Senin, 25 Agustus 2014

Penjelasan Perbuatan Persiapan vs Perbuatan Pelaksanaan



perbuatan persiapan
(voorbereidingshandeling)

&

perbuatan pelaksanaan
(uitvoeringshandeling)


v  A. Ridwan Halim, SH ; Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, cet.ke-2, 1983, hal.97-98

Ø  Bahwa untuk menentukan perbuatan manakah yang dapat dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan suatu percobaan kejahatan, dalam hal ini ada 2 (dua) ajaran yang dapat dijadikan pedoman, yakni :  

1.   Ajaran Percobaan Subjektif / Teori Poging Subjektif, yang dipelopori oleh Van Hamel

ü  Harus dilihat apakah perbuatan seseorang itu sejalan dengan dengan niatnya atau tidak. Kalau perbuatan itu sejalan dengan niat atau kehendaknya, maka perbuatan inilah yang dimaksud dengan perbuatan pelaksanaan suatu percobaan. 
Contoh :   A ingin mencuri sepeda di toko B. Menurut ajaran ini, berangkatnya A ke toko B saja sudah dapat dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan niat jahatnya. 

2.   Ajaran Percobaan Objektif / Teori Poging Objektif, yang dipelopori oleh Van Hamel

ü  Harus dilihat apakah perbuatan seseorang itu mengakibatkan hl yang dilarang oleh undang-undang atau tidak. Kalau sudah mengakibatkan hal yang dilarang undang-undang, maka perbuatan tersebut barulah dapat dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan.
Contoh :   A ingin mencuri sepeda di Toko B yang sedang tutup. Menurut ajaran ini, berangkatnya A ke toko B, belum menyebabkan timbulnya akibat yang dilarang undang-undang, sehingga hal ini belum dapt dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan. Yang baru dapat dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan ialah perbuatan B sesaat ia mulai merusak pintu atau jendela toko itu untuk mencari jalan masuk ke dalam.

ü  Pada delik formil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai perbuatan yang disebut dalam rumusan delik.
Contoh :   A bermaksud melakukan pencurian di rumah B. Untuk melaksanakan maksudnya itu, A telah mempersiapkan segala sesuatu peralatan untuk untuk mencuri, kemudian pada malam hari ia mendatangi rumah B. Sesampai di rumah B, ia mematikan lampu teras, melepaskan kaca jendela dan baru saja A masuk rumah lewat jendela itu ia tertangkap.

ü  Pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai/dilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-undang tanpa memerlukan perbuatan lain.
Contoh :   A bermaksud membunuh B dengan meledakkan mobil yang dikendarainya dengan dinamit disuatu tempat yang dilalaui B. A telah mempersiapkan dinamit dan segala peralatan yang diperlukan dengan rapi dan menunggu disamping schakelar sampai B lewat di tempat itu. Apabil pada saat menunggu itu, gerak-gerik A dicurigai dan akhirnya ditangkap, maka menurut Simons (Aliran Obyektif), perbuatan A belum merupakan perbuatan pelaksanaan tetapi baru perbuatan persiapan, karena untuk meledakkan dinamit itu masih diperlukan perbuatan lain yaitu mengontakkan/menekan schakelarnya.

Ø  Bahwa untuk memilih ajaran manakah diantara kedua ajaran tersebut di atas yang sebaiknya diterapkan dalam pemecahan suatu kasus, pada garis besarnya dapat digunakan pedoman sebagai berikut :

§  Kalau delik yang ada pada kasus itu adalah delik formil (delik yang perbuatannya dilarang oleh undang-undang), maka sebaiknya pakailah Ajaran Percobaan Objektif / Teori Poging Objektif.

§  Kalau delik yang ada pada kasus itu adalah delik materiil (delik yang akibatnya dilarang oleh undang-undang), maka sebaiknya dipakai Ajaran Percobaan Subjektif / Teori Poging Subjektif.

v  Prof. Moeljatno, SH ; Hukum Pidana Delik-delik Percobaan Delik-delik Penyertaan, Bina Aksara, November 1983, hal.27 dst-nya

Ø …….. maka dalam menentukan adanya permulaan/perbuatan pelaksanaan dalam delik percobaan, ada 2 faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
1.  sifat atau inti dari delik percobaan, dan
2.  sifat atau inti dari delik pada umumnya.

Ø  Mengingat kedua faktor tersebut, maka perbuatan pelaksanaan harus memenuhi 3 syarat, yaitu :

1.  secara obyektif, bahwa apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada delik /kejahatan yang dituju ; atau dengan kata lain, harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik tersebut ;

2.  secara subektif, dipandang dari sudut niat, harus tidak ada keraguan lagi bahwa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu ditujukan atau diarahkan pada delik/kejahatan yang tertentu tadi ;

3.  bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum.

