Rabu, 27 Agustus 2014

ILEGAL LOGGING (sekilas)


Kegiatan yang Meliputi Penatausahaan Tentang Perencanaan Produksi, Pemanenan atau Penebangan, Penandaan, Pengukuran dan Pengujian, Pengangkutan / Peredaran dan Penimbunan, Pengolahan dan Pelaporan.

                    Hutan Negara : Hutan yang Berada Pada Tanah yang Tidak dibebani Hak Atas Tanah.
                     Hutan Hak :  Hutan yang Berada Pada Tanah yang dibebani Hak Atas Tanah.
Hutan Adat : Hutan Negara yang Berada Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat.
Hutan Produksi : Kawasan Hutan yang Mempunyai Fungsi Pokok Memproduksi Hasil Hutan.
Hutan Lindung :  Kawasan Hutan yang Mempunyai Fungsi Pokok sebagai Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan untuk Mengatur Tata Air, Mencegah Banjir, Mengendalikan Erosi, Mencegah Intrusi Air Laut, dan Memelihara Kesuburan Tanah.
Hasil Hutan : Benda-Benda Hayati yang Berupa Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Selain Tumbuhan dan Satwa Liar yang dipungut dari Hutan Negara.
Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) : Izin untuk Melakukan Pengambilan Hasil Hutan Kayu Meliputi Pemanenan, Pengangkutan, dan Pemasaran untuk Jangka Waktu Tertentu dan Volume Tertentu di Dalam Hutan Produksi.
Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) : Izin Dengan Segala Bentuk Kegiatan untuk Mengambil Hasil Hutan Bukan Kayu Antara Lain Rotan, Madu, Buah-Buahan Getah-Getahan, Tanaman Obat-Obatan dan Lain Sebagainya di Dalam Hutan Lindung dan atau Hutan Produksi.
Pemegang Izin : Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi atau Perorangan yang diberi Izin untuk Melakukan Kegiatan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan atau Pemungutan Hasil Hutan.
Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) : Tempat untuk Pengumpulan Kayu-Kayu Hasil Penebangan/ Pemanenan di Sekitar Petak Kerja Tebangan yang Bersangkutan
Tempat Penimbunan Kayu (TPK) : Tempat Milik Pemegang IUPHHK/IPHHK/IPK di Dalam atau di Sekitar Arealnya yang Berfungsi Menimbun Kayu Bulat dan atau Kayu Bulat Kecil dari Beberapa TPn.
Tempat Penimbunan Kayu Industri (TPK Industri) : Tempat Penimbunan Kayu di Air atau di Darat (Logpond atau Logyard) yang Berada di Lokasi Industri dan Sekitarnya.
Tempat Penimbunan Kayu Antara (TPK Antara) : Tempat untuk Menampung Kayu Bulat atau Kayu Bulat Kecil baik Berupa Logpond atau Logyard, yang Lokasinya di Luar Areal Izin IUPHHK/ IPHHK/ IPK/ILS dengan Penetapan oleh Pejabat yang Berwenang.
Tempat Penampungan Terdaftar adalah Tempat untuk Menampung Kayu Olahan Milik Perusahaan yang Telah Mendapatkan Pengakuan dari Dinas Kabupaten / Kota.
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) : Izin Mendirikan Industri untuk Mengolah Kayu Bulat (KB) dan atau Kayu Bulat Kecil (KBK) Menjadi Barang Setengah Jadi atau Barang Jadi.
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK) : Izin Mendirikan Industri untuk Mengolah Hasil Hutan Bukan Kayu Menjadi Barang Setengah Jadi atau Barang Jadi.
Industri Pengolahan Kayu Lanjutan (IPKL) : Industri yang Mengolah Hasil Hutan yang Bahan Bakunya Berasal dari Produk Industri Primer Hasil Hutan Kayu.
Industri Pengolahan Kayu Terpadu : Industri Primer Hasil Hutan Kayu dan Industri Pengolahan Kayu Lanjutan yang Berada Dalam Satu Lokasi Industri dan Dalam Satu Badan Hukum.


P2LHP      =   Petugas Pengesah Laporan Hasil Produksi
SKSHH      =   Surat Keterangan Sah Hasil Hutan
IPKTM      =   Izin Pemanfaatan Kayu Pada Tanah Milik
LHP        =   Laporan Hasil Produksi / Penebangan
DHH        =   Daftar Hasil Hutan Sebagai Lampiran SKSHH


 Pasal 26 :
(1) Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. 
(2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Pasal 36 :
(1) Pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya. 
(2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak menggangu fungsinya.

Pasal 37 :
(1) Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya. 
(2) Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya.



UNSUR – UNSUR PIDANA


Pasal 50 :
(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. 
(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. 
(3) Setiap orang dilarang :
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan :
1.   500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2.   200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
3.   100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4.   50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5.   2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6.   130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang  tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.
(4)   Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 78 :
(1)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 
(2)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 
(3)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 
(4)   Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah). 
(5)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e, atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 
(6)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 
(7)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). 
(8)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 
(9)   Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 
(10) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 
(11) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 
(12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran. 
(14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasa 50 ayat (1), ayat (2), ayat (3), apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan. 
(15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
................................................................................................bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar