Pasal 285 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal 285 KUHP :
- Barangsiapa,
- dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan,
- memaksa seorang wanitabersetubuh dengan dia,
- di luar perkawinan,
“dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan”
menurut : SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231-81.
Yang
dimaksud dengan kekerasan adalah
setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang atau barang yang
dapat mendatangkan kerugian bagi siterancam atau mengagetkan yang dikerasi.
Mengenai perluasannya, termuat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : “membuat
orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”. Suatu
contoh tentang kekerasan antara lain ialah menarik dan sembari meluncurkan
celana wanita, kemudian wanita tersebut dibanting ke tanah, tangannya dipegang
kuat-kuat, dagunya ditekan lalu dimasukkan kemaluan si-pria tersebut.
Yang
dimaksud dengan ancaman kekerasan
adalah membuat seseorang yang diancam itu ketakutan karena karena ada sesuatu
yang akan merugikan dirinya dengan kekerasan. Ancaman ini dapat berupa
penembakan ke atas, menodongkan senjata tajam, sampai dengan suatu tindakan
yang lebih “sopan”, misalnya dengan suatu seruan dengan mengutarakan
akibat-akibat yang merugikan jika tidak dilaksanakan.
Yang
dimaksud dengan memaksa adalah suatu
tindakan yang memojokkan seseorang hingga tiada pilihan yang lebih wajar
baginya selain daripada mengikuti kehendak dari sipemaksa. Dengan perkataan
lain tanpa tindakan sipemaksa itu siterpaksa tidak akan melakukan atau
melalaikan sesuatu sesuai dengan kehendak sipemaksa. Dalam hal ini tidak
diharuskan bagi siterpaksa untuk mengambil resiko yang sangat merugikannya, misalnya
lebih baik mati atau luka-luka / kesakitan daripada mengikuti kehendak
sipemaksa. Di sini harus dinilai secara kasuistis kewajarannya. Pemaksaan pada
dasarnya dibarengi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dapat juga
pemaksaan dibarengkan dengan ancaman akan membuka rahasia siterpaksa atau
menyingkirkan siterpaksa dan lain sebagainya. Pokoknya akibat dari pemaksaan
itu jika tidak dilakukan adalah sesuatu yang merugikan siterpaksa. Dalam pasal
ini yang ditentukan hanyalah pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Sukar dapat diterima adanya pemaksaan dengan pemberian upah atau hal-hal yang
akan menguntungkan siterpaksa. Dalam hal yang terakhir ini istilahnya adalah
membujuk, menggerakkan, menganjurkan dan lain sebagainya.
Menurut Drs.
P.AF. Lamintang, SH (Delik-Delik Khusus : Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar
Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.110-111.
- Undang-undang
tidak menjelaskan tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan “kekerasan”,
bahkan didalam yurisprudensipun tidak dijumpai adanya sesuatu putusan kasasi
yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk memberikan arti yang setepat-tepatnya
bagi kata “kekerasan” tersebutt.
- Namun
menurut Simons, yang dimaksudkan dengan kekerasan atau geweld itu ialah ‘elke
uitoefening van lichamelijke kracht van niet al te geringe betekenis’, yang
artinya : “setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti’
atau ‘het aanwenden van lichamelijk
kracht van niet al te geringe intensiteit’, yang artinya ‘setiap pemakaian
tenaga badan yang tidak terlalu ringan’.
- Apa
yang dimaksudkan dengan “ancaman kekerasan” itupun, undang-undang ternyata
telah tidak memberikan penjelasannya. Menurut arrest Hoge Raad tanggal 5
Januari 1914 (NJ.1915 hal.1116), mengenai “ancaman kekerasan” tersebut
disyaratkan sebagai berikut :
a)
bahwa ancaman
itu harus diucapkan dalam suatu keadaan yang demikian rupa, hingga dapat
menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu
benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya ;
b)
bahwa maksud
pelaku memang telah ditujukan untuk menimbulkan kesan seperti itu.
