Senin, 25 Agustus 2014

Memahami Korupsi di Indonesia

               Terminologi korupsi yang berasal dari kata latin corruptio atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere suatu kata latin yang lebih tua.  bahasa di Eropa seperti bahasa Inggris corruption, corrupt, bahasa Perancis dengan kata corruption, dan bahasa Belanda menggunakan kata corruptie yang selanjutnya menjadi korupsi dalam bahasa Indonesia. Sedangkan di negara jiran Malaysia ditemukan istilah resuah yang berasal dari bahasa Arab (riswah) yang artinya sama dengan korupsi dalam bahasa Indonesia.

Korupsi pada hakekatnya ibarat kanker yang mengancam proses pembangunan dengan berbagai akibat antara lain budget negara yang sumbernya sudah langka menjauh dari pembangunan; ia menghambat investasi karena meningkatkan berbagai resiko bagi investor yang berasal dari dalam maupun luar negeri karena pelaku bisnis bekerja dan berurusan dalam lingkungan masyarakat yang korup dengan banyak waktu terbuang dan menggunakan uang dalam proses investasi khususnya saat berhubungan dengan aparatur pemerintah yang berwenang  dalam hal itu.
Baru-baru ini World Bank telah melakukan jajak pendapat pada 40 Negara yang penduduknya miskin menemukan bahwa korupsi telah mengakibatkan rasa kesal dan frustrasi karena akibat adanya korupsi pada segi-segi pelayanan masyarakat mengenai jaminan kesehatan, pendidikan, dan tersedianya makanan yang cukup menjadi terabaikan, tambahan pula orang-orang miskin juga mengeluh karena keadilan tidak lagi berpihak kepada mereka, tetapi semua aparat penegak hukum telah dikendalikan oleh sistem yang bernuansa korupsi.
Berkaitan dengan transaksi bisnis internasional bentuk korupsi yang sering terjadi adalah penyuapan (bribery) yang  dilakukan orang asing terhadap pejabat suatu negara dimana kegiatan bisnis itu dilakukan yang sering dikatakan sebagai “bribery of foreign public officials”.
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, The Organization  Economic Cooperation and Development (OECD) yang beranggotakan 38 negara pada tanggal 21 November 1997 meluncurkan The OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in Internasional Bussines Transactions (OECD Bribery Convention) dan telah diterapkan sejak 15 Pebruari 1999 dimana telah disetujui menghukum perusahaan dan individu yang terlibat dalam penyuapan (bribery transaction).
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption yang berlaku efektif pada 29 September 2003 menegaskan antara lain bahwa Negara-negara peserta Konvensi prihatin atas keseriusan masalah ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan supremasi hukum. [2]
Jika dilihat dari segi kepentingan nasional jelas sekali bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan amanah Undang-undang Dasar 1945 yaitu masyarakat adil dan makmur.
Berbagai produk Undang-undang mengenai pemberantasan korupsi telah diterapkan di indonesia, dimulai dari Undang-undang No. 24 tahun 1960 yang merupakan pengganti Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat (Peperpu) No. Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958. Kemudian lahirlah Undang-undang No.3 tahun 1971 Pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi mengganti Undang-undang No.24 tahun 1960 selanjutnya pada  tahun 1999 lahir pula produk hukum baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Undang-Undang  No.31 tahun 1999 yang kemudian dirubah dan disempurnakan dengan Undang –undang No. 20 tahun 2001. Sesuai ketentuan Pasal 43 Undang-undang No. 31 tahun 1999 menegaskan perlunya dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan wewenangnya dalam melakukan pemberantasan tindak piadana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 30 tahun 2002.
Disamping itu pemerintah telah pernah membentuk dua Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu Komisi Empat yang terdiri dari Wilopo, SH, I.J.Kasimo, Prof.Ir.Johannes, Anwar Tjokroaminoto dengan tugas pokok meneliti dan menilai kebijaksanaan dalam pemberantasan korupsi serta memberikan pertimbangan kepada pemerintah; sedangkan    Komisi Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGTPK) yang diketuai oleh Andi Andoyo SH, bertugas melakukan penyidikan perkara korupsi yang sulit pembuktiannya. Saat ini sedang berperan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tim  Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(TAS TIPIKOR) demikian juga banyak para koruptor yang dituntut di pengadilan, namun indikasi korupsi yang terjadi tetap tinggi bahkan menempati kelompok tertinggi di Asia.
Penanganan masalah korupsi di Indonesia telah menimbulkan dilematik sosial karena akibat manajemen korupsi dalam birokrasi pemerintahan dan swasta menyebabkan korupsi itu telah membudaya; sedangkan pada sisi lain proses penegakan hukum  dalam memberantas korupsi yang dilakukan oleh pemerintah amat lamban, dan kalaupun bisa sampai kepengadilan lebih banyak mengecewakan masyarakat.
Adalah menjadi tanggung jawab bersama untuk mencari pemecahan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan guna mengatasi dilematik yang menimpa masyarakat dalam memberantas korupsi saat ini.

