Senin, 25 Agustus 2014

Unsur Pasal 332 KUHP dengan Penafsiran dan Penjelasan



 Unsur, Penafsiran dan Penjelasan :
Pasal 285 KUHP



 




Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.




 




Pasal 285 KUHP :




1.  Barangsiapa,


2.dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,


3.  memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia,


4. di luar perkawinan,


 




Þ    “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan”




 




v  SR. Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989, Hal.231-81.




 




Ø  Yang dimaksud dengan kekerasan adalah setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang atau barang yang dapat mendatangkan kerugian bagi siterancam atau mengagetkan yang dikerasi. Mengenai perluasannya, termuat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : “membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”. Suatu contoh tentang kekerasan antara lain ialah menarik dan sembari meluncurkan celana wanita, kemudian wanita tersebut dibanting ke tanah, tangannya dipegang kuat-kuat, dagunya ditekan lalu dimasukkan kemaluan si-pria tersebut.




 




Ø  Yang dimaksud dengan ancaman kekerasan adalah membuat seseorang yang diancam itu ketakutan karena karena ada sesuatu yang akan merugikan dirinya dengan kekerasan. Ancaman ini dapat berupa penembakan ke atas, menodongkan senjata tajam, sampai dengan suatu tindakan yang lebih “sopan”, misalnya dengan suatu seruan dengan mengutarakan akibat-akibat yang merugikan jika tidak dilaksanakan. 




 




Ø  Yang dimaksud dengan memaksa adalah suatu tindakan yang memojokkan seseorang hingga tiada pilihan yang lebih wajar baginya selain daripada mengikuti kehendak dari sipemaksa. Dengan perkataan lain tanpa tindakan sipemaksa itu siterpaksa tidak akan melakukan atau melalaikan sesuatu sesuai dengan kehendak sipemaksa. Dalam hal ini tidak diharuskan bagi siterpaksa untuk mengambil resiko yang sangat merugikannya, misalnya lebih baik mati atau luka-luka / kesakitan daripada mengikuti kehendak sipemaksa. Di sini harus dinilai secara kasuistis kewajarannya. Pemaksaan pada dasarnya dibarengi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dapat juga pemaksaan dibarengkan dengan ancaman akan membuka rahasia siterpaksa atau menyingkirkan siterpaksa dan lain sebagainya. Pokoknya akibat dari pemaksaan itu jika tidak dilakukan adalah sesuatu yang merugikan siterpaksa. Dalam pasal ini yang ditentukan hanyalah pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Sukar dapat diterima adanya pemaksaan dengan pemberian upah atau hal-hal yang akan menguntungkan siterpaksa. Dalam hal yang terakhir ini istilahnya adalah membujuk, menggerakkan, menganjurkan dan lain sebagainya.




 




v  HR 5 Januari 1914 (NJ.1915 hal.1116)




 




Ø  Bahwa tentang bagaimana caranya “ancaman kekerasan” itu diucapkan, diisyaratkan adanya hal-hal sebagai berikut :




 




a)    bahwa ancaman itu harus diucapkan dalam suatu keadaan yang demikian rupa, hingga dapat menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya ;




 




b)    bahwa maksud pelaku memang telah ditujukan untuk menimbulkan kesan seperti itu.




 




v  HR 19 Oktober 1936 (NJ.1937 No.163)




 




Ø  Bahwa Hakim tidak perlu memastikan apakah terdakwa benar-benar akan melaksanakan maksudnya (ancaman kekerasan), demikian juga apakah maksudnya (ancaman kekerasan) itu benar-benar  akan dapat dilaksanakan atau tidak. Hakim juga tidak perlu memastikan apakah kata-kata yang dipakai terdakwa itu mempunyai arti yang tepat sebagai “ancaman kekerasan”, asalkan maksudnya jelas.




 




v  Prof.Mr.D.Simons ( Leerboek van het Nederlandse Strafrecht I, P.Noordhoff N.V.,Groningen-Batavia,1937 ; Leerboek van het Nederlandse Strafrecht II P.Noordhoff N.V.,Groningen-Batavia,1941 ; sebagaimana dikutip oleh Drs.P.A.F.Lamintang,SH dalam bukunya : Delik Khusus Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.110-111 )




 




Ø  Bahwa yang dimaksudkan dengan “kekerasan” atau geweld itu ialah elke uitoefening van lichamelijke kracht van niet al te geringe betekenis, yang artinya : “setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti” atau het aanwenden van lichamelijk kracht van niet al te geringe intensiteit, yang artinya “setiap pemakaian tenaga badan yang tidak terlalu ringan”.




 




v  Drs. P.AF. Lamintang, SH (Delik-Delik Khusus : Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.110-120.




 




Ø  Bahwa Undang-undang tidak menjelaskan tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan “kekerasan”, bahkan didalam yurisprudensipun tidak dijumpai adanya sesuatu putusan kasasi yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk memberikan arti yang setepat-tepatnya bagi kata “kekerasan” tersebut. Bahwa arrest HR tanggal 5 Januari 1914 pun ternyata belum juga diperoleh penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, karena arrest tersebut hanya menjelaskan tentang cara bagaimana ancaman kekerasan itu diucapkan.