Ø  Dengan demikian, dikatakan ada perbuatan pelaksanaan apabila seseorang telah melakukan perbuatan : 

1.  yang secara obyektif mendekatkan pada suatu kejahatan tertentu ;

2.  yang secara subyektif tidak ada keragu-raguan lagi delik/kejahatan mana yang diniatkan atau dituju ; dan

3.  perbuatan itu sendiri bersifat melawan hukum.

Ø  Untuk menentukan apakah perbuatannya itu bersifat melawan hukum, maka segi subyektif dan segi obyektif bersama-sama mempunyai pengaruh timbal balik menurut keadaan tiap-tiap perkara. Adakalanya perbuatan lahir yang sepintas lalu merupakan perbuatan pelaksanaan dari suatu kejahatan, tetapi karena jelas tak adanya niat untuk melakukan kejahatan itu, harus tidak dikualifisir sebagai demikian (maksudnya, tidak dikualifisir sebagai perbuatan yang melawan hukum).

Misal   :    Orang yang mengangkut sepeda terkunci orang lain dari tempat penyimpanan sepeda, tidak melakukan percobaan untuk mencuri, kalau ternyata bahwa maksudnya mengangkat sepeda itu adalah supaya memberi ruang untuk menarik sepedanya sendiri.

Sebaliknya, adakalanya juga bahwa perbuatan lahir yang tampaknya tidak jahat sama sekali, tetapi kaena jelas didorong oleh niat untuk melakukan kejahatan maka harus ditentukan sebagai demikian (yaitu melawan hukum).

Misal   :    Orang yng diwaktu malam mematikan lampu yang masih menyala dimuka toko, sepints lalu perbuatan ini tidak merupakan perbuatan jahat, tetapi kalau kemudian ternyata bahwa setelah digeledah dia membawa kikir, alat pemotong kaca dan lain-lain alat, sedangkan diketahui pula bahwa dia sudah menjadi langganan hotel prodeo, maka pemadaman lampu tadi merupakan percobaan yang khusus, karena dengan perbuatan itu ia telah mulai melaksanakan maksudnya untuk masuk kedalam toko dengan cara merusak.

v  R. Soesilo ; Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Politea Bogor, 1984, hal.69-70.

Ø  Bahwa letak batas antara perbuatan persiapan dan perbuatan pelaksanaan dari peristiwa pidana itu susah untuk dikatakan dengan begitu saja. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa perbuatan itu sudah boleh dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan, apabila orang telah mulai melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa pidana, jika orang belum memulai dengan melakukan suatu anasir atau elemen ini, maka perbuatannya itu masih harus dipandang sebagai perbuatan persiapan.

Ø  Suatu anasir dari delik pencurian ialah “mengambil”, jika pencuri sudah mengacungkan tangannya kepada barang yang akan diambil, itu berarti bahwa ia telah mulai melakukan anasir “mengambil” tersebut. Dalam hal pencurian dengan pemberatan (pasal 363), misalnya dengan membongkar, memecah, memanjat, dsb-nya, maka jika orang telah mulai dengan mengerjakan pembongkaran, pemecahan, pemanjatan, dan sebagainya itu, perbuatannya sudah boleh dipandang sebagai perbuatan pelaksanaan, meskipun ia belum mulai mengacungkan tangannya pada barang yang hendak diambil. Bagi tiap-tiap peristiwa dan tiap-tiap macam kejahatan harus ditinjau sendiri. Inilah kewajiban Hakim. 

Ø  Ambil contoh saja misalnya kejahatan pembunuhan dengan memakai pisau belati. Dimanakah letak btas persiapan atau pelaksanaannya ? Jika orang telah berniat akan membunuh, ia telah mengambil pisau belati dari rumahnya dan dengan pisau itu berjalan menuju rumah orang yng akan dibunuh, sampai dimuka rumah ketahuan dan ditangkap polisi. Sudahkah ia mulai melakukan perbuatan pelaksanaan pada pembunuhan ? Belum, itu persiapan saja. Ia baru dapat dikatakan telah memulai dengan perbuatan pelaksanaan, bila ia telah menyerang dengan belati itu pada orang yang akan dibunuhnya. 

Ø  Dalam hal pembunuhan yang dilakukan dengan minum racun misalnya, penjahat yang untuk itu membeli racunnya, mencampur racun itu dengan kopi yang akan disajikan pada orang yang akan dibunuhnya itu semuanya masih merupakan persiapan-persiapan saja, belum mulai dengan pelaksanaannya. Akan tetapi jika cangkir yang berisi kopi beracun itu telah disajikan ditempat dimana calon korban itu biasanya minum kopi, maka perbuatan itu telah boleh dipandang sebagai perbuatan pelaksanaan pembunuhan. 

v  HR 19 Maret 1934, sebagaimana dikutip oleh R. Soesilo (dalam bukunya : Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Politea Bogor, 1984, hal.70).