               MENGETAHUI DAN MENGOTOPSI PERKARA KORUPSI

Untuk mengetahui dan mengotopsi adanya tindak pidana korupsi yang digunakan sebagai pisau bedah pada umumnya ialah:
1.          Unsur/elemen, yang terdapat dalam rumusan Pasal-pasal dari Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
            Perbuatan Melawan Hukum
            Menyalahgunakan Wewenang/Sarana yang ada padanya/Kedudukan
            Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Korporasi
            Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.
2.          Modus Operandi Korupsi
            Pemalsuan Dokumen, dilakukan dengan cara membuat surat palsu, berita acara palsu. Dalam dunia perbankan sering terjadi dengan membuat surat-surat palsu yang berkaitan dengan agunan kredit yang sering disebut dengan “mark up”, atau dokumen ekspor fikftif.   
            Pemalsuan kwitansi
            Menggelapkan uang atau barang milik Negara,misalnya kolusi antara pegawai pajak dengan wajib pajak. Kekurangan pembayaran pajak karena kesalahan atau ketidak tahuan wajib pajak yang seharusnya masuk Negara tetapi kekuarangan pembayaran tersebut masuk kantong pemeriksa pajak.
            Penyuapan atau penyogokan, biasanya terjadi antara seseorang yang memberikan hadiah kepada seorang pegawai negeri dengan maksud agar pegawai pegawai negeri itu berbuat atau mengalpakan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
            Gratifikasi, setiap pemberian dalam arti luas yang nilainya Rp.10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) kepada pegawai negeri, yang berhubungan dengan jabatannya.