 




Ø  Bahwa karena kekerasan itu tidak hanya dapat dilakukan dengan memakai tenaga badan yang sifatnya tidak terlalu ringan, yakni seperti yang dikatakan oleh Prof. Simons (melainkan juga dapat dilakukan dengan memakai sebuah alat hingga tidak diperlukan adanya pemakaian tenaga badan yang kuat, misalnya : menembak dengan sepucuk senjata api, menjerat leher dengan memakai seutas tali, menusuk dengan dengan sebilah pisau, dsb-nya), maka ancaman kekerasan itu harus diartikan sebagai suatu ancaman yang apabila yang diancam tidak bersedia memenuhi keinginan pelaku untuk mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku, maka ia akan melakukan sesuatu yang dapat berakibat merugikan bagi kebebasan, kesehatan atau keselamatan nyawa orang yang diancam. 




 




Þ    “memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia”




 




v  HR 5 Nopember 1946




 




Ø  Bahwa kejahatan ini telah terlaksana, seketika pelaku dengan paksaan telah menguasai keadaan, atau apabila ia dengan berbuat secara tiba-tiba dapat menghindari perlawanan. 




 




v  HR 29 Juni 1908




 




Ø  Bahwa perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang tidak diperlukan.




 




v  HR 26 Januari 1931




 




Ø  Bahwa suatu keterangan saksi yang memberi gambaran mengenai kelakuan terdakwa mengenai bidang seksuil, dapat dipergunakan sebagai sarana bukti.




 




v  HR 14 Maret 1938 (NJ 1938 No.596)




 




Ø  “Satu-satunya alasan yakni karena didalam pasal 287 ayat (2) wanita dibawah 12 tahun itu disebut “gadis” tidak berarti bahwa karena didalam pasal 285 tidak disebutkan batas usia, maka pengertian wanita dalam pasal 285 itu harus dibatasi pada wanita yang telah berusia 12 tahun ke atas. Oleh karena itu, kejahatan yang diatur dalam dalam pasal 285 itu juga dapat dilakukan terhadap seorang gadis dibawah usia 12 tahun.”




 




v  HR 5 Pebruari 1912 (W.9292)




 




Ø  “Suatu persinggungan di luar antara alat-alat kelamin pria dan wanita itu bukan merupakan persatuan antara alat-alat kelamin tersebut, yang diperlukan dalam suatu perkosaan.”




 




v  SR. Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989, Hal.231.




 




Ø  Yang dimaksud dengan bersetubuh untuk penerapan pasal ini ialah memasukkan kemaluan si pria ke kemaluan wanita sedemikian rupa yang normaliter atau yang dapat mengakibatkan kehamilan. Jika kemaluan si pria hanya “sekedar nempel” di atas kemaluan si wanita, tidak dapat dipandang sebagai persetubuhan, melainkan percabulan dalam arti sempit, yang untuk itu diterapkan pasal 289. Persetubuhan tersebut harus dilakukan oleh orang yang memaksa tersebut. Jika ada orang lain (pria atau wanita) yang turut memaksa, maka mereka ini adalah peserta petindak (mededader).




 




Ø  Yang dimaksud dengan wanita di sini, bukan hanya sesudah dewasa tetapi juga termasuk yang belum dewasa.




 




v  Drs. P.AF. Lamintang, SH (Delik-Delik Khusus : Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.110-120.




 




Ø  Bahwa perbuatan memaksa itu dapat dilakukan dengan perbuatan dan dapat juga dilakukan dengan ucapan. Perbuatan membuat seorang wanita “menjadi terpaksa” bersedia mengadakan hubungan kelamin, harus dimasukkan dalam pengertian memaksa seorang wanita mengadakan hubungan kelamin., walaupun yang menanggalkan semua pakaian yang dikenakan oleh wanita itu adalah wanita itu sendiri. Dalam hal ini kiranya sudah cukup jelas, bahwa keterpaksaan wanita tersebut harus merupakan akibat dari dipakainya kekerasan atau ancaman kekerasan oleh pelaku atau oleh salah seorang dari para pelaku.




 




Ø  Bahwa yang dimaksud dengan seorang wanita di sini adalah wanita pada umumnya, sebagaimana telah dibenarkan oleh arrest Hoge Raad tanggal 14 Maret 1938.




 




Ø  Bahwa yang tidak dikehendaki oleh undang-undang didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 285 KUHP itu sebenarnya ialah timbulnya akibat berupa “dimasukkannya penis pelaku kedalam vagina korban”. Atau dengan kata lain, tindak pidana perkosaan yang diatur dalam pasal 285 KUHP itu sebenarnya merupakan suatu delik material, yaitu baru dapat dipandang sebagai telah selesai dilakukan oleh pelaku, jika akibat tersebut ternyata telah terjadi. Jika persinggungan “di luar” anatar alat kelamin pelaku dengan dengan alat kelamin korban, seperti yang dimaksudkan dalam arrest HR tanggal 5 Pebruari 1912 tersebut, terjadi karena pelaku ternyata telah tidak berhasil memasukkan penisnya kedalam vagina korban (misalnya karena korbannya telah memberikan perlawanan atau telah meronta-ronta, maka pelaku pelaku dapat dipersalahkan telah melakukan suatu “percobaan pemerkosaan”, yakni melanggar pasal 285 jo pasal 53 ayat (1) KUHP. 