Bahwa
dari arrest HR tersebut di atas ternyata belum juga diperoleh penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan ancaman kekerasan, karena arrest tersebut
hanya menjelaskan tentang cara bagaimana ancaman kekerasan itu diucapkan. Namun
menurut hemat saya, “ancaman kekerasan” itu harus diartikan sebagai suatu
“ancaman” yang apabila yang diancam tidak bersedia memenuhi keinginan pelaku
untuk mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku, maka ia akan melakukan sesuatu
yang dapat berakibat merugikan bagi kebebasan, kesehatan atau keselamatan nyawa
orang yang diancam.
“memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia”
HR 5 Nopember 1946
Kejahatan
ini telah terlaksana, seketika pelaku dengan paksaan telah menguasai keadaan,
atau apabila ia dengan berbuat secara tiba-tiba dapat menghindari
perlawanan.
HR 29 Juni 1908
Perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang tidak diperlukan.
HR 26 Januari 1931
Juga
suatu keterangan saksi yang memberi gambaran mengenai kelakuan terdakwa
mengenai bidang seksuil, dapat dipergunakan sebagai sarana bukti.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231.
Yang
dimaksud dengan bersetubuh untuk
penerapan pasal ini ialah memasukkan kemaluan si pria ke kemaluan wanita
sedemikian rupa yang normaliter atau yang dapat mengakibatkan kehamilan. Jika
kemaluan si pria hanya “sekedar nempel” di atas kemaluan si wanita, tidak dapat
dipandang sebagai persetubuhan, melainkan percabulan dalam arti sempit, yang
untuk itu diterapkan pasal 289. Persetubuhan tersebut harus dilakukan oleh
orang yang memaksa tersebut. Jika ada orang lain (pria atau wanita) yang turut
memaksa, maka mereka ini adalah peserta petindak (mededader).
R.Soesilo
(KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal), Politea Bogor,
Tahun 1996. Hal.211-209.
Seorang
perempuan yang dipaksa demikian rupa, sehingga akhirnya tak dapat melawan lagi
dan terpaksa mau melakukan
persetubuhan itu, masuk pula dalam pasal ini.
Yang
dimaksud dengan “persetubuhan” ialah peraduan antara anggauta kemaluan
laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi
anggauta laki-laki harus masuk kedalam anggauta perempuan, sehingga
mengeluarkan air mani, sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Februari 1912 (W.9292).
HR 5 Februari 1912
Ketentuan
ini tidak mensyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan dilakukan di luar perkawinan.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231.
Yang
dimaksud dengan di luar perkawinan,
harus diperhatikan ketentuan UU No.1/1974 tentang Perkawinan dan peraturan
pelaksanaannya (PP No.9/1973). Jadi “kawin gantung” yang dikenal sebagai salah
satu bentuk perkawinan adat, tidak termasuk pengertian di dalam perkawinan.
Dengan perkataan lain, dalam rangka penerapan pasal ini tetap dipandang sebagai
di luar perkawinan.
Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 289 KUHP :
- Barangsiapa,
- dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan,
- memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
- “dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan”
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231-81.
Yang
dimaksud dengan kekerasan adalah
setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang atau barang yang
dapat mendatangkan kerugian bagi siterancam atau mengagetkan yang dikerasi.
Mengenai perluasannya, termuat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : “membuat
orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”. Suatu
contoh tentang kekerasan antara lain ialah menarik dan sembari meluncurkan
celana wanita, kemudian wanita tersebut dibanting ke tanah, tangannya dipegang
kuat-kuat, dagunya ditekan lalu dimasukkan kemaluan si-pria tersebut.
Yang
dimaksud dengan ancaman kekerasan
adalah membuat seseorang yang diancam itu ketakutan karena karena ada sesuatu
yang akan merugikan dirinya dengan kekerasan. Ancaman ini dapat berupa
penembakan ke atas, menodongkan senjata tajam, sampai dengan suatu tindakan
yang lebih “sopan”, misalnya dengan suatu seruan dengan mengutarakan
akibat-akibat yang merugikan jika tidak dilaksanakan.