                     BEBERAPA FAKTA PERBUATAN KORUPSI YANG WAJIB DIHINDARI 

       Dalam mencermati perkara korupsi yang terjadi di Indonesia dapat ditemukan fakta perbuatan korupsi berbagai variasi tetapi pada umumnya sebagaian besar berkisar pada:
1.      Pembuatan Berita Acara Kemajuan Pekerjaan Pemborongan Proyek yang direkayasa.
Hal ini bisa terjadi karena konspirasi antara penanggung jawab proyek/pimpinan proyek dengan pemborong guna pencairan uang proyek mka dibuatlah Berita Acara seolah-olah proyek sudah berjalan misalnya 75%, padahal sesungguhnya proyek baru 15% dan bahkan mungkin belum mulai dikerjakan sama sekali.
2.      Mengkebiri bestek.
Pada pekerjaan bangunan, pembuatan jalan, pengerukan sungai yang dikerjakan menyalahi bestek yang dibuat pada perjanjian kontrak khususnya mengenai kualitas bangunan, komposisi bahan-bahan yang digunakan oleh pemborong. Hal ini terjadi karena kolusi antara pemborong, pengawas dan pimpinan proyek.
3.      Manipulasi data analisa kredit dengan melakukan mark up, dimana nilai agunan jauh dibawah dari besarnya nilai kredit yang diperoleh debitur. Ini bisa terjadi karena pimpinan bank atau para petugas analisa melakukan persekongkolan dengan pihak peminjam uang atau debitur.
4.      Dokumen ekspor fiktif.
Secara khusus beberapa variasi dokumen ekspor fiktif antara lain: a) Dokumen L.C seakan-akan asli dikeluarkan oleh sebuah bank karena diterima melalui sarana yang lazim seperti telex, swift,mail atau diteruskan oleh bank lain namun tidak diotentikasi(diuji-sah) sesuai prosedur; Dokumen ekspor lainnya (Bill of Lading, Certificate of origin, Invoice, Certificate of Inspection) dipalsukan sehingga seolah-olah ada realisasi ekspor. Dikemudian hari terbukti, bank penerbit LC adalah bank fiktif.. b) Dokumen LC palsu (dipalsukan) sehingga seolah-olah diterbitkan oleh sebuah bank. Dokumen ekspor lainnya (Bill of Lading, Certificate of Origin, Invoice, Certificate of Inspection) menggunakan blanko asli namun tidak ditanda tangani oleh petugas yang berwenang. Tidak ada realisasi ekspor. c) Dokumen LC dan dokumen lainnya asli namun tidak sesuai antara syarat dalam LC dengan realisasi ekspor (ada discrepancies). Oleh oknum petugas bank dokumen yang mengandung discrepancies ini tetap dinegosiasi. Oleh karena dokumen ekspor itu fiktif, maka bank yang menegosiasikan dokumen itu jelas mnederita kerugian karena tidak nenerima pembayaran apapun dari bank yang seolah-oleh menerbitkan LC simaksud.
5.      Rekayasa pelaksanaan tender dan ruilslag bangunan.
Dilakukan rekayasa prosedur pelelangan sedemikian rupa sehingga developer yang ditunjuk yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pejabat yang berkepentingan.
6.      Konspirasi pegawai pajak dan pegawai bea cukai dengan wajib pajak dan cukai.
Pegawai pajak atau bea cukai yang dalam pemeriksaannya menemukan kesalahan perhitungan baik karena kesengajaan maupun bukan; sehingga dengan konspirasi akhirnya kekurangan penerimaan Negara tersebut akhirnya masuk ke kantong pejabat pemeriksa.
7.      Penggelapan oleh Bendaharawan. Ini biasanya dilakukan oleh para bendaharawan
/pemegang kas, yang memanfaatkan kelemahan pengawasan sehingga dengan berbagai cara menggunakan uang Negara yang harus disimpannya tetapi digunakan untuk kepentingan dirinya sendiri atau orang lain.
8.      Penyuapan pada umumnya sebagai mana dalam KUHP.
Biasanya terjadi antara seseorang memberi hadiah kepada pegawai negeri atau pejabat instansi tertentu dengan maksud agar pegawai negeri atau pejabat itu berbuat sesuatu atau mengalpakan sesuatu yang bertentangan dengan  kewajibannya.
9.      Gratifikasi/Komisi
Pemberian kepada pegawai negeri atau penyelengara negara apabila berhubungan dengan tugas dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yang nilainya kurang lebih Rp.10.000.000,-(sepuluh juta rupiah). Meliputi pemberian uang,barang, rabat(discount),komisi,pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainya.

    10.    Rekayasa Surat Perintah Jalan.
            Ini suatu cara-cara yang tidak terpuji untuk mendapatkan uang lebih banyak
            dengan merekayasa kegiatan kedinasan yang sebetulnya pemborosan uang negara          
            apalagi disertai dengan lama perjalanan yang diluar dari kapatutan. Misalnya studi   
            banding ke Bali, Luar Negeri, dan lain-lain

                 PERMASALAHAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA.

       Ada  tiga permasalahan yang perlu menjadi pemikiran bersama semua pihak untuk dicermati antara lain:
1.      Bagaimana mengeliminasi korupsi di Indonesia,
2.      Bagaimana mengefektifkan ketentuan Undang-undang Pemberantasan Korupsi, serta meningkatkan kberanian dan profesionalitas aparat penegak hukum,
3.      Upaya apa yang dapat ditempuh untuk menemukan pemerintahan yang bersih dan kepemerintahan yang baik.