 




Ø  Bahwa yang dimaksud dengan dia di sini adalah “diri orang” yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan telah memaksa korban untuk mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan.




 




v  Prof.Mr.W.F.C.van Hattum, dalam van Bemmellen van Hattum : 1). Handen Leerboek van het Nederlandse Strafrecht I.,Goude Quint – D. Brouwer en Zoon, Arnhem, Martinus Nijhoff, ‘sGravenhage,1953; 2). Handen Leerboek van het Nederlandse Strafrecht II.,Goude Quint – D. Brouwer en Zoon, Arnhem, Martinus Nijhoff, ‘sGravenhage,1954 ; sebagaimana dikutip oleh Drs.P.A.F.Lamintang,SH dalam bukunya : Delik Khusus Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.110-114-115.




 




Ø  “Saya sependapat dengan Noyon-Langemeijer bahwa bagi adanya suatu perbuatan mengadakan hubungan kelamin itu tidak diisyaratkan telah terjadinya suatu “ejaculatio seminis”, melainkan cukup jika orang telah memasukkan penisnya kedalam vagina seorang wanita.”




 




v  R.Soesilo (KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal), Politea Bogor, Tahun 1996. Hal.211-209.




 




Ø  Seorang perempuan yang dipaksa demikian rupa, sehingga akhirnya tak dapat melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan itu, masuk pula dalam pasal ini.




 




Ø  Yang dimaksud dengan “persetubuhan” ialah peraduan antara anggauta kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggauta laki-laki harus masuk kedalam anggauta perempuan, sehingga mengeluarkan air mani, sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Februari 1912 (W.9292).




 




Þ    “di luar perkawinan”




 




v  HR 5 Februari 1912




 




Ø  Ketentuan ini tidak mensyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan dilakukan di luar perkawinan. 




 




v  SR. Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHAEM-PETEHAEM Jakarta, cet.ke-2, 1989, Hal.231.




 




Ø  Yang dimaksud dengan di luar perkawinan, harus diperhatikan ketentuan UU No.1/1974 tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya (PP No.9/1973). Jadi “kawin gantung” yang dikenal sebagai salah satu bentuk perkawinan adat, tidak termasuk pengertian di dalam perkawinan. Dengan perkataan lain, dalam rangka penerapan pasal ini tetap dipandang sebagai di luar perkawinan.




 




v  Drs. P.AF. Lamintang, SH (Delik-Delik Khusus : Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-norma Kepatutan), Mandar Maju / 1990 / Bandung, hal.109-110.




 




Ø  Bahwa walaupun didalam rumusannya undang-undang tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur “kesengajaan” pada diri pelaku dalam melakukan perbuatan yang dilarang dalam pasal 285 KUHP, akan tetapi dengan dicantumkannya unsur “memaksa” didalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 285 KUHP, kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana perkosaan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja. Untuk dapat menyatakan seorang terdakwa yang didakwa melanggar larangan yang diatur dalam pasal 285 KUHP terbukti mempunyai kesengajaan melakukan tindak pidana perkosaan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 285 KUHP, di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan tentang :




§  Adanya “kehendak” atau “maksud” terdakwa memakai kekerasan ;




§  Adanya “kehendak” atau “maksud” terdakwa untuk mengancam atau memakai kekerasan ;




§  Adanya “kehendak” atau “maksud” terdakwa untuk memaksa”




§  Adanya “pengetahuan” pada terdakwa bahwa yang dipaksa itu adalah seorang wanita yang bukan isterinya ;




§  Adanya “pengetahuan” pada terdakwa bahwa yang dipaksakan untuk dilakukan oleh wanita tersebut ialah untuk mengadakan hubungan kelamin dengan dirinya di luar perkawinan ;




 




Ø  Bahwa jika salah satu dari “kehendak” atau “maksud” dan “pengetahuan” terdakwa tersebut di atas ternyata tidak dapat dibuktikan, maka tidak ada alasan bagi penuntut umum untuk menyatakan terdakwa terbukti “mempunyai kesengajaan” dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, dan hakim akan memberikan putusan bebas dari tuntutan hukum bagi terdakwa.

1 komentar:

  1. PROMO WOW..... ANAPoker

    + Bonus Extra 10% (New Member)
    + Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
    + Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
    + Bonus 20.000 (ALL Members)
    BERLAKU UNTUK SEMUA GAME PERSEMBAHAN DARI IDNPOKER
    POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10

    BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON

    Semua Hanya bisa didapatkan di ANAPoker
    - Minimal Deposit Yang terjangakau
    - WD tanpa Batas

    Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
    WhatsApp | 0852-2255-5128 |

    BalasHapus