Yang
dimaksud dengan memaksa adalah suatu
tindakan yang memojokkan seseorang hingga tiada pilihan yang lebih wajar
baginya selain daripada mengikuti kehendak dari sipemaksa. Dengan perkataan
lain tanpa tindakan sipemaksa itu siterpaksa tidak akan melakukan atau
melalaikan sesuatu sesuai dengan kehendak sipemaksa. Dalam hal ini tidak
diharuskan bagi siterpaksa untuk mengambil resiko yang sangat merugikannya,
misalnya lebih baik mati atau luka-luka / kesakitan daripada mengikuti kehendak
sipemaksa. Di sini harus dinilai secara kasuistis kewajarannya. Pemaksaan pada
dasarnya dibarengi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dapat juga
pemaksaan dibarengkan dengan ancaman akan membuka rahasia siterpaksa atau
menyingkirkan siterpaksa dan lain sebagainya. Pokoknya akibat dari pemaksaan
itu jika tidak dilakukan adalah sesuatu yang merugikan siterpaksa. Dalam pasal
ini yang ditentukan hanyalah pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Sukar dapat diterima adanya pemaksaan dengan pemberian upah atau hal-hal yang
akan menguntungkan siterpaksa. Dalam hal yang terakhir ini istilahnya adalah
membujuk, menggerakkan, menganjurkan dan lain sebagainya.
“memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”
HR 5 Nopember 1946
Kejahatan
ini telah terlaksana, seketika pelaku dengan paksaan telah menguasai keadaan,
atau apabila ia dengan berbuat secara tiba-tiba dapat menghindari perlawanan.
HR 29 Juni 1908
Perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang tidak diperlukan.
HR 26 Januari 1931
Juga
suatu keterangan saksi yang memberi gambaran mengenai kelakuan terdakwa
mengenai bidang seksuil, dapat dipergunakan sebagai sarana bukti.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.545.
Apa yang dimaksud dengan percabulan, didalam KUHP tidak dirumuskan. Untuk penjelasan pasal
289 disebutkan bahwa dalam pengertian percabulan pada umumnya termasuk juga
persetubuhan. Kiranya hal ini dihubungkan dengan kesulitan pembuktian untuk
persetubuhan, dimana terdapat perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa masukknya alat kelamin
pria itu sampai keluar spermanya pada dasarnya (normaliter) dapat
membuahi/menghamili wanita tersebut. Sementara pendapat lain ialah bahwa
pokoknya alat kelamin itu dimasukkan dan apakah sperma itu sampai ke sasarannya
atau kemudioan dibuang oleh pria itu tidak menjadi ukuran. Tetapi bagaimanapun
juga, perbuatan mencari kenikmatan dengan menggunakan/melalui alat kelamin oleh
dua orang (atau lebih) adalah perbuatan percabulan.
Karenanya, jika sulit membuktikan telah terjadi suatu persetubuhan sebaiknya
“disubsidairkan” cara pendakwaannya. Dalam pengertian percabulan ini termasuk
jua perbuatan-perbuatan lainnya dimana hanya sefihak yang menggunaka/digunakan
alat kelaminnya, dan bahkan juga memegang-megang tempat tertentu yang
menimbulkan nafsu birahi.
Percabulan dapat terjadi antara seorang pria dan
seorang wanita, antara sesama pria atau antara sesama wanita (lesbian). Karena
itu pelaku dari delik ini bisa seseorang dan bisa juga seseorang wanita.
R.Soesilo
(KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal), Politea Bogor,
Tahun 1996. Hal.212.
Yang
dimaksudkan dengan “perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar
kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan
nafsu berahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan,
meraba-raba buah dada, dsb-nya.
Yang
dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk melakukan perbuatan
cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada dirinya
perbuatan cabul.
PENAFSIRAN UNSUR-UNSUR PASAL TINDAK PIDANA dalam KUHP
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Pasal 285 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Þ
Pasal 285 KUHP :
- Barangsiapa,
- dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan,
- memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia,
- di luar perkawinan,
“dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan”
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231-81.