                 PEMECAHAN MASALAH

            
1.  Bagaimana mengeliminasi praktek korupsi dalam pembangunan proyek-proyek Pemerintah dan pengelolaan dana di Departemen dan BUMN.
Dr.William Chang dalam tulisannya pada harian KOMPAS tanggal 20 Nopember 2001 dengan topik “Bongkar Manajemen Koruptif”, lebih lanjut mengatakan manajemen koruptif dalam birokrasi pemerintah dan swasta perlu terus diperangi bila negara kita ingin keluar dari lembah krisis multidimensi.*
      Pendekatan dari segi manajerial yang perlu dipertimbangkan menurut hemat penyusun makalah ini antara lain:
1.1   Mengefektifkan pengawasan pada sektor penerimaan dan pendapatan negara yang ditangani Departemen Keuangan dalam hal ini Direktorat Jendral Bea-cukai, Direktorat Jendral Pajak, BUMN, Dinas pendapatan daerah, demikian juga terhadap dana-dana yang harus masuk negara yang berasal dari sistem bagi hasil dalam kontrak-kontrak pengelolaan pertambangan, dana reboisasi dan perhatian yang serius terhadap dana-dana pinjaman(hutang) luar negeri dari negara donor maupun melalui International Monetery Fund, World Bank, Asian Development Bank, dan sumber-sumber lainnya. 
1.2.  Disamping sektor penerimaan seperti diuraikan diatas maka yang tidak kalah penting adalah sektor pengeluaran atau belanja negara untuk kegiatan pembangunan proyek-proyek pada departemen maupun lembaga negara lainnya.
Prof.Dr.Baharudin Lopa,SH* dalam bukunya berjudul, “Masalah Korupsi & Pemecahannya” halaman 35 menyebutkan bahwa setiap tahun anggaran pembangunan dikorup 30%, selanjutnya menjelaskan bahwa adalah sungguh sangat menyedihkan karena seandainya dana yang demikian besar itu tidak dikorup, maka fasilitas listrik dan jalan di pedesaan serta kebutuhan lainnya untuk rakyat kecillebih banyak yang dapat dipenuhi, paling kurang kehidupan rakyat akan jauh lebih baik dari pada keadaannya sekarang. Oleh karena itu, pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak boleh dilonggarkan sedikitpun. Kalau kita tidak berhasil mengalahkannya, pasti ia akan membinasakan kita atau membuat kita tetap jauh ketinggalan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.

2. Perlu mengoptimalkan penegakan hukum dalam proses pemberantasan korupsi.
    (Peranan Tenaga Penegak Hukum).

Berbicara tentang optimalisasi penegakan hukum tentunya peranan unsur 
penegak hukum sangatlah dominan, karena walau bagaimanapun baiknya serta      lengkapnya ketentuan perundang-undangan tidak akan memperoleh hasil yang optimal bila tidak didukung oleh para penegak hukum yang baik dan mempunyai integritas pribadi yang tinggi.
Pendekatan dari segi bathiniah secara persuasive kepada aparat penegak hukum perlu dilakukan dengan upaya mendorong tumbuhnya keinsyafan untuk menyadari bahwa peran mereka sangat dinantikan oleh masyarakat karena penindakan terhadap korupsi menyangkut kewenangan bertindak yang hanya dipunyai oleh penegak hukum tertentu sesuai dengan tingkat penanganan perkara yaitu penyidikan, penuntutan, dan persidangan di Pengadilan.
Para penegak hukum yang menginsyafi besarnya peran yang dapat mereka lakukan didukung oleh political will pemerintah pada akhirnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi dari aparat dalam menangkap keinginan masyarakat luas menghadapi korupsi.
Berkaitan dengan menstimulasi keimanan petugas negara dalam menghadapi godaan selama menjalankan tugas sesuai dengan wewenang masing-masing dalam proses pemberantasan korupsi mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Doctor Ali Samy Al-Nasyar dan Ahmad Zaky‘Athiyah mengangkat kembali apa yang dikemukakan oleh Syekh Ibnu Taimyah, bahwa : “ Ada tiga golongan;  Hakim yang mengenal akan yang hak, tetapi ia menghukum dengan menyalahinya, maka orang itu dalam neraka; dan Hakim yang menjatuhkan hukuman secara bodoh, maka ia masuk neraka; dan Hakim yang mengetahui kebenaran (hak) dan ia menghukum berdasarkan kebenaran itu, maka ia masuk ke dalam surga”.*
Mengingat dalam manajemen penanganan perkara yang sering disebut dengan The criminal justice system dimana setiap penanganan perkara melalui tahapan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di Pengadilan yang dalam praktek melibatkan Polisi, Jaksa dan Hakim; sehingga pengertian Hakim sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Taimyah haruslah diperluas menyangkut Polisi dan Jaksa serta Pengacara mengingat besarnya pengaruh peranan mereka sebagai penegak hukum dalam menyatukan persepsi hukum positif yang berlaku dan diterapkan pada penyelesaian perkara demi terciptanya kepastian hukum, keadilan dan ketenteraman masyarakat.

3.  Upaya mewujudkan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa guna menghindari ekonomi biaya tinggi dalam proses investasi.
Era kesejagatan telah berjalan dan bergulir dimuka kita, upaya untuk berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik menjadi hal yang penting dan mulia. Sebagai bagian dari pergaulan masyarakat internasional, masyarakat Indonesia, harus senantiasa tanggap terhadap perubahan yang demikian cepatnya dan sekaligus harus mampu melebur dalam berbagai aktivitasnya.
            Demikian pula dalam tata kehidupan internal, masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai lapisan sosial, ekonomi, budaya dan politik semakin besar dambaannya terhadap peri kehidupan yang berkeadilan dan berkemakmuran.
            Dambaan ini tentunya perlu disikapi dan diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia sebagai perwujudan amanah bangsa Indonesia yang tercermin dalam mukadimah Undang-undang Dasar 1945.
            Walaupun pengawasan yang ketat telah dilakukan terhadap sektor pendapatan dan pengeluaran pemerintah, kemudian didukung oleh efektifnya penerapan Undang-undang Pemberantasan Korupsi, belum akan menjamin keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia; untuk itu perlu diperhatikan beberapa aspek seperti diuraikan berikut.
a.       Political Will dari Pemerintah dalam menemukan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa sangatlah penting ini dapat dimanifestasikan dengan serangkaian tindakan nyata berupa penindakan kepada pegawai yang telah terbukti melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan secara ketat menerapkan ketentuan agar para pegawai memegang teguh disiplin dalam tugas sehari hari dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela lainnya.
b.      Meningkatkan kesejahteraan bagi pegawai negeri dengan menetapkan standar gaji yang dapat menjamin kehidupan yang layak dan pantas guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
c.       Mewujudkan secara transparansi prinsip reward and punishment dalam manajemen sumber daya manusia disetiap instansi pemerintah.
d.      Membenahi kesadaran hukum masyarakat untuk tidak terlarut dalam situasi yang tidak sehat dan melanggar Undang-undang yang berlaku, dan apabila masyarakat membiarkan terjadi dan berlanjutnya perbuatan korupsi ditengah masyarakat pada akhirnya yang dirugikan adalah masyarakat itu sendiri, karena korupsi akan merusak pembangunan ekonomi nasional dan akan menjadikan kehidupan masyarakat semakin terpuruk.
Meningkatkan kesadaran hukum suatu masyarakat itu berarti kita berhadapan dengan perubahan perilaku dan menyentuh hal-hal yang bersifat manusiawi. Oleh karena itu memerlukan upaya yang terus menerus dalam suatu kegiatan kampanye yang terprogram dengan baik serta melibatkan tokoh masyarakat formal maupun informal.        
Sebagai anggota masyarakat dunia yang hidup dalam era kesejagatan saat ini kita harus bekerja sama dalam mensukseskan komitmen sejumlah negara menghadapi mewabahnya korupsi dengan langkah-langkah yang bersifat strategsi antara lain :
a.       Mendukung Pemerintah yang tengah melakukan kegiatan memerangi korupsi.
b.      Membantu pembenahan dalam memperbaiki manajemen keuangan publik dan  
            sistem perpajakan
c.       Membantu berdirinya Komisi Anti Korupsi disetiap negara.
d.      Memberikan pelatihan kepada penyidik, penuntut umum dan Hakim.
e.       Memantapkan secara konprehensif program anti korupsi setiap negara.
f.                   Meningkatkan komitmen internasional untuk mengambil tindakan bersama dalam menanggulangi korupsi

Saran
  1. Guna menunjang berhasilnya penanganan korupsi di Indonesia perlu diambil langkah prefentif dengan perbaikan dan penyempurnaan manajemen sektor penerimaan dan pengeluaran negara terutama berintikan pengawasan yang efektif.
  2. Meningkatkan kesejahteraan aparatur negara dengan cara menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah.
  3. Menstimulasi peningkatan semangat, keimanan, integritas moral, dan dedikasi pegawai negeri, baik yang bertugas sebagai penegak hukum maupun yang berkiprah dibidang lainnya dalam Pemerintahan.
  4. Secara massif dilakukan kampanye demam anti korupsi yang terprogram dan terus menerus oleh suatu lembaga khusus untuk itu misalnya dalam Komisi Anti Korupsi dengan melibatkan tokoh masyarakat formal dan informal.
  5. Meningkatkan komitmen internasional untuk mengambil tindakan bersama dalam menanggulangi korupsi antara lain:
    1. Mendukung setiap Pemerintah yang tengah melakukan kegiatan memerangi korupsi.
    2. Membantu pembenahan Pegawai Pemerinrah dalam memperbaiki manajemen keuangan dan perpajakan.
    3. Membantu berdirinya Komisi Anti Korupsi disetiap negara
    4. Memberikan pelatihan kepada para Penyidik dan Hakim.
    5. Memantapkan secara komprehensif program anti korupsi setiap negara



Tidak ada komentar:

Posting Komentar