Ø  Seorang akan membakar rumah. Ia telah membuat rumah itu siap untuk dibakar dengan jalan memasang uceng-uceng dalam rumah itu yang disambung dengan sebuah pistol gas dan kepada penarik pistol ini diikatkan sebuag tali., sehingga dari luar rumah itu ia tinggal menarik tali tersebut dan rumah akan terbakar. Dalam keadaan demikian rumah itu ia tinggalkan untuk menunggu saat, akan tetapi sementara itu perbuatannya tersebut ketahuan dan ia ditangkap  serta dituntut melakukan percobaan membakar rumah, akan tetapi oleh Pengadilan tidak dihukum, karena segala perbuatannya itu dipandang masih merupakan persiapan saja, belum mulai dengan pelaksanaan.

v  HR 29 Mei 1951, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.48).

Ø  Tersangka telah berniat untuk membuat seorang pingsan dan kemudian membunuhnya dengan peraunan gas. Sudah ada permulaan pelaksanaan melakukan kejahatan pembunuhan ketika ia memasuki rumah dan kamar tidur orang lain itu, dan kemudian memukulnya dengan sebuah martil yang dibawanya. Pembunuhan yang direncanakan terdiri dari dua tahap, melakukan permulaan dari tahap pertama merupakan permulaan pelaksanaan niatnya.

v  HR 13 Juli 1928, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.48).

Ø  Suatu perbuatan persiapan yang tidak dapat dihukum dilakukan oleh mereka yang dengan maksud untuk melaksanakan suatu pencurian menuju kesebuah rumah dan tidur dalam kamar tidur itu.

v  HR 28 April 1890, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.48).

Ø  Suatu perbuatan persiapan yang tidak dapat dihukum dilakukan oleh mereka yang dengan maksud untuk melakukan penggelapan, berunding mengenai penjualan barang itu dan menerimanya untuk dijual.

v  HR 12 Juli 1950, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.48).

Ø  Suatu perbuatan persiapan yang tidak dapat dihukum dilakukan oleh mereka yang dengan pelaksanaan suatu pembunuhan yang diniatkan hanya sampai pada persiapan karena si korban tidak ada di rumah.

v  HR 19 November 1917, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.49).

Ø  Termasuk pelaksanaan perbuatan yang dapat dihukum adalah mengikat seekor sapi pada sebuah pohon dekat tapal batas.

v  HR 26 Maret 1917, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.49).

Ø  Termasuk pelaksanaan perbuatan yang dapat dihukum adalah bergerak ke tapal batas bersama dengan barang-barang yang dilarang untuk dibawa ke luar.

v  HR 14 Maret 1921, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.49).

Ø  Termasuk pelaksanaan perbuatan yang dapat dihukum adalah melepaskan baju seorang gadis dan meraba-raba kegadisannya dengan maksud hendak memperkosanya.

v  HR 27 Maret 1939, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.49).

Ø  Termasuk pelaksanaan perbuatan yang dapat dihukum adalah memberikan keterangan yang berada dalam hubungan yang sedemikian langsungnya dengan maksud penipuan, sehingga keterangan-keterangan itu membantu pelaksanaannya.

v  HR 17 Juni 1889, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.49).

Ø  Tidak terjadi suatu percobaan sumpah palsu, apabila saksi menrik kembali kesaksiannya secara sukarela, sebelum pemeriksaan selesai meskipun ia berbuat demikian karena ia dituntut memberi sumpah palsu.

v  HR 12 Januari 1891, sebagaimana dikutip oleh R. Soenarto Soerodibroto, SH (dalam bukunya : KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Ahung dan Hoge Raad, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, Oktober 2004, hal.49).

Ø  Perbuatanperbuatan kekerasan yang perlu dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan suatu kejahatan dan hanya dengan tujuan itu dilakukan, merupakan permulaan pelaksanaan kejahatan. Penggedoran dan pengrusakan, atau membuka kunci palsu dan naik keatas, merupakan permulaan pencurian yang dikualifisir. 

1 komentar:

  1. PROMO WOW..... ANAPoker

    + Bonus Extra 10% (New Member)
    + Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
    + Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
    + Bonus 20.000 (ALL Members)
    BERLAKU UNTUK SEMUA GAME PERSEMBAHAN DARI IDNPOKER
    POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10

    BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON

    Semua Hanya bisa didapatkan di ANAPoker
    - Minimal Deposit Yang terjangakau
    - WD tanpa Batas

    Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
    WhatsApp | 0852-2255-5128 |

    BalasHapus