Yang
dimaksud dengan kekerasan adalah
setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang atau barang yang
dapat mendatangkan kerugian bagi siterancam atau mengagetkan yang dikerasi.
Mengenai perluasannya, termuat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : “membuat
orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”. Suatu
contoh tentang kekerasan antara lain ialah menarik dan sembari meluncurkan
celana wanita, kemudian wanita tersebut dibanting ke tanah, tangannya dipegang
kuat-kuat, dagunya ditekan lalu dimasukkan kemaluan si-pria tersebut.
Yang
dimaksud dengan ancaman kekerasan
adalah membuat seseorang yang diancam itu ketakutan karena karena ada sesuatu
yang akan merugikan dirinya dengan kekerasan. Ancaman ini dapat berupa
penembakan ke atas, menodongkan senjata tajam, sampai dengan suatu tindakan
yang lebih “sopan”, misalnya dengan suatu seruan dengan mengutarakan
akibat-akibat yang merugikan jika tidak dilaksanakan.
Yang
dimaksud dengan memaksa adalah suatu
tindakan yang memojokkan seseorang hingga tiada pilihan yang lebih wajar
baginya selain daripada mengikuti kehendak dari sipemaksa. Dengan perkataan
lain tanpa tindakan sipemaksa itu siterpaksa tidak akan melakukan atau
melalaikan sesuatu sesuai dengan kehendak sipemaksa. Dalam hal ini tidak
diharuskan bagi siterpaksa untuk mengambil resiko yang sangat merugikannya, misalnya
lebih baik mati atau luka-luka / kesakitan daripada mengikuti kehendak
sipemaksa. Di sini harus dinilai secara kasuistis kewajarannya. Pemaksaan pada
dasarnya dibarengi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dapat juga
pemaksaan dibarengkan dengan ancaman akan membuka rahasia siterpaksa atau
menyingkirkan siterpaksa dan lain sebagainya. Pokoknya akibat dari pemaksaan
itu jika tidak dilakukan adalah sesuatu yang merugikan siterpaksa. Dalam pasal
ini yang ditentukan hanyalah pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Sukar dapat diterima adanya pemaksaan dengan pemberian upah atau hal-hal yang
akan menguntungkan siterpaksa. Dalam hal yang terakhir ini istilahnya adalah
membujuk, menggerakkan, menganjurkan dan lain sebagainya.
Drs.
P.AF. Lamintang, SH (Delik-Delik Khusus : Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar
Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.110-111.
Undang-undang
tidak menjelaskan tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan “kekerasan”,
bahkan didalam yurisprudensipun tidak dijumpai adanya sesuatu putusan kasasi
yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk memberikan arti yang setepat-tepatnya
bagi kata “kekerasan” tersebut.
Namun
menurut Simons, yang dimaksudkan dengan kekerasan atau geweld itu ialah ‘elke
uitoefening van lichamelijke kracht van niet al te geringe betekenis’, yang
artinya : “setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti’
atau ‘het aanwenden van lichamelijk
kracht van niet al te geringe intensiteit’, yang artinya ‘setiap pemakaian
tenaga badan yang tidak terlalu ringan’.
Apa
yang dimaksudkan dengan “ancaman kekerasan” itupun, undang-undang ternyata
telah tidak memberikan penjelasannya. Menurut arrest Hoge Raad tanggal 5
Januari 1914 (NJ.1915 hal.1116), mengenai “ancaman kekerasan” tersebut
disyaratkan sebagai berikut :
a)
bahwa ancaman
itu harus diucapkan dalam suatu keadaan yang demikian rupa, hingga dapat
menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu
benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya ;
b)
bahwa maksud
pelaku memang telah ditujukan untuk menimbulkan kesan seperti itu.
Bahwa
dari arrest HR tersebut di atas ternyata belum juga diperoleh penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan ancaman kekerasan, karena arrest tersebut
hanya menjelaskan tentang cara bagaimana ancaman kekerasan itu diucapkan. Namun
menurut hemat saya, “ancaman kekerasan” itu harus diartikan sebagai suatu
“ancaman” yang apabila yang diancam tidak bersedia memenuhi keinginan pelaku
untuk mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku, maka ia akan melakukan sesuatu
yang dapat berakibat merugikan bagi kebebasan, kesehatan atau keselamatan nyawa
orang yang diancam.
“memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia”
HR 5 Nopember 1946
Kejahatan
ini telah terlaksana, seketika pelaku dengan paksaan telah menguasai keadaan,
atau apabila ia dengan berbuat secara tiba-tiba dapat menghindari
perlawanan.
HR 29 Juni 1908
Perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang tidak diperlukan.
HR 26 Januari 1931
Juga
suatu keterangan saksi yang memberi gambaran mengenai kelakuan terdakwa
mengenai bidang seksuil, dapat dipergunakan sebagai sarana bukti.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231.
Yang
dimaksud dengan bersetubuh untuk
penerapan pasal ini ialah memasukkan kemaluan si pria ke kemaluan wanita
sedemikian rupa yang normaliter atau yang dapat mengakibatkan kehamilan. Jika
kemaluan si pria hanya “sekedar nempel” di atas kemaluan si wanita, tidak dapat
dipandang sebagai persetubuhan, melainkan percabulan dalam arti sempit, yang
untuk itu diterapkan pasal 289. Persetubuhan tersebut harus dilakukan oleh
orang yang memaksa tersebut. Jika ada orang lain (pria atau wanita) yang turut
memaksa, maka mereka ini adalah peserta petindak (mededader).
Yang
dimaksud dengan wanita di sini, bukan
hanya sesudah dewasa tetapi juga termasuk yang belum dewasa.
R.Soesilo
(KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal), Politea Bogor,
Tahun 1996. Hal.211-209.
Seorang
perempuan yang dipaksa demikian rupa, sehingga akhirnya tak dapat melawan lagi
dan terpaksa mau melakukan
persetubuhan itu, masuk pula dalam pasal ini.
Yang
dimaksud dengan “persetubuhan” ialah peraduan antara anggauta kemaluan
laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi
anggauta laki-laki harus masuk kedalam anggauta perempuan, sehingga
mengeluarkan air mani, sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Februari 1912 (W.9292).
“di luar perkawinan”
HR 5 Februari 1912
Ketentuan
ini tidak mensyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan dilakukan di luar perkawinan.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231.
Yang
dimaksud dengan di luar perkawinan,
harus diperhatikan ketentuan UU No.1/1974 tentang Perkawinan dan peraturan
pelaksanaannya (PP No.9/1973). Jadi “kawin gantung” yang dikenal sebagai salah
satu bentuk perkawinan adat, tidak termasuk pengertian di dalam perkawinan.
Dengan perkataan lain, dalam rangka penerapan pasal ini tetap dipandang sebagai
di luar perkawinan.
Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 289 KUHP :
- Barangsiapa,
- dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan,
- memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
“dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan”
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.231-81.
Yang
dimaksud dengan kekerasan adalah
setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang atau barang yang
dapat mendatangkan kerugian bagi siterancam atau mengagetkan yang dikerasi.
Mengenai perluasannya, termuat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : “membuat
orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”. Suatu
contoh tentang kekerasan antara lain ialah menarik dan sembari meluncurkan
celana wanita, kemudian wanita tersebut dibanting ke tanah, tangannya dipegang
kuat-kuat, dagunya ditekan lalu dimasukkan kemaluan si-pria tersebut.
Yang
dimaksud dengan ancaman kekerasan
adalah membuat seseorang yang diancam itu ketakutan karena karena ada sesuatu
yang akan merugikan dirinya dengan kekerasan. Ancaman ini dapat berupa
penembakan ke atas, menodongkan senjata tajam, sampai dengan suatu tindakan
yang lebih “sopan”, misalnya dengan suatu seruan dengan mengutarakan
akibat-akibat yang merugikan jika tidak dilaksanakan.
