 1979, hal.50.

Ø  “doen plegen” juga disebut “middelijk dadaerschap” yang maksudnya ialah : apabila seseorang mempunyai kehendak untuk melaksanakan suatu perbuatan pidana, akan tetapi seseorang yang mempunyai kehendak itu tidak mau melakukannya sendiri, tetapi mempergunakan orang lain yang disuruh melakukannya. Pengertian doen plegen harus memenuhi syarat yang penting bahwa orang yang disuruh itu haruslah orang-orang yang tidak dapat dipidana. 

Ø  Adapun kemungkinan-kemungkinan tidak dipidananya orang yang disuruh, yaitu karena :

1.  tidak mempunyai kesengajaan – kealpaan ataupun kemampuan bertanggung jawab.

2.  a.  berdasarkan pasal 44 KUHP.
     b.  dalam keadaan daya paksa – pasal 48 KUHP.
     c.  berdasarkan pasal 51 ayat (2) KUHP.
     d.  orang yang disuruh tidak mempunyai sifat/kualitas yang disyaratkan dalam delik, misalnya pasal 413-437 KUHP.

yang turut serta melakukan (medepleger)

v  MvT  (Memorie van Toelichting), sebagaimana yang dikutip oleh Prof.Mr.Dr.Lit.A.Z.Abidin dan Prof.Dr.Jur.A.Hamzah (dalam bukunya : Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik – Percobaan, penyertaan dan Gabungan Delik dan Hukum Penetensier ; Jakarta, Sumber Ilmu Jaya, 2002, hal.181). 

Ø  Menurut M.v.T pelaku peserta ialah barangsiapa dengan sengaja untuk melakukan delik turut kerjasama. Oleh karena itu undang-undang tidak menjelaskan arti medeplegen dan M.v.T tidak menguraikan lebih lanjut tentang penjelasannya, maka timbullah perbedaan pendapat diantara para ahli hukum pidana di Nederland. 

v  Moeljatno, SH, Prof. ; Hukum Pidana Delik-delik Percobaan – Delik-delik Penyertaan, 1983, hal.111. sebagaimana dikutip oleh Ali Boediarto, SH ; Kompilasi Abstrak Hukum Putusan Mahkamah Agung tentang Hukum Pidana, Ikahi, 2000, hal.120-122 : 84.

Ø  KUHP tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana kriteria turut serta itu. Memorie van Toelichting (MvT) menerangkan bahwa jika peserta-peserta itu langsung turut serta dalam pelaksanaan perbuatan pidana (rechstreek deelnemen aan de uitvoering van het feit). Dalam hal ini Mvt tidak menjelaskan lebih lanjut. 

Ø  MvT menerangkan perbedaan antara turut serta dalam pasal 55 KUHP dengan pembantuan dalam pasal 56 KUHP adalah : Mededader (orang yang turut sereta melakukan) adalah secara langsung turut serta pada pelaksanaan perbuatan (rechtstreek deelnement aan de uitvoering van het feit). Sedangkan medeplictige (pembantu) dalam pelaksanaan perbuatan hanya memberi bantuan yang sedikit atau banyak berfaedah (min of meer afdende hulp verleent). Batas tersebut seakan-akan ditentukan menurut sifat perbuatnnya. MvT tidak menegaskan kriteria turut serta dalam pelaksanaan perbuatan pidana agar seseorang dapat dikenakan pasal penyertaan.     

v  R. Soesilo ; KUHP serta komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1976, hal.62 sebagaimana dikutip oleh Ali Boediarto, SH ; Kompilasi Abstrak Hukum Putusan Mahkamah Agung tentang Hukum Pidana, Ikahi, 2000, hal.120-122.

Ø  Bahwa turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikitnya harus ada dua orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut serta melakukan (medeplegen) peristiwa pidana itu. Kedua orang itu diminta melakukan perbuatan pelaksanaan anasir atau elemen dari peristiwa pidana tersebut. Tidak boleh hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, karena jika hanya menolong tidak termasuk medepleger, tetapi dihukum sebagai membantu melakukan (medeplichtege). Jadi dikatakan turut serta melakukan perbuatan pidana jika telah melakukan perbuatan pelaksanaan dan melaksanakan anasir atau elemen dari peristiwa pidana.

v  EY Kanter dan SR Sianturi, SH ; Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.                  sebagaimana dikutip oleh Ali Boediarto, SH ; Kompilasi Abstrak Hukum Putusan Mahkamah Agung tentang Hukum Pidana, Ikahi, 2000, hal.120-122.

Ø  Bentuk pelaku penyertaan harus ditandai dengan tindakan pelaksanaan (uitvoerings handeling). Jika peserta itu turut dalam tindakan pelaksanaan, maka ia adalah pelaku peserta, tetapi jika baru tahap persiapan pelaksanaan (voorbereidings handeling) yang terjadi, maka ia adalah pembantu. Perlu diingat kembali bahwa adalah sangat sulit untuk mengambil batas yang tegas antara tindakan pelaksanaan dengan persiapan pelaksanaan.
  
v  Ali Boediarto, SH ; Kompilasi Abstrak Hukum Putusan Mahkamah Agung tentang Hukum Pidana, Ikahi, 2000, hal.121.

Ø  Van Hamel berpendapat ; perbuatan medepleger itu harus merupakan daderschap yang lengkap dan orang yang medepleger harus melakukan seluruh perbuatan pelaksanaan. Noyon dan Jonkers sependapat dengan Van Hamel.

Ø  Menurut Simons, hanya mereka yang melakukan perbuatan yang dapat digolongkan dalam perbuatan-perbuatan pelaksanaan strafbaar feit yang mungkin menjadi mededader. Artinya, dianggap turut serta walaupun tidak memenuhi semua unsur, tetapi harus memenuhi keadaan pribadi (persoolijke hoedangheid) pelaku sebagaimana dirumuskan dalam delik. Van Hattum dan Pompe hampir sependapat dengan Simon.

Ø  Lengemeyer berpendapat ; bahwa peserta memungkinkan melakukan pelaksanaan untuk seluruhnya maupun untuk sebagian dijadikan medepleger sekalipun perlu ditambah syarat asal apa yang diperbuat itu adalah penting untuk perbuatan delik.

v  Moeljatno, SH, Prof. ; Hukum Pidana Delik-delik Percobaan – Delik-delik Penyertaan, 1983, hal.111. sebagaimana dikutip oleh Ali Boediarto, SH ; Kompilasi Abstrak Hukum Putusan Mahkamah Agung tentang Hukum Pidana, Ikahi, 2000, hal.120-122 : 84.

Ø  Prof.Moeljatno, SH berpendapat ; Setidak-tidaknya mereka semua melakukan unsur perbuatan pidana. Ini tidak berarti bahwa masing-masing harus melakukan, bahkan yang dilakukan peserta tergantung pada masing-masing keadaan. Yang pasti adalah adanya kerja sama yang erat antara mereka ketika melakukan pidana. Kenyataannya, sangat sulit membedakan turut serta dengan pembantuan. Untuk membedakannya, jika turut serta, orang yang turut serta mempunyai kerja sama yang erat dalam melakukan perbuatan pidana. Sedangkan dalam pembantuan, orang yang membantu hanya melakukan peranan yang tidak penting. 

v  P.A.F.Lamintang (Dasar-Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana Yang berlaku di Indonesia), Bandung : Sinar Baru, 1984, hal.588.

Ø  Oleh karena itu di dalam bentuk deelneming ini selalu terdapat seorang pelaku dan seorang atau lebih pelaku yang turut melakukan tindak pidana yng dilakukan oleh pelakunya, maka bentuk deelneming ini juga sering disebut sebagai suatu mededaderschap. Dengan demikian, maka medeplegen itu disamping merupakan bentuk deelneming, maka ia juga merupakan suatu bentuk daderschap.      

1 komentar:

  1. PROMO WOW..... ANAPoker

    + Bonus Extra 10% (New Member)
    + Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
    + Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
    + Bonus 20.000 (ALL Members)
    BERLAKU UNTUK SEMUA GAME PERSEMBAHAN DARI IDNPOKER
    POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10

    BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON

    Semua Hanya bisa didapatkan di ANAPoker
    - Minimal Deposit Yang terjangakau
    - WD tanpa Batas

    Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
    WhatsApp | 0852-2255-5128 |

    BalasHapus