Yang
dimaksud dengan memaksa adalah suatu
tindakan yang memojokkan seseorang hingga tiada pilihan yang lebih wajar
baginya selain daripada mengikuti kehendak dari sipemaksa. Dengan perkataan
lain tanpa tindakan sipemaksa itu siterpaksa tidak akan melakukan atau
melalaikan sesuatu sesuai dengan kehendak sipemaksa. Dalam hal ini tidak
diharuskan bagi siterpaksa untuk mengambil resiko yang sangat merugikannya,
misalnya lebih baik mati atau luka-luka / kesakitan daripada mengikuti kehendak
sipemaksa. Di sini harus dinilai secara kasuistis kewajarannya. Pemaksaan pada
dasarnya dibarengi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dapat juga
pemaksaan dibarengkan dengan ancaman akan membuka rahasia siterpaksa atau
menyingkirkan siterpaksa dan lain sebagainya. Pokoknya akibat dari pemaksaan
itu jika tidak dilakukan adalah sesuatu yang merugikan siterpaksa. Dalam pasal
ini yang ditentukan hanyalah pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Sukar dapat diterima adanya pemaksaan dengan pemberian upah atau hal-hal yang
akan menguntungkan siterpaksa. Dalam hal yang terakhir ini istilahnya adalah
membujuk, menggerakkan, menganjurkan dan lain sebagainya.
“memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”
HR 5 Nopember 1946
Kejahatan
ini telah terlaksana, seketika pelaku dengan paksaan telah menguasai keadaan,
atau apabila ia dengan berbuat secara tiba-tiba dapat menghindari perlawanan.
HR 29 Juni 1908
Perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang tidak diperlukan.
HR 26 Januari 1931
Juga
suatu keterangan saksi yang memberi gambaran mengenai kelakuan terdakwa
mengenai bidang seksuil, dapat dipergunakan sebagai sarana bukti.
SR.
Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989,
Hal.545.
Apa yang dimaksud dengan percabulan, didalam KUHP tidak dirumuskan. Untuk penjelasan pasal
289 disebutkan bahwa dalam pengertian percabulan pada umumnya termasuk juga
persetubuhan. Kiranya hal ini dihubungkan dengan kesulitan pembuktian untuk
persetubuhan, dimana terdapat perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa masukknya alat kelamin
pria itu sampai keluar spermanya pada dasarnya (normaliter) dapat
membuahi/menghamili wanita tersebut. Sementara pendapat lain ialah bahwa
pokoknya alat kelamin itu dimasukkan dan apakah sperma itu sampai ke sasarannya
atau kemudioan dibuang oleh pria itu tidak menjadi ukuran. Tetapi bagaimanapun
juga, perbuatan mencari kenikmatan dengan menggunakan/melalui alat kelamin oleh
dua orang (atau lebih) adalah perbuatan percabulan.
Karenanya, jika sulit membuktikan telah terjadi suatu persetubuhan sebaiknya
“disubsidairkan” cara pendakwaannya. Dalam pengertian percabulan ini termasuk
jua perbuatan-perbuatan lainnya dimana hanya sefihak yang menggunaka/digunakan
alat kelaminnya, dan bahkan juga memegang-megang tempat tertentu yang
menimbulkan nafsu birahi.
Percabulan dapat terjadi antara seorang pria dan
seorang wanita, antara sesama pria atau antara sesama wanita (lesbian). Karena
itu pelaku dari delik ini bisa seseorang dan bisa juga seseorang wanita.
R.Soesilo
(KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal), Politea Bogor,
Tahun 1996. Hal.212.
Yang
dimaksudkan dengan “perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar
kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan
nafsu berahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan,
meraba-raba buah dada, dsb-nya.
Yang
dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk melakukan perbuatan
cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada dirinya
perbuatan cabul.
ad no wa ny gak lae.. saya ad yg mu di tanyakan ..
BalasHapusSip sip
BalasHapusJika pelaku tidak mengakui perbuatan nya dalam penyidikan polisi,tetapi bukti dna nya terbukti. Apkah proses hukum akan membuat pelaku bebas dari tu duhan
BalasHapus